Kekurangan Tes BDI

Tes BDI (Beck Depression Inventory) mudah digunakan, baik disisi peserta maupun disisi interpreter. Mengamati sifat aitem-aitem alat tes BDI yang cenderung transparan, tidak seperti alat tes lain yang penyusunan aitemnya tergolong cukup rumit (e.g., PAPI, EPPS, SOV), responden dapat dengan mudah mengetahui pola aitem dan pernyataan dari alat tes BDI, hal ini berpotensi rentan dilakukannya manipulasi oleh responden.

Selain itu, pada alat tes BDI tidak terdapat skala validitas yang secara langsung dapat diketahui bersamaan dengan skoring, sehingga jika BDI diberikan pada setting klinis, maka diperlukan adanya pemberian tes lain, seperti CAQ, atau MMPI, supaya terdapat pembanding lain yang juga terukur.

Selain itu, Gregory (2013) memaparkan dalam bukunya bahwa metode test-retest untuk menguji reliabilitas dinilai kurang cocok untuk diterapkan pada BDI, karena depresi merupakan suatu fenomena yang cenderung bersifat tidak stabil, atau berubah-ubah. Subjek dengan depresi rentan untuk mengalami fluktuasi dari hari ke hari, minggu ke minggu, bahkan dalam hitungan jam.

Kemudian, Olin (dalam Edelstein, Drozdick, & Ciliberti, 2010) menemukan bahwa 46% orang dewasa (older adults) mengalami kesulitan dalam memilih aitem-aitem dalam BDI, dan 12% gagal dalam menyelesaikan setidaknya satu aitem. Selain itu, pada aitem yang mengungkap aspek somatik/vegetatif, dapat mempersulit interpretasi skor, disebabkan oleh kelahuan dapat terjadi karena depresi, gangguan fisik, atau keduanya (Edelstein, Drozdick, & Ciliberti, 2010).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال