Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 mewajibkan setiap
bayi baru lahir didaftarkan sebagai peserta BPJS Kesehatan paling lambat 28
hari setelah kelahirannya. Jika pendaftaran melewati batas waktu tersebut, BPJS
akan menghitung iuran mundur sejak hari pertama kelahiran, sehingga bayi
tercatat memiliki tunggakan meski belum pernah memanfaatkan layanan.
Kebijakan ini seharusnya menjamin bayi mendapatkan
layanan tanpa masa tunggu, tetapi implementasinya kerap malah memberatkan
keluarga. Alih-alih menjadi jaring pengaman, peraturan ini memulai kehidupan
anak dengan beban administratif dan utang yang besar sejak kelahirannya.
Banyak orang tua merasa terdzolimi oleh sistem yang lebih
mementingkan angka kepesertaan daripada hak dasar anak. Di saat orang tua
seharusnya fokus merawat dan membangun ikatan dengan bayi, mereka justru
dihantui kecemasan atas tunggakan iuran yang belum pernah mereka sadari
sebelumnya.
Kasus Pribadi: Merasa Terdzolimi
Anak saya lahir pada Januari 2019 dengan biaya pribadi di
rumah sakit, tanpa menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Pada tahun 2023, saat
memeriksa status kepesertaan, kami terkejut menemukan tunggakan iuran sejak
kelahiran hingga saat itu. Jumlahnya mencakup 48 bulan iuran, padahal sejak
lahir anak kami tidak pernah menggunakan layanan BPJS Kesehatan.
Perasaan terdzolimi muncul karena hak atas kesehatan
justru menjadi utang tunggakan iuran yang tidak pernah dipakai sebelumnya. Seakan
dijebak, atau apalah namanya. Utang administrasi tanpa manfaat nyata terasa
menyalahi semangat jaminan sosial yang seharusnya melindungi sejak awal
kehidupan.
Kejadian yang saya alami juga di alami oleh beberapa
teman yang tidak menyadari memiliki utang tunggakan iuran BPJS Kesehatan atas
nama anaknya yang lahir di atas tahun 2018. Dan ini kemungkinan besar dialami
oleh masyarakat Indonesia yang memiliki anak lahir setelah tahun 2018.
Latar Belakang Regulasi
Perpres 82/2018 dirancang untuk memperluas cakupan
JKN-KIS dan menghilangkan masa tunggu 14 hari bagi bayi baru lahir. Pasal 16
mengatur pendaftaran paling lambat 28 hari pascakelahiran dan membolehkan
pembayaran mundur tanpa penambahan masa tunggu.
Namun, kebijakan ini tidak mempertimbangkan kesiapan
sosialisasi di lapangan. Banyak orang tua belum memahami prosedur pendaftaran
hingga melewati batas waktu tanpa sengaja.
Akibatnya, bayi yang sama sekali belum pernah mengakses
layanan BPJS dianggap sebagai penunggak iuran. Sistem ini menegaskan sisi
administratif yang kaku, tanpa empati terhadap kondisi keluarga baru.
Mekanisme Backdating Iuran
Backdating iuran berarti setiap bulan tertunggak dihitung
mundur sejak kelahiran bayi. Orang tua kemudian diharuskan membayar seluruh
tunggakan sekaligus agar kepesertaan aktif kembali.
Setiap kelas iuran—dari kelas 3 hingga kelas
1—menghasilkan akumulasi biaya yang signifikan, terutama jika tunggakan
mencapai puluhan bulan.
Selama tunggakan belum dilunasi, status kepesertaan
dinonaktifkan. Jika di kemudian hari bayi membutuhkan layanan, keluarga harus
melunasi utang administratif terlebih dahulu sebelum mendapatkan pelayanan
medis.
Beban Finansial Keluarga
Keluarga baru sudah dihadapkan pada biaya persalinan,
perawatan, dan kebutuhan dasar bayi. Dengan adanya tunggakan BPJS, anggaran
rumah tangga semakin terjepit.
Bagi rumah tangga berpenghasilan rendah, utang
administrasi ini memaksa pemangkasan pengeluaran kebutuhan penting, seperti
nutrisi dan perlengkapan bayi.
Keluarga menengah atas pun merasakan ketidakadilan,
karena merasa dipaksa membayar sesuatu yang tidak pernah mereka manfaatkan,
sehingga menurunkan kepercayaan terhadap program JKN-KIS.
Saran Solusi Kebijakan
- Penghapusan Tunggakan Awal: Bebaskan tunggakan iuran bagi bayi yang belum pernah menggunakan layanan BPJS melalui revisi Perpres 82/2018.
- Grace Period 3 Bulan: Berikan waktu tunda minimal tiga bulan pascakelahiran sebelum backdating iuran diberlakukan.
- Pendaftaran Otomatis: Integrasi data Dukcapil dengan BPJS agar setiap bayi otomatis terdaftar saat pencatatan kelahiran tanpa prosedur manual.
- Subsidi Iuran Awal: Pemerintah mensubsidi iuran bulan pertama hingga ketiga sebagai investasi kesehatan anak.
Implementasi solusi ini memerlukan kolaborasi lintas
instansi dan pendekatan sosialisasi yang masif, terutama di daerah terpencil.
Kesimpulan
Kebijakan backdating iuran BPJS Kesehatan yang menagih
sejak hari pertama kelahiran telah menimbulkan ketidakadilan dan beban
finansial bagi keluarga baru. Kasus pribadi saya menunjukkan perlunya reformasi
peraturan agar hak anak atas kesehatan benar-benar terpenuhi tanpa utang.
Dengan penghapusan tunggakan, pendaftaran otomatis, dan
grace period, generasi penerus Indonesia dapat tumbuh dengan rasa aman, bukan
beban administratif sejak dilahirkan.
Sadarlah bahwa melindungi bayi hari ini adalah investasi
bagi masa depan bangsa. Bukannya memberikan utang sejak mereka lahir di bumi Indonesia.