Gangguan Tingkah Laku

Gangguan tingkah laku adalah gangguan yang bersifat interaksional antara individu dengan lingkungannya. Definisi gangguan tingkah laku pada DSM-IV-TR memfokuskan pada perilaku yang melanggar hak-hak dasar orang lain dan norma-norma sosial utama.
Tipe perilaku yang dianggap sebagai simtom gangguan tingkah laku mencakup agresi dan kekejian terhadap orang lain atau hewan, merusakkan kepemilikan, berbohong, dan mencuri. Gangguan tingkah laku merujuk pada berbagai tindakan yang kasar dan sering dilakukan yang jauh melampaui kenakalan dan tipuan praktis yang umum dilakukan anak-anak dan remaja. Seringnya, perilaku ini ditandai dengan kesewenang-wenangan, kekejian dan kurang penyesalan.
Kriteria gangguan tingkah laku dalam DSM-IV-TR:
  1. Pola perilaku yang berulang dan tetap yang melanggar hak-hak dasar orang lain atau norma-norma sosial konvensional yang terwujud dalam bentuk tiga atau lebih perilaku dibawah ini dalam 12 bulan terakhir dan minimal satu diantaranya dalam enam bulan terakhir: (a) Agresi terhadap orang lain dan hewan, contohnya mengintimidasi, memulai perkelahian fisik, melakukan kekejaman fisik kepada orang lain atau hewan, memaksa seseorang melakukan aktivitas seksual. (b) Menghancurkan kepemilikan (properti), contohnya membakar, vandalisme. (C) Berbohong atau mencuri, contohnya, masuk dengan paksa ke rumah atau mobil milik orang lain, menipu, mengutil. (d) Pelanggaran aturan yang serius, contohnya tidak pulang ke rumah hingga larut malam sebelum usia 13 tahun karena sengaja melanggar peraturan orang tua, sering membolos sekolah sebelum berusia 13 tahun.
  2. Disabilitas signifikan dalam fungsi sosial, akademik atau pekerjaan.
  3. Jika orang yang bersangkutan berusia lebih dari 18 tahun, kriteria yang ada tidak memenuhi gangguan kepribadian anti sosial
Banyak anak yang mengalami gangguan tingkah laku juga menunjukkan gangguan lain. Ada tingkat komorbiditas yang tinggi antara gangguan tingkah laku dan ADHD. Hal ini terjadi pada anak laki-laki, namun jauh lebih sedikit yang diketahui mengenai komorbiditas gangguan tingkah laku dan ADHD pada anak perempuan. Penyalahgunaan zat juga umum terjadi bersamaan dengan gangguan tingkah laku dimana dua kondisi tersebut saling memperparah satu sama lain.
Terdapat bukti bahwa anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku dan komorbid dengan hambatan behavioral memiliki kemungkinan lebih kecil untuk melakukan kejahatan dibanding mereka yang mengalami gangguan tingkah laku yang komorbid dengan penarikan diri dari pergaulan sosial. Bukti-bukti menunjukkan bahwa anak-anak perempuan yang mengalami gangguan tingkah laku beresiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai gangguan komorbid, termasuk kecemasan, depresi, penyalahgunaan zat, dan ADHD dibanding dengan anak laki-laki yang memiliki gangguan tingkah laku.
Prognosis Gangguan Tingkah Laku
Gangguan tingkah laku di masa kanak-kanak tidak dengan sendirinya berlanjut menjadi perilaku antisosial di masa dewasa, meskipun memang menjadi faktor yang mempredisposisi. Studi baru-baru ini, menunjukkan bahwa meskipun sekitar separuh anak laki-laki yang mengalami gangguan tingkah laku tidak memenuhi kriteria lengkap bagi diagnosis tersebut pada pengukuran terkemudian (1-4 tahun kemudian), hampir semuanya tetap menunjukkan beberapa masalah tingkah laku (Lahey dkk.,1995). Beberapa individu tampaknya menunjukkan pola perilaku anti sosial yang “tetap sepanjang hidup”, dengan masalah tingkah laku yang bermula di usia 3 tahun dan berlanjut menjadi kesalahan perilaku yang serius di masa dewasa. Sementara itu, yang lain “terbatas di usia remaja”. Orang-orang tersebut mengalami masa kanak-kanak yang normal, terlibat dalam perilaku antisosial dengan tingkat yang tinggi selama masa renaja, dan kembali ke gaya hidup tidak bermasalah di masa dewasa.
Lahey, dkk (1995) menemukan bahwa anak laki-laki dengan gangguan tingkah laku perilaku antisosialnya jauh lebih mungkin untuk berlanjut jika memiliki salah satu orang tua yang mengalami gangguan kepribadian antisosial atau jika mereka memilki kecerdasan verbal rendah. Interaksi beberapa faktor individual, seperti temperamen, psikopatologi yang dialami orang tua, dan interaksi orang tua-anak yang disfungsional, dan faktor-faktor sosiokultural, seperti kemiskinan, dan dukungan sosial rendah, berkontribusi terhadap lebih banyaknya kemungkinan timbulnya perilaku agresif di usia dini dengan sifat tetap.
Etiologi dan Faktor Resiko Gangguan Tingkah Laku
Faktor-faktor biologis
Dalam tiga studi adopsi berskala besar di Swedia, Denmark, dan Amerika Serikat, mengindikasikan bahwa perilaku kriminal dan agresif dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan dimana faktor lingkungan pengaruhnya sedikit lebih besar. Dari studi terhadap orang kembar mengindikasikan bahwa perilaku agresif (a.l kejam terhadap hewan, berkelahi, merusak kepemilikan) jelas diturunkan, sedangkan perilaku kenakalan lainnya (a.l mencuri, lari dari rumah, membolos sekolah) kemungkinan tidak demikian. Kelemahan neurologis, tercakup dalam profil masa kanak-kanak dari anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku. Kelemahan tersebut termasuk keterampilan verbal yang rendah, masalah dalam fungsi pelaksanaan (kemampuan mengantisipasi, merencanakan, menggunakan pengendalian diri, dan menyelesaikan masalah) dan masalah memori.
Faktor-faktor psikologis
Teori pembelajaran yang melibatkan modelling dan pengondisian operant memberikan penjelasan yang bermanfaat mengenai perkembangan dan berlanjutnya masalah tingkah laku. Anak-anak dapat mempelajari agresivitas orang tua yang berperilaku agresif. Anak juga dapat meniriu tindakan agresif dari berbagai sumber lain seperti televisi. Karena agresi merupakan cara mencapai tujuan yang efektif , meskipun tidak menyenangkan , kemungkinan hal tersebut dikuatkan. Oleh karena itu setelah ditiru, tindakan agresif kemungkinan akan dipertahankan.Berbagai karakteristik pola asuh seperti disiplin keras dan tidak konsisten dan kurangnya pengawasan secara konsisiten dihubungkan dengan perilaku antisosial pada anak-anak.
Pengaruh dari teman-teman seusia
Penelitian mengenai pengaruh teman seusia terhadap agresi dan antisocial anak-anak memfokuskan pada dua bidang besar, yaitu:
  1. Penerimaan atau penolakan dari teman-teman seusia. Penolakan menunjukkan hubungan yang kausal dengan perilaku agresif, bahkan dengan tindakan pengendalian perilaku agresif yang terdahulu (Coie & Dodge, 1998).
  2. Afiliasi dengan teman-teman seusia yang berperilaku menyimpang. Pergaulan dengan teman seusia yang nakal juga dapat meningkatkan kemungkinan perilaku nakal pada anak (Capaldi & Patterson, 1994).
Faktor-faktor sosiologis
Tingkat pengangguran tinggi, fasilitas pendidikan yang rendah, kehidupan keluarga yang terganggu, dan subkultur yang menganggap perilaku criminal sebagai suatu hal yang dapat diterima terungkap sebagai faktor-faktor yang berkontribusi (Lahey dkk, 1999; Loeber & Farrington, 1998). Kombinasi perilaku antisosial anak yang timbul di usia dini dan rendahnya status sosioekonomi keluarga memprediksikan terjadinya penangkapan di usia muda karena tindakan criminal (Patterson, Crosby, & Vuchinich, 1992). Factor-faktor social berperan, korelasi terkuat dengan kenakalan adalah hiperaktivitas dan kurangnya pengawasan orang tua.
Penanganan Gangguan Tingkah Laku
Hal penting bagi keberhasilan dalam penanganan adalah upaya mempengaruhi banyak system dalam kehidupan seorang remaja (keluarga, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan tempat tinggal). Salah satu masalah yang dihadapi masyarakat adalah bagaimana menghadapai orang-orang yang nurani sosialnya tampak kurang berkembang.
Intervensi keluarga
Beberapa pendekatan yang paling menjanjikian untuk menangani gangguan tingkah laku mnecakup intervensi bagi orang tua atau keluarga dari si anak antisosial. Gerald Patterson dan kolegannya mengembangkan dan menguji sebuah program behavioral, yaitu Pelatihan Manajemen Pola Asuh (PMP), dimana orang tua diajari untuk mengubah berbagai respon untuk anak-anak mereka sehingga perilaku prososial dan bukannya perilaku antisosial yang dihargai secara konsisten. Para orang tua diajarkan untuk menggunakan teknik-teknik seperti penguatan positif bila si anak menunjukkan perilaku positif dan pemberian jeda serta hilangnya perilaku istimewa bila ia berperilaku agresif atau antisosial. Pmp terbukti mengubah interaksi orang tua-anak, yang pada akhirnya berhubungan dengan berkurangnya perilaku antisosial dan agresif (Dishion & Andrews, 1995; Dishion, Patterson & kavenagh, 1992). PMP juga terbukti memperbaiki perilaku para saudara kandung dan mengurangi depresi pada para ibu yang mengikuti program tersebut (Kazdin,1985).
Penanganan multisistemik (PMS)
Henggeler menujukkan keberhasilan dalam hal mengurangi tingkat penangkapan karena tindak kriminal dalam empat tahun setelah penanganan (Borduin dkk, 1995). Intervensi ini memandang masalah tingkah laku sebagai suatu hal yang dipengaruhi oleh berbagai konteks dalam keluarga dan antara keluarga dan berbagai sistem sosial lainnya. Teknik yang dipergunakan variasai meliputi teknik perilaku kognitif, system keluarga, dan manajemen kasus. Keunikan dari terapi ini terletak pada penekanan kekuatan individu dan keluarga, mengidenikasikan konteks bagi masalah-masalah tingkah laku, yang berfokus pada masa kini dan berorientasi pada tindakan, dan menggunakan intervensi yang membutuhkan upaya harian atau mingguan oleh para anggota.
Pendekatan kognitif
terapi dengan intervensi bagi orang tua dan keluarga merupakan komponen keberhasilan yang penting, tetapi penangana semacam itu banyak memakan biaya dan waktu. Oleh kerena itu, penanganan dengan terapi kognitif individual bagi anak-anak yang mengalami gangguan tingkah laku dapat mempaerbaiki tingkah laku mereka, meski tanpa melibatkan keluarga. Contoh: mengajarkan keterampilan kognitif pada anak-anak untuk mengendalikan kemarahan mereka menunjukan manfaat yang nyata dalam membantu mereks mengurangi perilaku agresif. Mereka belajar untuk bertahan dari serangan verbal tanapa merespon secara agresif dengan menguanakan teknik pengalihan seperti bersenandung, mengatakan hal-hal yang menyenangkan pada diri sendiri, atau beranjak pergi. Strategi lain dengan mengajarkan keterampilan moral kepada berbagai kelompok remaja yang mengalami ganguan perilaku.

Referensi:
Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال