Sikap Penerimaan Orangtua Terhadap Anak Autism

Sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka atau tidak suka terhadap suatu hal. Pada dasarnya, sikap dapat bersifat positif dan juga bersifat negatif. (Purwanto, 1998).
Tingkat penerimaan orangtua terhadap anak autism sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan dan kematangan emosinya. Pendidikan, status sosial ekonomi, jumlah anggota keluarga, struktur dalam keluarga, dan kultur turut melatarbelakanginya. Ketika orangtua menunjukkan kerjasama, saling menghormati, komunikasi yang seimbang, dan penyesuaian terhadap kebutuhan masing – masing akan membantu anak autism dalam membentuk sikap yang positif. Sebaliknya, bila orangtua menunjukkan koordinasi yang buruk, peremehan yang dilakukan secara aktif oleh orangtua, kurangnya kerjasama dan kehangatan, dan pemutusan hubungan oleh salah satu orangtua merupakan kondisi yang membuat anak autism menghadapi risiko terjadinya gangguan perkembangan (Santrock, 2007).
Sikap menerima setiap anggota keluarga mengandung pengertian bahwa dengan segala kelemahan, kekurangan, serta kelebihanya ia seharusnya mendapat tempat dalam keluarga dan setiap anggota keluarga berhak atas kasih sayang dari orang tuanya. Sesuai dengan pemahaman yang dimiliki seorang ibu, maka ibu akan menerima kondisi anaknya dengan memberikan kasih sayang, perhatian, dan mampu untuk memahami perkembangan anak sejak dini (Singgih D. Gunarsa, 2003).
Menurut Puspita (seorang psikolog) dalam Marijani (2003), bentuk penerimaan orang tua dalam penanganan anak autism adalah sebagai berikut:
  1. Memahami keadaan anak autism apa adanya (positif-negatif, kelebihan dan kekurangan). Langkah ini justru yang paling sulit dicapai orang tua karena banyak diantara orangtua sulit atau enggan menangani sendiri anak autism-nya sehari-hari dirumah. Mereka mengandalkan bantuan pengasuh, pembantu, saudara dan nenek-kakek dalam pengasuhan anak. Padahal pengasuhan sehari-hari justru berdampak baik bagi hubungan interpersonal antara anak dengan orang tuanya.
  2. Memahami kebiasaan-kebiasaan anak autism.
  3. Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak autism.
  4. Memahami penyebab perilaku buruk atau baik anak-anak.
  5. Membentuk ikatan batin yang kuat yang akan diperlukan dalam kehidupan dimasa depan.
Sikap orang tua saat bersama anak autism sangat menentukan. Bila orang tua bersikap mengecam, mengkritik, mengeluh dan terus mengulang-ulang pelajarananak autism cenderung bersikap menolak dan “masuk” kembali kedunianya. Sikap orang tua yang positif, biasanya membuat anak-anak lebih terbuka akan pengarahan dan lalu berkembang ke arah yang lebih positif pula. Sebaliknya, sikap orang tua yang menolak (langsung atau terselubung) biasanya menghasilkan individu autis yang sulit untuk diarahkan, dididik dan dibina.
Mengupayakan alternatif penanganan sesuai kebutuhan anak autism. Alternatif penanganan begitu banyak, orang tua yang tidak tahu harus memberikan apa bagi anaknya. Peran dokter disini sangat penting dalam membantu memberikan keterampilan kepada orang tua untuk dapat menetapkan kebutuhan anak autism.
Ada beberapa ciri sikap orang tua terhadap anak autism yang didiagnosa menyandang autis, yaitu:
Ciri – ciri orang tua yang memiliki bentuk penerimaan positif terhadap anak autism:
  • Dapat menerima kenyataan bahwa anaknya autis.
  • Mengupayakan penyembuhan untuk anak autism yang disesuaikan dengan kebutuhan.
  • Tidak merasa rendah diri dan bersikap terbuka terhadap orang lain tentang kondisi anaknya.
Ciri – ciri orang tua yang memiliki bentuk penerimaan negatif terhadap anak autism:
  • Tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya autis.
  • Tidak melakukan upaya penyembuhan apapun terhadap keadaan anak autism (cenderung bersikap acuh, bahkan tidak peduli).
  • Merasa rendah diri dan bersikap tertutup terhadap orang lain tentang kondisi anaknya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال