Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang
berfungsi untuk menerima rangsangan nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai
reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya
terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang
bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat
dikelompokkan dalam beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik
dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang
berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan (Tamsuri, 2007).
Impuls saraf yang dihasilkan oleh
stimulus nyeri menyebar di sepanjang saraf perifer aferen. Menurut Jones dan
Cory (1990), ada dua tipe serabut saraf perifer yang mengonduksi stimulus nyeri
yaitu:
Reseptor A-delta
Merupakan serabut komponen cepat
(kecepatan tranmisi 6-30 m/det). memungkinkan timbulnya nyeri tajam, yang akan
cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan (Tamsuri, 2007).
Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat
(kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam,
nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor nyeri
somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh
darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur
reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit
dilokalisasi. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini
meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya.
Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
(Tamsuri, 2007).
Contoh nyata adanya konduksi stimulus
pada tubuh kita yaitu: seseorang yang baru saja terpijak paku mula-mula akan
merasakan nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan hasil transmisi
dari serabut A. dalam beberapa jam nyeri menjadi lebih difus dan menyebar
sampai seluruh kaki terasa sakit karena persarafan serabut C. Serabut C tetap
terpapar pada bahan-bahan kimia, yang dilepaskan ketika sel mengalami kerusakan
(Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer
terjadi pelepasan mediator biokimia yang mengaktifkan respons nyeri. Contoh
sederhana Mediator biokimia adalah kalium dan prostaglandin yang dilepaskan
saat sel-sel lokal mengalami kerusakan (Potter & Perry, 2005).
Ketika serabut C dan serabut A-delta
mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka akan melepaskan
mediator biokimia yang mengaktifkan atau membuat peka terhadap respon nyeri.
Misalnya, kalium dan prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami
kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut disepanjang serabut saraf aferen
sampai transmisi tersebut berakhir di bagian kornu dorsalis medulla spinalis.
Di dalam kornu dorsalis, neotransmiter, seperti substansi P dilepaskan,
sehingga menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke
saraf traktus spinotalamus (Paice, 1991 dalam Potter & Potter, 2005).
Tags
Patologi