Akhir-akhir ini pembicangan mengenai Pancasila memang sedang hangat-hangatnya. Mungkin karena bersamaan dengan hari lahirnya Pancasila dan Piagam Jakarta. Sehingga beberapa lembaga dan orang-orang “tertentu” membicarakan dasar negara kita ini. baik di media cetak maupun online, instansi pemerintah melakukan berbagai macam upacara “ritual”.
Memang semenjak reformasi, Pancasila seakan mengalami degradasi. Kepercayaan terhadap Pancasila di pertanyakan, apakah Pancasila mampu menjadi dasar negara atau Pancasila tidak relevan lagi dengan keadaan Indonesia saat ini. Sebenarnya krisis kepercayaan terhadap Pancasila di akibatkan oleh jatuhnya orde baru. Zaman orde baru, Pancasila adalah dewa, melebihi dasar negara itu sendiri. Bahkan Pancasila harus di jadikan kepercayaan utama melebihi kepercayaan agama-agama yang ada.
Dengan jatuhnya orde baru, maka merosot pulalah kepercayaan orang terhadap Pancasila. Pancasila dianggap sebagai alat untuk mengekang aspirasi kebebasan masyarakat. Padahal, penerapan nilai-nilai Pancasila di zaman orde baru terdapat banyak penyimpangan. Sehingga, kita tidak boleh menyamakan antara rezim orde baru dengan Pancasila.
Jika kita melihat dan membaca sejarah, sebenarnya Pancasila selalu di tafsirkan berbeda dengan rezim-rezim yang ada. Orde lama misalnya, menafsirkan Pancasila (sila keempat) dengan konsep demokrasi terpimpin. Akhir dari ceritanya adalah jatuhnya orde lama, dan munculnya orde baru. Orde baru menanggap bahwa pada masa orde lama, pelaksanaan nilai-nilai pancasila terdapat banyak penyimpangan.
Berangkat dari padangan penyimpangan nilai-nilai Pancasila oleh orde lama, maka orde baru mengadakan pembaruan terhadap nilai-nilai pancasila itu sendiri. Dengan penafsirannya dalam bentuk butir-butir Pancasila, orde baru memulai menancapkan taringnya. Kita masih mengenal P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila). P4 adalah program orde baru menafsirkan Pancasila. Akhir cerita, nasib hampir sama dengan orde lama, orde baru jatuh, dan yang di salahkan lagi adalah Pancasila.
Seandaninya Pancasila adalah manusia mungkin dia akan ngomong “lho yang membuat gue, lho yang mempercayai gue, lho yang jalanin, tapi kok gue yang disalahkan terus ?”
Memasuki masa reformasi, Pancasila tidak mempunyai bentuk sama sekali. Hal ini disebabkan karena banyak faktor, diantaranya:
- Penafsiran yang berbeda terhada Pancasila. Jika zaman orde lama dan orde baru, mereka memaksakan penafsirannya, sehingga Pancasila masih mempunyai bentuk, walaupun itu menyimpang. Masa reformasi, penafsiran terhadap Pancasila dalam satu bentuk itu tidak mungkin, karena masyarakat kita hanyut dalam penafsirannya sendiri dalam eforia kebebasan menyatakan pendapat.
- Rasa sakit hati terhadap orde baru. Ketidakpercayaan dan rasa muak masyarakat terhadap orde baru, berimbas juga terhadap Pancasila. Pancasila di anggap sebagai alat orde baru mengekang kehidupan masyarakat.
- Munculnya kekuatan-kekuatan ketiga dalam masyarakat. Kekuatan-kekuatan ini berusaha mengantikan Pancasila dengan nilai-nilai mereka. Sebenarnya, munculnya kekuatan ketiga ini merupakan pengaruh globalisasi. Flash back sejarah, kekuatan ketiga ini hampir sama dengan kekuatan sosialis komunis di pertengahan abad ke-20.
Sebenarnya Pancasila hanyalah alat. Alat pemersatu bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila juga bukanlah dewa seperti penafsiran orde baru, tetapi Pancasila hanyalah konsensus kenegaraan kita, yang mengikat berbagai agama, suku dan budaya.
Tags
Psikologi Sosial
wow benar banget! :)
BalasHapus