SAYA JADI KORBAN STANDARISASI PENDIDIKAN NASIONAL

Bukan ingin memprovokasi, tetapi itulah fakta sesungguhnya yang saya alami. Yang lebih menyedihkan lagi, saya baru menyadari bahwa saya menjadi korban dari sistem standarisasi pendidikan nasional. Suatu sistem pendidikan yang “harus” diikuti oleh seluruh anak bangsa ini. Tanpa melalui sistem ini, otomatis secara formal, tidak bisa melanjutkan kejenjang pendidikan formal selanjutnya.
Sebelum lebih jauh memaparkan pengalaman saya jadi korban, saya ingin bertanya kepada anda. Apa minat dan Bakat yang anda miliki? Kalau anda susah menjawabnya atau berpikir panjang bagaimana menjawabanya, berarti anda juga adalah korban sistem pendidikan nasional (makanya jangan sinis dulu).
Apa hubungan antara minat dan bakat dengan sistem standarisasi pendidikan nasional. Jelas sangat berhubungan. Kita simak cerita singkat tentang diri saya di bawah ini.
Tidak bermaksud menyombongkan diri, tapi kata teman saya termasuk orang genius (maaf…mungkin karena saya kebetulan mendapatkan teman-teman yang bodoh kali). Di lihat dari indeks prestasi akademik memang sangat memuaskan, dan di sekolah pun saya selalu menempati rangking satu atau dua, bahkan di perguruan tinggi indeks prestasi sangat memuaskan, dengan masa studi yang cepat tuntas. Yang membuat saya berpikir panjang adalah, sewaktu dosen menanyakan apa bakat dan minat saya, tersentak saya gak bisa menjawab. Saya seakan-akan tidak mempunyai minat dan bakat. Tetapi jika ditanya tentang mata pelajaran, Insya Allah bisa menjawab. Saya Tanya teman-teman yang lain, apa bakat dan minatnya, jawabannya sama, sebagian besar kesulitan memberikan informasi, hanya beberapa orang yang langsung merespon. Demikian pula dengan adik tingkat di kampus, jawabannya sama, tidak tahu dan kesulitan memberikan informasi tentang minat dan bakatnya.
Karena saya adalah mahasiswa psikologi, saya berusaha harus memecahkan masalah diatas. Kok, masa saya gak punya minat dan bakat yang bisa saya andalkan. Apa betul saya gak punya atau saya tidak tahu apa bakat dan minat saya.
Dengan membaca beberapa referensi buku, saya mendapat kesimpulan awal bahwa lingkungan dan kesempatan sangat mempengaruhi minat dan bakat seeorang. Minat dan bakat erat bubungannya dengan kreativitas. Kreativitas akan berkembang jika seseorang berminat dan berbakat pada apa yang dikerjakannya. Minat dan bakat adalah sesuatu yang personal, unik dan tidak bisa disamakan dengan individu lain. Jadi kita tidak bisa memaksakan seseorang harus berminat dan berbakat pada sesuatu. Kalau ini terjadi, maka kreativitas seseorang akan mati, karena mengerjakan sesuatu yang tidak diinginkan
Kembali pada pembahasan standarisasi sistem pendidikan. Kita artikan standarisasi sebagai penyeragaman, artinya anak didik harus mencapai tingkat indeks preestasi tertentu secara nasional. Dari sini saja ada dua masalah yang memberatkan anak didik:
Pertama: Kesempatan. Kesempatan untuk mendapatkan informasi yang lebih tidak sama untuk seluruh peserta anak didik di Indonesia. Bukan karena anak didik di daerah lain yang terpencil bodoh, tapi karena keterbatasan informasi yang mereka peroleh.
Kedua: Keunikan Individual. Kita tidak bisa memaksakan mata pelajaran tertentu bagi anak yang memang tidak disukai. Karena setiap anak didik unik, kita menggali keunikan yang dimiliki, bukan memaksakan standar yang kita peroleh. Jika ini terjadi, berarti membunuh kreativitas anak didik (Inilah yang saya alami).
Sistem pendidikan memaksakan standar yang harus dicapai oleh anak didik, tanpa mempertimbangkan kelebihan disi lain yang dimiliki mereka. Ini sama saja dengan membunuh kreativitas anak didik, karena dipaksa mengerjakan sesuatu yang tidak mereka sukai. Padahal pendidikan haruslah menyenangkan.
Jika system ini terus diberlakukan, maka saya memprediksi, pendidikan kita akan menghasilkan adak didik yang mandul, anak didik yang tidak bisa berbuat apa-apa, karena program yang kita berikan adalah program yang seharusnya diberikan kepada robot. Tidak melihat sisi manusiawi si anak didik, bahwa dia itu unik dan membutuhkan sentuhan dan perlakuan yang unik pula bukan penyeragaman.
Sukses dalam pendidikan, tidak semata-mata bisa menghafalkan mata pelajaran atau mendapatkan nilai tinggi, tetapi menjadikan anak didik bisa survive dan berkembang serta menciptakan hal-hal dan inovasi baru….
Jangan membunuh kreativitas anak…~~~

Ardi al-Maqassary

"Aku melihat, diujung sana, ada setitik cahaya yang terang benderang. Akan kuraih cahaya itu, dan membagikannya kepada seluruh manusia!!!"

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال