Sejarah Perbankan Islam

Sejarah perbankan Islam sudah sangat lama, dengan membandingkan ajaran Islam itu sendiri, bahkan ada sejak belum adanya Islam. Jika dilihat dari sejarah berdirinya Bank Islam sebenarnya pada Zaman pra-Islam sudah ada bentuk-bentuk perdagangan yang pada zaman sekarang telah dikembangkan dalam suatu bisnis yang lebih modern. Bentuk-bentuk itu misalnya al-Musyarokah, at-takaful, kredit kepemilikan barang dan pinjaman dengan tambahan bunga. Bentuk perdagangan tersebut telah berkembang di jazirah Arab khususnya berpusat di kota Makkah, Jeddah, dan Madinah. Jazirah yang berada di jalur perdagangan Asia, Afrika, Eropa kemungkinan besar telah dipengaruhi bentuk-bentuk ekonomi Mesir purba, Yunani kuno dan Romawi 2500 tahun SM telah mengenal sistem perbankan. Kemudian di Babilonia yang telah menjadi wilayah Irak juga telah mengenal sistem perbankan hampir dari 2000 tahun SM.
Pada waktu itu sikap para umat tentang larangan riba sangat banyak. Kepatuhan umat terhadap larangan riba ini diarahkan kepada kegiatan-kegiatan ekonomi yang tidak terlarang, dan telah terbukti mampu mengantarkan umat Islam kepada masa kejayaannya mulai sekitar tahun 633 masehi hingga ratusan tahun kemudian. Pada masa Rasulullah secara umum bank adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama yang menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan memberikan jasa pengiriman uang.
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah. Praktek-praktek seperti ini menerima penitipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan juga untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah dilakukan sejak zaman Rasulullah.
Salah satu kegiatan usaha yang paling dominan dan sangat dibutuhkan keberadaannya di dunia ekonomi dewasa ini adalah kegiatan usaha lembaga keuangan perbankan, oleh karena fungsinya sebagai pengumpul dana yang sangat berperan demi menunjang pertumbuhan ekonomi suatu bangsa. 
Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam bahkan sejak zaman Rasulullah SAW. Rasululah SAW yang dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.
Oleh karena bunga uang secara fiqih dikategorikan sebagai riba yang berarti haram, di sejumlah negara Islam dan berpenduduk mayoritas Muslim mulai timbul usaha-usaha untuk mendirikan lembaga bank alternatif non-ribawi. Hal ini terjadi terutama setelah bangsa-bangsa Muslim memperoleh kemerdekaannya dari para penjajah bangsa Eropa. Usaha modern pertama untuk mendirikan bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan tahun 1940-an tetapi usaha ini tidak sukses. Eksperimen lain dilakukan di Pakistan pada akhir tahun 1950-an, di mana suatu lembaga perkreditan tanpa bunga didirikan di pedesaan negara itu.
Gagasan mengenai Bank Syariah telah muncul sejak lama, ditandai dengan banyaknya pemikir-pemikir muslim yang menulis tentang keberadaan Bank Islam, misalnya Anwar Qureshi (1946), Naeim Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952).
Secara kolektif gagasan berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam konferensi negara-negara Islam sedunia di Kuala Lumpur, Malaysia pada bulan April 1969 yang diikuti 19 negara peserta.
Konferensi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu:
  1. Tiap keuntungan haruslah tunduk kepada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba itu sedikit/banyak haram hukumnya 
  2. Diusulkan supaya dibentuk suatu bank syariah yang bersih dan sistem riba dalam waktu secepat mungkin 
  3. Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga diperbolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat.
Istilah lain yang digunakan untuk sebutan Bank Islam adalah Bank Syariah. Bank Islam adalah suatu lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya telah disesuaikan dengan prinsip-prinsip Syariat Islam. Bank Islam wajib mengikuti dan berpedoman pada ketentuan-ketentuan yang ada pada zaman Rasulullah, bentuk-bentuk yang sudah ada ataupun bentuk- bentuk usaha yang baru dan tidak menyimpang dari ketentuan Al-Quran dan Hadis. 
Kemudian sejarah lainnya bagi perkembangan bank Islam yaitu dengan didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendiriannya diawali dengan sidang menteri luar negeri negara-negara Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Karachi, Pakistan pada bulan Desember 1970, dimana Mesir mengajukan proposal untuk mendirikan bank syariah Internasional. Setelah melalui persetujuan negara-negara OKI lainnya dan tahapan-tahapan tertentu, maka pada tahun 1975 berdirilah Islamic Development Bank (IDB) yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri.
Lembaga ini kemudian berperan penting dalam memenuhi kebutuhan dana negara-negara Islam untuk pembangunan dan secara aktif memberi jaminan bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. Di samping itu, berdirinya IDB juga memotivasi banyak negara lain untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, dan Turki.
Di Indonesia, bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia terus berkembang. Bank Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah, maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah.
Bank Muamalat sempat terkena permasalahan oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an. Kemudian, Islamic Development Bank (IDB) memberikan pemasukan dana sehingga pada periode 1999-2002 dapat kembali bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan Bank Syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan serta lebih spesifiknya pada Peraturan Pemerintah No.72 tahun 1992 tentang Bank berdasarkan prinsip bagi hasil.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال