Penanganan Penyakit Menular Seksual

Banyak cara penanganan penyakit menular seksual yang bisa dilakukan untuk menghindari atau memperkecil resiko tersebarnya penyakit menular seksual. Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan berdasarkan sindrom (syndrome management).
Penanganan penyakit menular seksual berdasarkan kasus yang efektif tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang komprehensif.
Sedangkan penanganan penyakit menular seksual berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba tertentu yang menimbulkan sindrom.
Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan mikrooganisme penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).
Antibiotika untuk pengobatan penyakit menular seksual adalah:
  1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin, kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007). 
  2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin, eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001). 
  3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al, 2003). 
  4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003). 
  5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).
Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di rumah sakit, dan biaya lebih mahal.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال