Perkembangan Emosi pada Anak

Perkembangan emosi anak di pengaruhi oleh usia kronologis anak. Semakin bertambah usianya, emosi anak akan semakin berkembang. Perkembangan emosi anak dengan bertambahnya usia, bukan hanya mengenai ketepatan mengekspresikan emosi, tetapi juga adanya diferensiasi perasaan emosi.
Emosi anak adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari dalam diri anak tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Tidak sulit bagi orang tua untuk mengenali berbagai reaksi emosi anak ini. Tapi, yang paling penting adalah menyikapi emosi anak dengan tepat. Kita semua, tentunya, ingin menumbuhkan kematangan si kecil dalam mengekspresikan berbagai emosinya.
Ekspresi Emosi Anak Terus berkembang
Erik H. Erikson, tokoh perkembangan psikososial masyhur kelahiran Jerman, merumuskan tahap perkembangan emosi manusia yang disebutnya krisis psychosocial, dari lahir hingga dewasa (lansia/life span). Pada ulasan ini, kita hanya sampai pada perkembangan inisiatif anak sekitar umur 5 tahun.
Anak Menumbuhkan Rasa Percaya
Masa ini terjadi sejak bayi hingga kira-kira usia dua tahun. Anak usia ini bila dirawat dengan penuh cinta, akan tumbuh dengan rasa percaya diri dan optimis. Dari bayi hingga usia satu tahun, anak mengalami proses kematangan emosi tertentu. Ekspresi positif, misalnya, ia munculkan melalui senyum. Menjelang tahun kedua usianya, anak sadar bahwa senyumnya dapat membuat orang lain di sekitarnya merasa gembira. Sebaliknya, si kecil pun paham bahwa dengan menangis ia dapat mengendalikan orang di sekitarnya.
Masalah emosi yang bisa muncul pada anak usia ini adalah takut gelap, takut orang asing, takut sendiri, dan takut suara keras. Orang tua amat berperan dalam mengelola problema ini. Anak yang selalu memperoleh rasa aman, ditenangkan dan tidak ditakut-takuti, dengan sendirinya akan lebih mudah mengatasi rasa takutnya. Ia akan lebih mandiri.
Anak Belajar Mandiri
Proses mulai belajar mandiri terjadi di usia 18 bulan hingga empat tahun. Anak usia ini sebenarnya berada pada awal krisis emosi. Ia cenderung tantrum , kemauannya tak terbantahkan, bandel dan keras kepala. Karena itu, kita sering dengar istilah terrible two's . (sambung dengan yang di bawah) Semua itu terjadi karena sebenarnya anak seusia ini penuh spontanitas. Ia akan cenderung mengekspresikan perasaannya seketika itu juga..
Masalah emosi yang bisa muncul pada anak usia ini adalah takut berpisah, gerakan yang tiba-tiba, bunyi-bunyian asing serta ketakutan yang terjadi hanya pada malam hari. Kunci permasalahan pada tahap ini ialah belajar mengelola perasaan dan spontanitas, tanpa menghilangkannya sama sekali.
Anak Belajar Berinisiatif
Masa ini terjadi di usia sekitar tiga hingga lima tahun. Bila pada usia-usia sebelumnya reaksi emosi anak ditangani dengan baik, ia akan mengembangkan kemampuan berimajinasi atau berfantasi dengan sehat pula. Ia juga akan mampu bekerja sama dengan orang lain dalam jangka waktu lama, serta dapat memimpin dan mengikuti pemimpin. Tetapi di usia ini anak juga mengalami ketakutan, tergantung pada teman sekelompoknya, dan masih terlalu tergantung pada orang dewasa.
Anak usia ini paham bahwa dorongan-dorongan emosinya memiliki konsekuensi. Kalau ia mengatakan, “Aku benci kamu!” Ia akan mengaitkan kata-katanya tadi dengan wajah sedih yang ditampilkan lawan bicaranya. Ini memberinya kemampuan untuk merencanakan dan mengantisipasi.Ia mampu memisahkan mana perasaannya, mana perasaan orang lain, dan dampaknya terhadap perasaannya sendiri.
Masalah emosi yang bisa muncul pada usia-usia ini adalah fobia, mimpi buruk, gangguan pada bicara, mengompol, takut binatang, membayangkan monster dan takut terluka.
Cara Mengembangkan Emosi Positif Anak
Anak membutuh dukungan bagi perkembangan emosinya. Lima prinsip berikut ini perlu diketahui orang tua untuk mengembangkan emosi anak, yaitu:
  1. Tetapkan waktu bermain setiap hari dengan anak. Beri kesempatan pada anak untuk menentukan apa yang ingin ia lakukan bersama Anda. Tempatkan anak pada posisi pemimpin dan Anda pada posisi yang dipimpin.
  2. Luangkan waktu untuk memecahkan masalah bersama anak. Ketika anak merasa sedih karena tidak diajak bermain oleh temannya, bantu anak mencari penyebabnya, kemudian cari bersama pemecahannya. Acara semacam ini membantu anak belajar berpikir logis dalam mengatasi masalah emosinya, dan menumbuhkan kemampuannya untuk mengantisipasi, serta berkesempatan mengatasi masalah emosinya sendiri.
  3. Melihat masalah dari sudut pandang anak . Kalau kita sungguh-sungguh mendengarkan dan berempati terhadap anak, kita dapat memahami alasan anak melakukan segala sesuatu. Misalnya, saat si kecil mengamuk, Anda perlu mendengarkan alasan mengapa ia melakukan hal itu. Saat Anda paham betul perasaan si kecil, Anda mungkin sekalki tidak akan ikut-ikutan marah.
  4. Minimalkan masalah. Saat si kecil merasa jengkel karena gagal menyusun balok menjadi bentuk gedung yang ia inginkan, misalnya, Anda dapat menunjukkan penyebab kegagalannya.
  5. Berikan batasan. Batasan memberi bimbingan dan rasa aman kepada anak. Menetapkan batasan dapat dikombinasi dengan waktu bermain bersama anak, khususnya ketika anak menunjukkan perilaku buruk
Cara Menghadapi Gejolak Emosi Anak
Emosi pada anak masih sangat labil. Bahkan terkadang tidak bisa di prediksi. Kadang bahagia, tetapi sesaat kemudian dia marah, dan sedih atau adanya penunjukkan emosi yang tidak tepat atau bahkan merusak. Dibawah ini diberikan tips menghadapi emosi anak:
  1. Latih anak usia dua tahun untuk berbicara dengan baik. Kalau anak berteriak, “Minum lagi! Mana jusnya yang tadi?” Anda dapat mencontohkan, “Saya masih haus. Minta jusnya lagi, boleh?”
  2. Bila anak tantrum , tetaplah tenang, hindari berteriak ke arah anak, bicara dengan lembut, kemudian peluklah anak.
  3. Bila anak takut pada bunyi-bunyian, misalnya bunyi blender atau bunyi vacuum cleaner , ajak anak mencari sumber suara. Tetap peluk anak. Tunjukkan padanya bahwa sumber suara tidak berbahaya bagi siapa pun. Cara ini mengajar anak mengenali sumber ketakutannya. Hindari menakut-nakuti anak, karena anak tidak akan pernah belajar mengatasi rasa takutnya.
  4. Kegembiraan anak berkait erat dengan aktivitasnya. Sediakan pasir, tanah, air dan lempung. Anak-anak sangat menyukai bermain kotor dan belajar sesuatu yang luar biasa dengan mencampur, mengaduk dan membentuk.
  5. Jangan memberikan contoh pada anak yang jelek. Misalnya untuk menghilangkan perilaku jeleknya, anak ditakut-takuti akan adanya hantu, setan dan lain-lain. Tumbuhkan sikap-sikap yang positif, baik itu ucapan, tindakan dan lain-lain.

Referensi:
Mc Devit,TM.,Jeanne,EO. (2010). Child development and Education (4th ed).New Jersey:Pearson.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال