Hirarki Kebutuhan Abraham H. Maslow

Hirarki kebutuhan Abraham H. Maslow terdiri dari 5 tingkatan, yaitu kebutuhan Fisiologis (Faali), Kebutuhan akan rasa aman, Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa cinta, Kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.

Berikut penjelaan lebih lengkap hirarki kebutuhan Abrahan H. Maslow

KEBUTUHAN FISIOLOGIS (FAALI)

Kebutuhan fisiologis adalah tingkatan kebutuhan yang paling dasar, paling kuat dan paling jelas antara kebutuhan manusia adalah kebutuhannya untuk mempertahankan hidup secara fisik, yaitu yaitu kebutuhan akan makan, minum, tempat berteduh, seks, tidur, oksigen dan pemuasan terhadap kebutuhan-kebutuhan itu sangat penting dalam kelangsungan hidup.

Begitupun dengan seorang anak, anak adalah seorang manusia, dan setiap manusia membutuhkan kebutuhan-kebutuhan tersebut, sehingga jika semua kebutuhan fisiologis itu terpenuhi atau terpuaskan maka anak akan ada dorongan untuk memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang lain. Jika anak yang kekurangan makanan, keamanan, kasih sayang, dan penghargaan besar kemungkinannya akan lebih banyak membutuhkan makan dari pada yang lainya. Apabila semua kebutuhan itu kurang terpenuhi, dan organisme itu didominasi oleh kebutuhan-kebutuhan pokok, kebutuhan-kebutuhan lainnya tidak akan ada sama sekali atau terdorong ke belakang. Dengan kata lain anak yang kurang terpenuhi (melarat) kebutuhan pokoknya akan selalu terbayang akan kebutuhan satu ini.

KEBUTUHAN AKAN RASA AMAN

Apabila kebutuhan fisiologis relatif telah terpenuhi, maka akan muncul seperangkat kebuthan-kebuutuhan yang baru yang kurang-lebih dapat di kategorikan (keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas; kekuatan pada diri pelindung, dan sebagainya).

Kebutuhan akan rasa aman merupakan pengatur perilaku eksklusif, yang menyerap semua kapasitas organisme bagi usaha memuaskan kebutuhan itu, dan layaklah apabila organisme itu kita gambarkan sebagai suatu mekanisme pencari keselamatan. Dalam kebutuhan yang ini kita juga dapat mengamati atau melakukan pengamatan terhadap bayi dan kanak-kanak, sebab reaksi terhadap ancaman dan bahaya pada bayi kelihatan lebih jelas ialah karena mereka sama sekali tidak menahan-nahan reaksi ini, sedangkan kanak-kanak akan bereaksi secara total, dan seolah-olah mereka dalam bahaya, apabila mereka di ganggu atau tiba-tiba di lepas, di kejutkan dengan suaru yang nyaring, kilatan sinar, atau ransangan-ransangan syaraf lainnya yang tidak biasa, karena penanganan yang kasar, karena sama sekali kehilangan topangan dari lengan ibunya, atau topangan yang tidak cukup.

Pada bayi kita juga dapat melihat reaksi yang jauh lebih langsung terhadap berbagai penyakit jasmaniah. Kadang-kadang penyakit-penyakit ini kelihatannya mendadak dan karenanya menakutkan, dan kelihatannya membuat anak merasa tidak aman. Misalnya, muntah, sakit perut, atau rasa lainnya yang sangat taja tampaknya membuat anak itu melihat dunia dengan kacamata yang berbeda. Pada saat sakit-seperti itu dapatlah disimpulkan bahwa, bagi anak itu, seluruh dunia tiba-tiba berubah dari cerah menjadi gelap, menjadi tempat dimana segala sesuatu dapat terjadi, dan semua yang dulu mantap menjadi tidak mantap. Jadi seseorang anak yang makanannya tidak baik menjadi sakit, dalam sehari atau dua akan dapat mengembangkan rasa takut, mimpi-mimpi buruk, dan suatu kebutuhan akan perlindungan dan ketentraman hati yang belum pernah dialami sebelum ia sakit.

Suatu petunjuk lainnya dari kebutuhan anak akan keselamatan ialah keinginannya akan semacam rutin atau irama yang tidak terganggu. Misalnya, keadaan-keadaan yang tidak adil, tidak wajar pada orang tua rupanya membuat anak merasa cemas dan tidak aman. Sikap ini mungkin bukan disebabkan karena ketidakadilan itu sendiri atau ras-rasa sakit tertentu yang terlibat didalamnya, melainkan karena perlakuan ini membuat dunia keihatan tidak dapat diandalkan, atau tidak aman. Para psikolog anak maupun guru menemukan bahwa anak-anak membutuhkan suatu dunia yang dapat di ramalkan. Seorang anak menyukai suatu dunia yang dapat di ramalkan. Seorang anak menyukai konsistensi dan kerutinan sampai batas-batas tertentu. Jika unsur ini tidak ditemukan maka ia akan menjadi cemas dan merasa tidak aman. Kebebasan yang ada batasnya lebih di sukai daripada dibiarkan sama sekali. Mungkin dapat di katakan lebih tepat bahwa anak membutuhkan dunia yang teratur dan terstruktur, bukan dunia yang tidak teratur dan tidak terstruktur.

Peran terpusat dari orang tua dan susunan keluarga yang normal tidak dapat di pertentangkan lagi. Percekcokan, serangan fisik, perpisahan, perceraian, atau kematian dalam keluarga mungkin sangat menakutkan. demikian pula ledekan-ledekan amarah atau ancaman hukuman yang di tunjukkna pada anak, mengata-ngatainya, berbicara dengan kasar kepadanya, meanganinya dengan kasar, atau hukuman jasmaniah yang nyata kadang-kadang mendatangkan rasa panik dan teror yang begitu total sehingga kita harus mengasumsikan bahwa lebih banyak dari pada sekedar rasa sakait fisik yang terlibat di dalamnya. Sungguh benar bahwa pada beberapa anak teror ini juga dapat menggambarkan takut kehilangan kasih sayang orang tua, hal ini juga dapat terjadi pada kanak-kanak yang tertolak sama sekali, yang bergantung pada orang tua yang membencinya, sematamata karena keamanan dan perlindungan daripada karena harapan akan kasih sayang.

Menghadapkan anak yang biasa pada rangsangan atau situasi yang baru, tidak di kenal, asing, tidak teratur, akan terlalu sering mendatangkan bahaya atu rakasi teror, seperti misalnya, tersesat atau bahkan terpisah dari orang tu auntuk waktu yang singkat, di hadapkan pada muka-muka baru, situasi-situasi baru, tugas-tugas baru, pemanjdangan terhadap objek-objek yang asing, tidak di kenal, atau tidak terkendalikan, penyakit, atau kematian. terutama pada waktu-waktu seperti itu, bergantungnya anak pada orang tuanya dengan penuh rasa kekalutan, merupakan bukti yang mengesankan terhadap peran orang tua sebagai pelindung (cukup berbeda dari peran mereka sebagai pemberi makanan dan pemberi kasih sayang).

Dari pengamatan-pengamatan ini dan sejenisnya, kita dapat menarik kesimpulan umum dan mengatakan bahwa anak pada umumnya, dan tidak pula orang dewasa dalam masyarakat kita, lebih menyukai dunia yang aman, tertib, teramalkan, taathukum, teratur, yang dapat diandalkannya dan dimana tidak terjadi hal-hal yang tidak di sangka-sangka, tidak dapat di atur, kalut, atau lainnya yang berbahaya, dan dimana, bagaimanapun, ia mempunyai orang tua atau pelindung yang kuat yang melindunginya terhadap bahaya.

Bahwa reaksi–reaksi ini dapat diamati dengan begitu mudah pada anak-anak sedikit-banyak merupakan bukti bahwa nak-anak dalam masyarakat kita tidak merasa terlalau aman (atau dengan kata lain di asuh dengan buruk). Anak-anak yang di asuh dalam keluarga yang tidak menakutkan biasanya tidak memberikan reaksi yang telah di gambarkan. Pada anak-anak seperti ini reaksi-reaksi terhadap bahaya hampir kebanyakan timbul terhadap objek-objek atau situasi-situasi yang juga di anggap berbahaya oleh orang dewasa.

Orang-orang yang dewasa yang sehat dan beruntung dalam kebudayaan kita sebagian besar terpenuhi kebutuhannya akn keselamatan. Masyarakat yang damai-tentram, berjslsn lancar, mantap dan baik biasanya memberikan kepada anggotanya rasa yang cukup aman terhadap hewan liar, suhu yang ekstrem, tindak kejahatan, pembunuhan, kekalutan, tirani, dan sebagainya. Karenanya, dalam arti yang sebenarnya,kebutuhan akan keselamatan tidak lagi motivator yang aktif padanya. Setiap orang kenyang tidak akan merasa lapar lagi, demikian pula orang yang merasa aman tidak merasa dirinya dalam bahaya lagi.

KEBUTUHAN AKAN RASA MEMILIKI DAN RASA CINTA

Apabila kebutuhan-kebutuhan Faali (fisiologi) dan keselamatan cukup terpenuhi, maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan akan cinta, rasa kasih, dan rasa memiliki, dan seluruh jalur yang telah di gambarkan diulangi kembali dengan menempatkan hal-hal ini sebagai titik pusat yang baru. Maka sekarang, dan belum pernah sebelumnya, orang akan sangat merasakan tiadanya kawan-kawan, atau kekasih, atau istri, atau anak-anak. Ia haus akan hubungan yang penuh rasa dengan orang-orang pada umumnya, yakni akan suatu tempat dalam kelompok atau keluarganya, dan ia akan berikhtiar lebih keras lagi untuk mencapai tujuan ini. Ia akan bermaksud mendapatkan tempat seperti itu lebih daripada lainnya di dunia ini, dan mungkin dengan melupakan bahwa, ketika lapar, ia pernah mencemoohkan cinta sebagai sesuatu yang tidak nyata, atau tidak perlu atau tidak penting. Sekarang ia akan sangat merasakan perihnya rasa kesepian itu, pengucilan sosial, penolakan, tiadanya keramahan, keadaan yang tak menentu.

Sedikit sekali informasi yang kita miliki mengenai rasa memiliki itu, meskipun ini merupakan tema yang umumdalam ceritera-ceritera roman, riwayat-diri, syair, dan sandiwara-sandiwara serta juga dalm kepustakaan sosisologi yang mutakhir. dari ceritera-ceriter aini kita mengetahui secara umum efek yang merisakbila anak-anak terlalu sering berpindahpindah tempat; karena disorientasi; karena mobilitas yang berlebih-lebihan yang umumnya dipaksakan oleh industrialisasi; karena keadaan yang tidak menentu, atau karena adanya rasa benci terhadap asal-usul seseorang, kelompok seseorang; karena terenggut dari rumah dan keluarga, teman-teman serta para tetangga; karena menjadi penduduk sementara atau pendatang baru dan bukan penduduk setempat. Kita sering mengecilkan arti lingkungan tetangga, wilayah, golongan, kelas, kumpulan, teman-teman kerja seseorang. Bahwa besarnya jumlah dan laju pertambahan kelompok-kelompok-T dan kelompok perkembangan pribadi dan masyarakat-masyarakat lainnya yang mempunyai maksud tertentu sebagian memotifkan kekhausan yang belum dipenuhi akan hubungan ini, akan keakraban, akan rasa saling memilikidan kebutuhan untuk mnegatasi perasaan alienasi, tersendiri, keadaan uang asing, dan kesepian yag makin meluas, yang makin diperburuk oleh mobilitas kita, hancurnya pengelompokan tradisional, cerai-berainya keluiarga, senjang generasi, urbanisasi dan hilangnya keterburukan desa yang ters berlangsung, dan kedangkalan persahabatan di Amerika sebagai akibat daripada semunya itu. Setiap masyarakat yang baik, bagaimanpun caranya, harus memenuhi kebutuhan ini, jika ingin bertahan dan sehat.

Dalam masyarakat kita rintangan terhadap pemenuhan kebuutuhan ini merupakn inti yang paling sering diketemukan dalam berbagai kasus yang menunjukkan kegagalan untuk menyesuaikan diri dan patologi yang lebih gawat lagi. Cinta dan kasih sayang, demikian pula kemungkinan pengungkapannya dalam seksualitas, umumnya di pandang ambivalen dan biasanya di pagari dengan banyak pembatasan dan larangan. Hampir semua teoritis psikapatologi menekankan rintangan terhadap kebutuhan untuk bercinta seebagai sebab utama dari kurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri.Satu hal yang harus di tekankan mengenai hal ini bahwa cinta tidaklah sinonim sex. Sex dapat diteaah sebagai sutu kebutuhan fisik yang murni. perilaku seksual biasa di tentukan oleh banyak hal, yakni, bukan hanya di tentukan oleh kebutuhan-kebutuhan seksual tetapi juga oleh kebutuhankebutuhan lainnay, dalam hal man yang paling utama ialah kebutuhan-kebutuhan akan cinta dan kelembutan hati. Yang juga tidak boleh di lupakan adalah bahwa kebutuhan-kebutuhan akan cinta mencangkup baik yang memberi maupun yang menerima.

Menurut Maslow, cinta menyangkut suatu hubungan sehat dan penuh kasih mesra antara dua orang, termasuk sikap saling percaya. Dalam hubungan yang sejati tidak akam ada rasa takut, sedangkan berbagai bentuk pertahanan pun akan runtuh. Sering kali cinta menjadi rusak jika salah satu pihak merasa takut kalau-kalau kelemahan-kelemahan serta kesalahan-kesalahannya terungkap.

KEBUTUHAN AKAN HARGA DIRI

Semua orang dalam masyarakat kita (dengan beberapa pengecualian yang patologis) mempunyai kebutuhan atau menginginakan penilaian terhadap dirinya yang mantap, mmpunyai dasar yang kuat, dan biasanya bermutu tinggi, akan rasa hormat diri, atau harga diri, dan penghargaan akan orangorang lainnya. Karenaya, kebutuhan-kebutuhan ini dapat siklasifikaiskan dalam dua perangkat tambahan. Yakni, pertama, keinginan akan kekuatan, akan prestasi, akan kecukupan, akan keunggulan dan kemampuan, akan kepercayaan pada diri sendiri dalam menghadapi dunia, dan akan kemerdekaan dan kebebasan. Kedua, kita memiliki apa yang dapat kita katakana hasrat akan nama baik atau gengsi, pretise (yang dirumuskan sebagai penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian, arti yang peenting, martabat, atau apresiasi. Kebutuhan-kebutuhan ini telah di tekankan secara relatif oleh Fred Adler dan para pengikutnya, dan relatif telah di abaikan Frued. Namun, sekarang apresiasi itu kelihatan makin meluas periahal pentingnya hal-hal itu secara sentral, baik di kalangan psikoanalis maupun di kalangan psikolog klinis.

Pemenuhan kebutuhan akan harga-diri membawa perasaan percaya pada diri-sendiri, kegunaan, kekuatan, kapabilitas, dan kalaikan, akan kegunaan dan rasa diperlukan oleh dunia. Tetapirintangan  menuju pemenuhan kebutuhan ini menimbulkan perasaan-perasaan rendah-diri, kelemahan, dan tidak berdaya. Pada gilirannya peasaan-perasaan ini melahirkan keputusasaan yang mendasar atau, jika tidak demikian berbagai kecendrungan kompensatif atau neorotis. Makin lama makin banyak kita pelajari tentang bahaya dari sikap menyerahkan harga-diri pada pendapat orang lain dan bukan pada kapasitas, kompetensi, dan kelaikan yang sebenarnya terhadap tugas.

Harga-diri yang paling mantap dan karenanya paling sehat dilandaskan pada pada penghargaan yang di peroleh dari orang lain dan bukan pada ketenaran atau kemasyhuran faktor-faktor luar dan pujian yang berlebihan dan tidak mendasar. Dalam hal ini pun perlu di bedakan antra kompetensi dan prestise yang sebenarnya yang hanya di landaskan pada kemauan keras, ketetapan hati dan tanggungjawab, daipada hal yang datangnya secara alami dan dengan mudah dari dalam sifat seseorang yang sesungguhnya, konstitusi seseorang, nasib atau takdir biologis  seseorang, atau, yang seperti dikatakan oleh Horney, datang dari Diri Sejati dan bukan dari diri yang semu yang dicita-citakan.

AKTUALISASI DIRI

“If all o these needs are not met, and then the human being will be managed by physical needs, while the other may be disappeared or neglected”.

Aktualisasi diri dapat didefenisikan sebagai perkembangan yang paling tinggi dan penggunaan semua bakat kita, pemenuhan semua kualitas dan kapasitas kita. kita harus menjadi menurut potensi kita untuk menjadi. Meskipun kebutuhan-kebutuhan dalam tingkat yang lebih rendah di puaskan, seperti merasa aman secara fisik maupun emosional, mempunyai perasaan memiliki dan cinta serta merasa bahwa diri kita adalah individu-individu yang berharga, namun kita akan merasa kecewa, tidak tenang dan tidak puas jika kita gagal berusaha untuk memuaskan kebutuuhan akan aktulisasi diri.

Suatu perasaan puas dan kegelisahan yang baru, kecuali apabila orang itu melakukan apa yang secara individual, sesuai baginya. Seorang musisi harus menciptakan musik, seorang artis harus melukis, seorang musisi harus bersyair, jika pada akhirnya ia ingin tenteram. Orang yang dapat menjadi sesuatu, harus menjadi sesuatu. Munculnya kebutuhan yang kelihatan dengan jelas ini biasanya berdasarkan suatu pemenuhan kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan keselamatan, cinta dan harga diri yang ada sebelumnya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال