Khasiat Daun Babandotan

Daun Babandotan  secara luas digunakan dalam  obat tradisional oleh berbagai budaya di seluruh dunia, meskipun aplikasinya pada masing-masing  negara berbeda.  Contohnya di Afrika Tengah babandotan digunakan untuk mengobati pneumonia, tetapi paling umum digunakan adalah untuk menyembuhkan luka dan luka bakar. Di Brasil ekstrak daun segar atau seluruh tanaman telah digunakan untuk mengobati kolik, flu dan demam, diare, rematik, kejang, atau sebagai tonik (Ming, 1999). 
Di India, babandotan digunakan dalam pengobatan kusta dan untuk mengobati penyakit dalam. Kegunaan lain dari babandotan sebagai obat gatal, penyakit tidur, obat kumur untuk sakit gigi, antitusive, tonik dan membunuh kutu (bagian bunga babandotan).  Daun digunakan untuk sebagai anti inflamasi anti-inflamasi, insektisida, sakit kepala, bisul, penyakit kulit seperti kurap, tipus, penangkal racun ular, antitetanus, infeksi tenggorokan, gusi sakit, penyembuhan luka dan keputihan. Bagian akar digunakan sebagai antilithic, obat diare pada bayi dan mempunyai  aktivitas nematisida dan mempunyai potensi untuk mengendalikan hama (Kamboj dan Saluja, 2008). Babandotan rasanya sedikit pahit, pedas dan sifatnya netral. Daun babandotan dapat pula digunakan sebagai insektisida nabati (Dalimartha, 2006).
Babandotan berasal dari Amerika tropis. Di Indonesia, babandotan merupakan tumbuhan liar dan lebih dikenal sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) di kebun dan ladang.  Tumbuhan ini, dapat ditemukan juga di pekarangan rumah, tepi jalan, tanggul, dan sekitar saluran air pada ketinggian 1-2.100 m di atas permukan laut (dpl). Jika daunnya telah layu dan membusuk, tumbuhan ini mengeluarkan bau tidak enak (Dalimartha, 2006). 
Morfologi  Daun Babandotan
Babandotan tergolong ke dalam tumbuhan terna semusim, tumbuh tegak atau bagian bawahnya berbaring, tingginya sekitar 30-90 cm dan bercabang. Batang bulat berambut panjang, jika menyentuh tanah akan mengeluarkan akar. Daun bertangkai, letaknya saling berhadapan dan bersilang (compositae), helaian daun bulat telur dengan pangkal membulat dan ujung runcing, tepi bergerigi dengan panjang 1-10 cm, lebar 0.5-6 cm, kedua permukaan daun berambut panjang dengan kelenjar yang terletak di permukaan bawah daun, warnanya hijau. Bunga majemuk berkumpul 3 atau lebih, berbentuk malai rata yang keluar dari ujung tangkai, warnanya putih. Panjang bonggol bunga 6-8 mm, dengan tangkai berambut. Buahnya berwarna hitam dan bentuknya kecil. Babandotan dapat diperbanyak dengan biji (Dalimartha, 2006). Suhu optimum perkecambahan berkisar 20°-25°C  dan mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi ekologi (Ming, 1999).
Kandungan Kimia Babandotan
Herbal babandotan mengandung asam amino, organacid, pectic sub-stance, minyak atsiri, kumarin, friedelin, β-siatosterol, stigmasterol, tannin sulfur dan potassium klorida. Akar babandotan mengandung minyak atsiri, alkaloid dan kumarin (Dalimarta, 2006). Daun dan bunga mengandung saponin, flavonoid dan polifenol, disamping itu daunnya juga mengandung minyak atsiri (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
Kamboj dan Saluja (2008) telah meneliti bahwa kandungan minyak dalam daun babandotan bervariasi antara 0.11% - 0.58% sedangkan pada akar sebanyak 0.03% - 0.18% dan 0.2% pada bagian bunga dalam bentuk segar. Hasil minyak dari ekstrak  petroleum eter dari biji sebanyak 26%. Tanaman babandotan mengandung monoterpen dan seskuiterpen yang merupakan campuran kompleks yang terdiri dari 213 senyawa [unsur-unsur yang berhasil diidentifikasi meliputi 20 jenis monoterpen, 20 seskuiterpen, 3 jenis phenylpropanoids dan benzenoid], kromen, kromon, benzofuran, kumarin, flavonoid, triterpen, sterol dan alkaloid.
Ekstrak alkohol tanaman memiliki aktivitas insektisida terhadap Musca domestica dan Tribolium castaneum. Sedangkan pada ekstrak petroleum eter dan aseton menunjukkan aktivitas terhadap hormon juvenil pada Culex quinquefasciatus, A. aegypti dan Anopheles stephensi. Ekstrak metanol tanaman babandotan dalam dosis tinggi diketahui dapat menekan populasi vektor malaria A. stephensi, sedangkan pada konsentrasi rendah dapat menimbulkan cacat perkembangan dan akhirnya menyebabkan penurunan indeks pertumbuhan pada larva instar II dan IV. Dalam studi lain, konsentrasi yang lebih tinggi dari ekstrak kasar babandotan juga dapat menekan populasi vektor C. quinquefasciatus.
Penelitian yang dilakukan oleh Utami dan Robara (2008) terhadap berbagai ekstrak dari daun babandotan berhasil mengidentifikasi 4 senyawa alkaloid. Diperkirakan ada 5500 alkaloid yang telah diketahui yang merupakan golongan metabolit terbesar dalam tanaman. Tidak ada satupun definisi yang memuaskan tentang alkaloid, tetapi alkaloid umumnya mengandung senyawa-senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen.
Alkaloid merupakan racun saraf bagi serangga, sedangkan tanin merupakan racun perut yang menghalangi serangga dalam mencernakan makanan sehingga akan terjadi penurunan  pertumbuhan pada serangga. Sementara itu saponin yang terdapat pada berbagai jenis tumbuhan, jika termakan oleh serangga dapat menurunkan aktivitas enzim pencernaan dan penyerapan makanan (racun pencernaan) (Nursal dan Siregar, 2005).    

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال