Usia Ideal Untuk Melangsungkan Perkawinan

Di Indonesia ternyata masih banyak terjadi perkawinan di bawah umur. Itu semua terjadi karena pengaruh lingkungan atau karena didikan orang tua sejak kecil yang di tanamkan pada anak-anak mereka hingga masa dewasa. Kebiasaan yang masih sering terjadi seperti itu memang tidak buruk. Namun di samping ada segi positifnya, juga ada segi negatifnya.
Para psikolog mengkhawatirkan perkawinan yang terjadi di bawah umur akan menemui batu sandungan karena sangat bergantung pada keadaan jiwa seseorang. Hal itu senada yang diungkapkan oleh para dokter, bahwa sebelum melangsungkan pernikahan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir secara jernih dan matang terutama kesiapan jasmaninya.
Karena itu sudah menjadi kewajiban orang tua untuk mempersiapkan anak-anak mereka sebaik mungkin dengan memberikan pendidikan yang memadai. Kepada mereka hendaknya ditekankan bahwa alangkah baiknya melangsungkan pernikahan setelah mencapai usia kedewasaan. Sebab cara berpikir seseorang sangat dipengaruhi oleh tingkatan umur, semakin matang umurnya semakin matang pula cara berpikirnya
Menurut Diane E. Papalia dan Sally Wendkos dalam bukunya Human Development 1995, mengemukakan bahwa usia terbaik untuk melakukan pernikahan bagi perempuan adalah 19 sampai dengan 25 tahun, sedangkan untuk laki-laki usia 25 sampai 28 tahun diharapkan sudah menikah. Karena ini adalah usia terbaik untuk menikah baik untuk memulai kehidupan rumah tangga maupun untuk mengasuh anak pertama.
Dalam kompilasi hukum Islam (KHI) pasal 15 telah di sebutkan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang telah di tetapkan dalam pasal 7 undang-undang no.1 tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon istri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun.
Sementara menurut Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, dalam usia kurang dari 21 tahun seorang anak, jika mau menikah harus seizin orang tua, dan KUA (Kantor Urusan Agama) tidak akan menikahkan mereka sebelum ada izin dari orang tua. Suatu pernikahan tanpa seizin orang tua, dimana mereka atau salah satu dari mereka berusia kurang dari 21 tahun, maka pernikahannya tidak sah. Kecuali mereka telah mendapat izin dari pengadilan berupa dispensasi pengadilan yang mereka ajukan sendiri ke pengadilan yang mewilayahi tempat tinggal mereka, sehingga dengan adanya izin dari pengadilan itu KUA dapat menikahkan mereka.
Bagi seorang wanita yang tidak direstui/dizinkan maka sebagai walinya adalah wali hakim. Dispensasi dari pengadilan itu adalah sebagai pengganti izin dari orang tua, dimana orang tua atau wali yang disebut dalam pasal 6 ayat 3,4, dan 5 enggan menikahkan mereka. Secara hukum pernikahan mereka sah, sebab semua rukun dan syarat telah terpenuhi.
Dalam perkawinan, usia dan kedewasaan memang menjadi hal yang harus diperhatikan bagi para pria dan wanita yang ingin melangsungkan perkawinan. Karena bila kita melihat fenomena yang ada, pada orang yang dewasa ketika berumah tangga dipandang akan dapat mengendalikan emosi dan kemarahan yang sewaktu-waktu akan muncul dalam keluarga. Ini dimungkinkan karena kualitas akal dan mentalnya sudah relative stabil sehingga dapat mengontrol diri sendiri maupun dengan pasangan dan lingkungan sekitar.
Kedewasaan dalam bidang fisik-biologis, sosial ekonomi, emosi dan tanggung jawab serta keyakinan agama, ini merupakan modal yang sangat besar dan berarti dalam upaya meraih kebahagiaan.
Bila diklasifikasikan aspek-aspek yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai ukuran kualitas pribadi, menyebabkan batasan usia nikah tidak dapat dihindari.
Setidaknya ada beberapa macam hal yang diharapkan dari pendewasaan usia, seperti:
Pendidikan dan keterampilan
Dalam bidang pendidikan dan keterampilan merupakan aspek yang sangat penting sebagai bekal kemampuan yang harus dimiliki bagi seseorang yang melangsungkan perkawinan. Hal ini sebagai penopang dan sumber memperoleh nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan dalam rumah tangga.
Dalam proses pendidikan yang ditempuh diharapkan dapat terpancar ilmu pengetahuan sebagai bekal yang tiada tara bila dibandingkan dengan potensi lainnya. Juga bagi seorang wanita, sekalipun bukan sebagai kepala rumah tangga tetapi akan sangat berpengaruh dalam pembentukan rumah tangga dan dalam mewarnai kepribadian anak. Seorang ibu yang baik dan berilmu akan mampu mengarahan anak-anaknya menjadi anak-anak yang berpribadi luhur dan berakhlak mulia. Karena itu peran seorang ibu amatlah besar yang tidak dapat diabaikan.
Psikis dan Biologis
Mentalitas yang mantap merupakan satu kekuatan besar dalam memperoleh keutuhan sebuah rumah tangga. Keseimbangan fisik dan psikis yang ada pada setiap individual manusia dapat membuahkan ketahanan dan kejernihan akal sebagai jenis persoalan yang dihadapi. Akal yang potensial baru dapat muncul etelah mengalami berbagai proses dan perkembangan. Aspek biologis merupakan potensi yang sangat dominan terhadap keharmonisan rumah tangga. Oleh karena itu keberadaannya tidak boleh diabaikan begitu saja.
Sosial Cultural
Pada sisi ini, seorang individu diharapkan mampu membaca kondisi dilingkungan sekitar dan dapat menyesuaikannya. Hal ini agar tercipta suasana dimana dalam suatu rumah tangga yang dibina diakui keberadaannya oleh masyarakat sekitar sebagai bagian dari anggota masyarakat sehingga keluarga yang dibentuk tidak merasa terisolasi dari pergaulan yang bersifat umum.
Secara sosiologis kedewasaan merupakan merupakan sesuatu yang didasari atas perbedaan peran sosial yang ditempati. Artinya tingkat perkembangan kedewasaan berbeda-beda sesuai dengan tempat dan lingkungannya. Bagi pasangan dalam satu keluarga perlu memahami dan membekali akan pengetahuan ini, agar kelengkapan potensi yang diperkirakan dapat tercukupi.
Dari uraian-uraian tadi, dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pembatasan usia dalam perkawinan ialah:
  1. Untuk mendapatkan pasangan yang berkualitas, siap memasuki dan mengarungi bahtera kehidupan berumah tangga.
  2. Agar didapati pribadi yang mandiri di keluarga yang kuat dan kokoh dalam menghadapi segala problematika keluarga.
  3. Agar didapati keturunan yang baik dan berkepribadian luhur dan mulia.
Banyak manfaat dari perkawinan di usia muda, namun demikian manfaat ini hanya bisa dirasakan oleh mereka yang sungguh-sungguh ikhlas menikah untuk ibadah di antaranya:
  1. Menyelamatkan diri dari penyimpangan seks --- Mereka yang menyegerakan menikah karena takut terjerumus pada lembah perzinahan sangat agung dalam pandangan agama.
  2. Sehat jasmani dan rohani --- Penyaluran seks yang benar itulah yang menjadi kunci kesehatan jasmani dalam rumah tangga.
  3. Lebih cepat memiliki keturunan --- Diantara tujuan perkawinan adalah untuk memiliki keturunan, nikah di usia muda memungkinkan mempercepat keturunan. Bagi istri memiliki anak dalam rentang waktu usia 20-35 tahun adalah saat yang paling baik, sebaliknya mereka yang baru menikah di atas 30 tahun akan memiliki waktu subur yang sempit.
  4. Lebih banyak nilai ibadah --- Rumah tangga lebih banyak memberikan nilai ibadah, karena banyak lahan amal dalam rumah tangga. Bagi suami menghidupi anak istri, memberikan nafkah batin, dan lain sebagainya adalah perbuatan yang sangat mulia bahkan tergolong jihad. Begitu juga istri dalam menyediakan makanan bagi suami, menyambut saat datang kerja, mendidik anak-anak akan mendapatkan pahala yang berlimpah.
  5. Lebih cepat dewasa --- Banyak halangan dan rintangan dalam hidup berumah tangga. Halangan itu bila di renungi memberikan pendidikan mental yang baik. Mereka yang sering di terpa barbagai kesulitan akan mudah memahami hidup, karena itu dengan berumah tangga lebih cepat mendewasakan seseorang dan ini penting artinya bagi kelangsungan hidup berikutnya. Semakin cepat menikah maka akan cepat seseorang mencapai kedewasaan.
Namun demikian, secara umum pernikahan di usia muda mengandung beberapa kelemahan dan membahayakan kelestarian sebuah rumah tangga, diantara kelemahannya adalah:
  1. Belum memiliki kematangan dalam mengurus keluarga, hingga berpengaruh terhadap melemahnya struktur keluarga.
  2. Kemungkinan menghasilkan keturunan yang lemah, baik fisik maupun kecerdasannya.
  3. Para wanita usia muda yang belum siap memasuki rumah tangga akan banyak menderita, berkeluh kesah dan belum mampu melaksanakan fungsi dan pernannya sebagai seorang ibu yang baik.
  4. Besar kemungkinan rusaknya sebuah struktur keluarga, sehingga menyebabkan terjadinya perceraian.

1 Komentar

  1. Sepertinya artikel ini sangat memotivasi Owner psychologymania utk segera menikah

    ditunggu kabarnya pak,

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال