Karakteristik
utama yang dimiliki cumi-cumi adalah memiliki kantung tinta yang terdapat di
atas usus besar yang bermuara di dekat anus sebagai benteng pertahanan dan perlawanan
yang akan berkontraksi dan mengeluarkan cairan berwarna hitam ketika diserang
musuh sehingga membentuk awan berwarna hitam di sekelilingnya yang memungkinkan
cumi-cumi terhindar dari predator lain (Agusandi et al., 2013).
Selama
ini tinta cumi-cumi belum banyak dikenal padahal didalam tinta cumi-cumi
mengandung protein sekitar 10,88%, protein ini sama baik dengan protein yang
ada pada daging cumi-cumi, kadar abu tinta cumicumi adalah 2,74% (Mukholik,
1995). Kadar air tinta cumi-cumi (Loligo sp.) rata-rata 78,46%. Dalam industri
jasa boga, seperti Italia telah memanfaatkan tinta cumi cumi sebagai sebagai
salah satu bumbu masakan pasta. Di Jepang, kantong tinta cumi-cumi (Loligo sp.)
yang berwarna hitam dipakai untuk meningkatkan flavor dan cita rasa, selain itu
warna yang dihasilkan dari pigmen juga dapat meningkatkan manfaat bahan pangan,
setiap warna yang terdapat pada bahan makanan dapat menunjukkan adanya senyawa fitokimia
tertentu yang memiliki khasiat untuk mencegah berbagai penyakit (Astawan,
2008).
Astawan
(2008) menyatakan tinta cumi mengandung melanin sebanyak 90%, protein 5,8 % dan
karbohidrat 0,8%. Hal tersebut karena tinta cumi mengandung pigmen melanin yang
secara alami ada dalam bentuk melanoprotein (Hutasoir et al., 2015). Warna hitam
yang dihasilkan dari pigmen cumi ini dapat meningkatkan manfaat bahan pangan.
Setiap warna yang terdapat dalam bahan makanan menunjukkan adanya senyawa
fitokimia tertentu yang memiliki khasiat untuk mencegah berbagai penyakit.
Hasil
samping dari cumi-cumi seperti tinta cumi dapat dijadikan bahan bioaktif yang
menjanjikan. Tinta cumi telah terbukti dapat menjadi bahan pengobatan
alternatif dan juga memiliki kemampuan aplikasi teraputik yang luas. Sebuah
protein yang diekatraksi dari tinta S. lessoniana terbukti dapat menghambat
pertumbuhan bakteri S. aureus. Enzim tironase yang terdapat pada tinta cumi
diketahui memiliki peran penting dalam menghambat mikroba tersebut (Vate dan
Sootawat, 2013).