ANTARA BUDAYA MALU DAN BUDAYA NARSIS POLITISI KITA

Kita sering membanding-bandingkan antara perilaku aktor politik kita dengan Negara-negara yang sistem demokrasinya sudah mapan, diantaranya Amerika, Eropa, dan beberapa Negara di Asia Timur. Apa yang menyebabkan perbedaan tingkah laku aktor ini, padahal sama-sama produk sebuah demokrasi.
Di Amerika, jika aktor politik tersandung sebuah kasus tertentu, dia akan dengan jantan mengakui kesalahannya, jika didesak mundur makan dia akan mundur. Demikian pula dengan aktor Politik di Asia Timur, bahkan jika itu adalah suatu aib, maka jangan heran ada aktor politik bunuh diri. Kita bandingkan dengan Indonesia, jangankan bunuh diri, mengakui kesalahan dengan jantan dan mundur secara terhormat jarang kita temui, dan seakan-akan mustahil. Sehingga membuat repot lembaga peradilan. Jika lembaga ini tidak kuat, dapat dibayangkan, hari esok, Indonesia tinggal kenangan. Seakan-akan politisi kita sudah tidak punya malu.
Lalar belakang budaya sangat mempengaruhi tingkah laku seseorang. Di Suku Bugis Makassar, budaya malu disebut dengan “siri”, di suku melayu biasa di sebut dengan “marwah”, dan setiap suku dan daerah mempunyai nama masing-masing untuk budaya malu ini. Sehinga jika melihat dari latar belakang budaya, maka bangsa kita adalah bangsa yang bermoral bangsa yang menjungjung tinggi budaya malu.
Apakah pergeseran budaya mempengaruhi budaya malu? Mungkin salah satunya I ya. Tapi budaya malu adalah aspek psikologis. Menurut ilmu psikologi, tingkah laku muncul jika ada drive (dorongan), dan itu muncul karena ada motif. Motif akan memunculkan dorongan untuk meraih sebuah need (keinginan).
Penentu dari sebuah keberhasilan adalah tercapai keinginan (need). Dari need kita dapat menganalisis perilaku seseorang, karena dari sinilah sumber, arah, dan tujuan sebuah tingkah laku (orang Islam mengatakan niat). Need atau niat akan menentukan jenis jenis tingkah laku yang muncul.
Aktor politik di Amerika dan Negara-negara yang sistem demokrasinya mapan, politik adalah sebuah profesi. Di Indonesia, politik digunakan untuk menguasai orang lain. Tidak jauh beda dengan Negara-negara “berkembang” lainnya di Asia dan Afrika. Arah politik dengan system menguasai orang lain lebih banyak di praktekkan oleh Negara-negara otoriter dan feodal, tidak cocok dengan Negara yang mendukung kebebasan. Sehingga tidak heran jika Negara-negara berkembang dengan system demokrasi, perpolitikannya labil.
Bagaimana dengan Indonesia, sebuah Negara demokrasi, yang menganut paham kebebasan? Itu adalah tujuan Negara. Tetapi perlu di ingat bahwa Negara di bangun oleh individu-individu yang “bermukim” di wilayah Indonesia. Indonesia memang Negara demokrasi yang bebas, tapi individu-individu termasuk aktor politik masih berpaham feodal. Aktor politik kita masih menganggap, bahwa politik untuk mencapai kekuasaaan (tidak jauh beda dengan teori Machievelli yang lebih banyak di praktekkan pada Negara monarki otokratik dan otoriter). Politik menguasai orang lain dan demokrasi tidak bisa disatukan, karena demokrasi adalah paham bebas, dan yang menjadi penentu kebijakan adalah rakyat itu sendiri, bukan elit politik.
Politik menguasai orang lain tidak jauh beda dengan tingkah laku narsis. Tingkah laku narsis inilah yang mejangkiti sebagian besar politisi kita. Berkoar-koar disana sini mengatasnamakan rakyat. Sebenarnya dia mau eksis dan tampil sebagai orang hebat. Ingat teori Freud, tentang defend mechanism, aktor politik seperti ini sebenarnya tidak punya apa-apa yang bisa diandalkan.
Aktor politik yang narsis merusak citra demokrasi. Masyarakat kita mengganggap politik adalah sesuatu yang kotor. Padahal sesungguhnya bukan politik yang kotor tapi aktor politik yang pola pikirnya masih feodal di terapkan pada Negara demokrasi bebas seperti Indonesia.
Ingat, politik adalah sebuah profesi, bukan alat uktuk mengusai orang lain…~~~

Ardi al-Maqassary

"Aku melihat, diujung sana, ada setitik cahaya yang terang benderang. Akan kuraih cahaya itu, dan membagikannya kepada seluruh manusia!!!"

1 Komentar

  1. Psychologymania luar biasa....
    lanjutkan kajiannya, ditunggu...

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال