Pengertian pembangunan ekonomi adalah sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita riil penduduk suatu
masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 1996). Berdasarkan pengertian
pembangunan ekonomi ini dapat diketahui
bahwa pembangunan ekonomi berarti adanya suatu proses pembangunan yang terjadi
terus menerus yang bersifat menambah dan memperbaiki segala sesuatu menjadi
lebih baik lagi. Adanya proses pembangunan itu diharapkan adanya kenaikan
pendapatan riil masyarakat berlangsung untuk jangka panjang.
Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses
pembangunan yang terjadi terus-menerus yang bersifat dinamis. Apapun yang
dilakukan, hakikat dari sifat dan proses pembangunan itu mencerminkan adanya
terobosan yang baru, jadi bukan merupakan gambaran ekonomi suatu saat saja.
Pembangunan ekonomi berkaitan pula dengan pendapatan perkapita riil, di sini
ada dua aspek penting yang saling berkaitan yaitu pendapatan total atau yang
lebih banyak dikenal dengan pendapatan nasional dan jumlah penduduk. Pendapatan
perkapita berarti pendapatan total dibagi dengan jumlah penduduk.
Pembangunan ekonomi dipandang sebagai proses
multidimensional yang mencakup segala aspek dan kebijaksanaan yang komprehensif
baik ekonomi maupun non ekonomi.
Oleh
sebab itu, sasaran pembangunan yang minimal dan pasti ada menurut Todaro dalam
Suryana (2000) adalah:
- Meningkatkan persediaan dan memperluas pembagian atau pemerataan bahan pokok yang dibutuhkan untuk bisa hidup, seperti perumahan, kesehatan dan lingkungan.
- Mengangkat taraf hidup temasuk menambah dan mempertinggi pendapatan dan penyediaan lapangan kerja, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar terhadap nilai-nilai budaya manusiawi, yang semata-mata bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan materi, akan tetapi untuk meningkatkan kesadaran akan harga diri baik individu maupun nasional.
- Memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi semua individu dan nasional dengan cara membebaskan mereka dari sikap budak dan ketergantungan, tidak hanya hubungan dengan orang lain dan negara lain, tetapi dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan.
Suryana (2000) menyebutkan ada empat model
pembangunan, yaitu model pembangunan ekonomi yang beorientasi pada pertumbuhan,
penciptaan lapangan kerja, penghapusan kemiskinan dan model pembangunan yang
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar. Berdasarkan atas model pembangunan
tersebut, semua itu bertujuan pada perbaikan kualitas hidup, peningkatan
barang-barang dan jasa, penciptaan lapangan kerja baru dengan upah yang layak,
dengan harapan tercapainya tingkat hidup minimal untuk semua rumah tangga yang
kemudian sampai batas maksimal.
Orientasi pembangunan ekonomi Indonesia yang
lebih menekankan pada pertumbuhan (growth) turut memperparah ketimpangan antara
desa-kota. Ekonomi pedesaan tidak memperoleh nilai tambah (value added) yang
proporsional akibat dari wilayah perkotaan hanya sekedar menjadi pipa pemasaran
dari arus komoditas primer dari pedesaan, sehingga sering terjadi kebocoran
wilayah yang merugikan pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri (Tarigan, 2005).
Dalam konteks pembangunan spasial, terjadi
urban bias yang cenderung mendahulukan pertumbuhan ekonomi melalui kutub-kutub
pertumbuhan yang diharapkan dapat menimbulkan efek penetesan (trickle down
effect) ke wilayah hinterland-nya. Ternyata net-effect-nya menimbulkan
pengurasan besar (massive backwash effect). Dengan perkataan lain, dalam
konteks ekonomi telah terjadi transfer sumberdaya dari wilayah pedesaan ke
kawasan perkotaan secara besarbesaran.
Walaupun kawasan perkotaan juga berperan
penting dalam mensuplai barang-barang dan pelayanan untuk pertumbuhan dan
produktivitas pertanian. Kegagalan pembangunan di wilayah pedesaan selain
mengakibatkan terjadinya backwash effect, juga mengakibatkan penguasaan
terhadap pasar, capital dan kesejahteraan yang lebih banyak dimiliki oleh
masyarakat perkotaan. Sebagai akibatnya kondisi masyarakat pedesaan semakin
terpuruk dalam kemiskinan dan kebodohan. Keadaan ini juga dinyatakan oleh
Yudhoyono (2004) bahwa pembangunan yang telah berkembang selama ini melahirkan
kemiskinan dan pengangguran struktural di pertanian dan pedesaan.
Untuk itu tantangan pembangunan ke depan
adalah mengintegrasikan pembangunan pertanian dan pedesaan secara berimbang.
Melihat kondisi yang demikian, masyarakat pedesaan secara rasional mulai
melakukan migrasi ke wilayah perkotaan, yang semakin lama semakin deras (speed
up proccesses), meskipun tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan
pekerjaan, tetapi bagi mereka kehidupan di kota lebih memberikan harapan untuk
menambah penghasilan. Keadaan ini selanjutnya menimbulkan persoalan-persoalan
terhadap masyarakat kawasan perkotaan, antara lain timbulnya pemukiman kumuh
dan rumah liar, masalah kemacetan, keadaan sanitasi dan air bersih yang buruk,
menurunnya kesehatan masyarakat dan pada gilirannya akan menurunkan
produktivitas masyarakat di kawasan perkotaan.
Model pengembangan wilayah dengan pendekatan
sistim agropolitan sulit dijadikan model pembangunan yang akan dilaksanakan
secara berkelanjutan apabila tidak melibatkan peran aktif dari semua
stakeholder dari awal perencanaan hingga pasca proyek.
Pengembangan
wilayah dengan pendekatan sistim agropolitan harus menyentuh:
- Pembangunan fisik wilayah, seperti: pembangunan jalan, pasar, terminal, dan lain-lain.
- Sumberdaya manusia dan sosial yaitu: koordinasi antar stakeholder dan pemahaman tentang konsep agropolitan.
- Aspek tekhnologi yaitu: pengolahan hasil pertanian dan peralatannya.
Tags
Ekonomi