Gangguan Enkopresis

Gangguan enkopresis merupakan gangguan pada fungsi eliminasi (pengeluaran). Enkopresis berasal dari bahasa Yunani en- dan kopros, yang artinya “feses”. Enkopresis adalah kurangnya kontrol terhadap keinginan buang air besar yang bukan disebabkan oleh masalah organik. Anak harus memiliki usia kronologis minimal 4 tahun, atau pada anak-anak dengan perkembangan yang lambat, usia mentalnya minimal 4 tahun (APA, 2000).
Sekitar 1% dari anak usia 5 tahun menederita enkopresis. Gangguan ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki. Enkopresis jarang terjadi pada usia remaja kecuali mereka yang mengalami retardasi mental yang parah atau intens. Faktor-faktor predisposisi yang mungkin diantaranya adalah toilet training yang tidak konsisten atau tidak lengkap dan sumber stres psikologis, seperti kelahiran saudara sekandung atau mulai bersekolah.
Faktor Penyebab Enkopresis
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi enkopresis:
Stres
Anak mengalami beban pikiran yang tak terselesaikan. Entah itu masalah di sekolah atau di rumah. Misalnya, masalah pelajaran yang terlalu berat atau lingkungan sekolah yang membuatnya tak nyaman. Permasalahan dengan orang tua, seperti merasa kurang diperhatikan atau kurang kasih sayang, juga dapat menjadi beban pikiran.
Kurang aktivitas fisik
Anak yang kurang melakukan aktivitas fisik berisiko mengalami encopresis. Sebaiknya di usia sekolah, dimana anak tengah bersemangat melakukan eksplorasi, ia diberi berbagai kegiatan. Tujuannya selain untuk mengantisipasi terjadinya encopresis, juga demi mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
Selalu menahan BAB
Ada juga beberapa anak yang selalu menahan BAB. Alasannya beragam. Misalnya, anak terlalu asyik melakukan suatu kegiatan sehingga enggan pergi ke toilet. Namun karena rangsangan untuk BAB begitu kuat dan tak bisa ditahan lagi, akhirnya terjadilah encopresis. Sebagian anak menahan BAB karena tak terbiasa menggunakan sarana umum, terutama toilet yang kurang bersih. Misalnya, kamar mandi di sekolah yang ternyata bau dan kotor yang bertolak belakang dengan toilet di rumah yang terjaga kebersihannya. Akhirnya dia memilih menahan BAB ketimbang harus memakai toilet sekolah. Saat si anak tak kuat lagi menahan, terjadilah encopresis. Syukur-syukur kalau ia berterus terang BAB di celana, karena biasanya mereka akan diam seribu basa. Baru ketahuan orang lain setelah tercium aromanya yang tak sedap.
Makanan/Minuman
Encopresis juga bisa dipicu oleh asupan makanan yang kurang baik yang menyebabkan gangguan di saluran pencernaan. Misalnya sering menyantap makanan berlemak tinggi, berkadar gula tinggi atau junk food. Minuman yang mengandung banyak gula dan soda juga bisa mencetuskan terjadinya encopresis.
Trauma
Contohnya, akibat sembelit atau kesulitan mengeluarkan tinja karena keras. Lama-kelamaan anak menjadi trauma karena setiap kali BAB ia merasa sakit. Untuk menghindari rasa sakit itu, ia jadi sering menahan untuk tidak BAB.
Obat-obatan
Encopresis juga bisa terjadi karena efek obat-obatan yang bisa menyebabkan terhambatnya pengeluaran kotoran. Misalnya, obat batuk yang mengandung zat seperti codein. Encopresis terjadi karena obat tersebut tak cocok atau dipakai dalam jangka panjang.
Kegagalan toilet training
Pengajaran atau pelatihan buang air (toilet training) yang dilakukan dengan memaksa anak, cepat atau lambat akan menjadi tidak efektif. Begitu pula kalau misalnya anak yang BAB di celana lantas dimarahi orang tua.
Soiling (mengotori), tidak seperti enuresis, lebih sering terjadi pada siang hari. Hal ini akan memalukan bagi anak. Anak-anak membuat jarak dengan teman-temannya atau pura-pura sakit agar bisa tinggal di rumah.
Penanganan gangguan Enkopresis
Jika penyebabnya adalah sembelit, maka diberikan obat pencahar dan tindakan lainnya agar jadwal buang air besar anak menjadi teratur. Jika penyebabnya adalah karena tidak mau menjalani toilet trainng, mungkin perlu dilakukan konsultasi dengan psikolog.
Metode operant conditioning dapat membantu dalam mengatasi soiling. Disini diberikan reward (dengan pujian atau cara-cara lain) untuk keberhasilan usaha self-control dan hukuman untuk ketidaksengajaan (misanya, dengan memberi peringatan agar lebih memperhatikan rasa ingin BAB dan meminta anak untuk membersihkan pakaian dalamnya). Bila enkopresis bertahan, direkomendasikan evaluasi medis dan psikologis untuk menentukan kemungkinan penyebab dan penanganan yang tepat.

Referensi:
Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Yustinus, Dr. Semiun, OFM. (2002). Kesehatan Mental 1. Jakarta: Penerbit Kanisius

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال