Gangguan Autistik (Gangguan Perkembangan Pervasif)

Gangguan austistik atau gangguan perkembangan pervasif adalah gangguan yang banyak dialami oleh anak-anak. Bahkan menurut beberapa penelitian terakhir, gangguan autistik ini mengalami kenaikan persentase dari tahun-tahun sebelumnya.
Individu autis tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara wajar. Mereka memiliki keterbatasan yang parah dalam bahasa dan keinginan obsesif yang kuat. Mereka mengalami ketertarikan dan menciptakan kelekatan kuat dengan berbagai benda-benda mati dan berbagai benda mekanis.
KARAKTERISTIK GANGGUAN AUTISTIK
Kekurangan Komunikasi
Mengoceh (babbing), istilah yang menggambarkan ucapan bayi sebelum mereka mulai mengucapkan kata-kata sebenarnya, jarang dilakukan oleh bayi autis. Pada usia 2 tahun, sekitar 50 % anak autis tidak pernah belajar berbicara sama sekali. Mereka yang jarang belajar berbicara, bicaranya mencakup berbagai keanehan. Salah satu cirinya adalah ekolalia, dimana anak mengulangi, biasanya dengan ketepatan luar biasa, perkataan orang lain yang didengarnya. Abnormalitas lain yang umum terjadi adalah pembalikan kata ganti. Anak merujuk dirinya sendiri dengan kata “ia”, atau “kamu” atau dengan menyebut nama mereka sendiri. Neologisme, kata-kata ciptaan atau kata-kata yang digunakan dengan cara tidak biasa. Misalnya anak 2 tahun, dapat menyebut milk (susu) dengan kata “moyee” dan terus berlanjut hingga melewati masa dimana anak normal sudah bisa mengucapkannya. Anak-anak dengan autisme sangat kaku dalam menggunakan kata-kata. Kelemahan komunikasi tersebut dapat menjadi penyebab kelemahan sosial pada mereka. Meskipun mereka telah belajar berbicara, mereka seringkali kurang memiliki spontanitas verbal dan jarang berekspresi secara verbal serta penggunaan bahasa mereka tidak selalu tepat (Paul, 1987).
Tindakan Repetitif dan Ritualistik
Anak dengan autis dapat menjadi sangat marah bila terjadi perubahan dalam rutinitas harian dan situasi sekeliling mereka. Karakteristik obsesional juga terdapat dalam perilkau anak autis dengan cara yang berbeda. Mereka juga memiliki perilaku stereotipik, gerakan tangan ritualistik yang aneh, dan gerkan ritmik lainnya, seperti menggoyangkan tubuh tanpa henti, berjalan dengan berjinjit. Menunjukkan fokus yang berlebihan pada bagian-bagian objek (misalnya memutar roda moil-mobilan secara berualang-ulang,) atau kelekatan yang tidak biasa terhadap objek-objek (seperti membawa seutas tali).
Kemunculannya (onsetnya) terjadi sebelum usia 3 tahun yang tampak dari fungsi yang abnormal pada paling tidak satu dari hal-hal berikut ini: perilaku sosial, komunikasi, atau bermain imjinatif.
PROGNOSIS GANGGUAN AUTISTIK
Berdasarkan kajiannya terhadap semua studi yang dipublikasikan, Lotter (1978) menyimpulkan bahwa 5 hingga 17 % anak-anak autis yang dapat melakukan penyesuaian yang relatif baik pada masa dewasa, menjalani hidup mandiri, namun tetap mengalami beberapa masalah residual seperti kegugupan sosial. Sebagian besar menjalani kehidupan yang terbatas dan sekitar separuhnya dirawat di institusi mental.
Individu autistik yang tidak mengalami retardasi mental dan memiliki keberfungsian tinggi mengindikasikan bahwa sebagian besar tidak membutuhkan perawatan di suati institusi dan beberapa diantaranya mampu belajar di perguruan tinggi dan membiayai diri sendiri dengan bekerja (Yirmia & Sigman, 1991). Namun banyak juga yang mampu berfungsi secara mandiri tetap menunjukkan hendaya dalam hubungan social.
ETIOLOGI GANGGUAN AUTISTIK
Basis Psikologis
Teori psikoanalisis
Yang paling dikenal adalah teori yang dikemukakan oleh Bruno Bettelhem (1967) dimana asumsi dasarnya bahwa autis disebabkan oleh pengalaman masa lalu. Balita dapat menolak orang tuanya dan mampu merasakan perasaan negatif mereka. Bayi melihat tindakannya hanya berdampak kecil pada perilaku orang tua yang tidak responsif. Maka, si anak kemudian meyakini bahwa ia tidak memiliki danpak apapun pada dunia, kemudian menciptakan “benteng kekosongan” autisme untuk melindungi diri dari penderitaan dan kekecewaan.
Teori Behavioral
Beberapa teori mengemukakan teori bahwa pengalaman belajar tertentu di masa kanak-kanak menyebabkan autisme. Ferster (1961), berpendapat bahwa tidak adanya perhatian dari orang tua, terutama ibu, mencegah terbentuknya berbagai asosiasi yang menjadikan manusia sebagai penguat sosial.
Basis Biologis
Faktor-Faktor Genetik
Resiko autisme pada saudara-saudara kandung dari orang-orang yang mengalami gangguan tersebut sekitar 75 kali lebih besar dibanding jika kasus indeks tidak mengalami gangguan autistik (McBride, Anderson, & Shapiro, 1996).dalam studi terhadap orang kembar, menemukan 60-91 % kesesuaian bagi autisme antara kembar identik, dibanding dengan tingkat kesesuaian 0-20 % pada kembar fraternal (Bailey dkk. , 1995 ; LeCouter dkk., 1996 ; Steffenberg dkk.,1989).
Faktor-Faktor Neurologis
Dari berbagai studi EEG, banyak anak autis yang memiliki pola gelombang otak abnormal, adanya tanda-tanda disfungsi otak. Abnormalitas neurologis tersebut menunjukkan bahwa dalam masa perkembangan otak mereka, sel –sel otak gagal menyatu dengan benar dan tidak membentuk jaringan koneksi seperti terjadi dalam perkembangan otak secara normal.
Prevalensi autisme pada anak yang ibunya terinfeksi rubella semasa hamil hampir 10 kali lebih besar dibanding pada anak-anak dalam popilasi umum. Pada para individu dengan autisme, berbagai daerah otak yang berhubungan dengan pemrosesan ekspresi wajah (lobus temporalis) dan emosi (amigdala) tidak aktif selama melakukan tugas tersebut (Critchley dkk., 2001).
PENANGANAN GANGGUAN AUTISTIK
Penanganan untuk anak autis biasanya mencoba mengurangi perilaku mereka yang tidak wajar dan meningkatkan keterampilan komunikasi dan sosial. Meski teori biologis labih banyak mendapat dukungan empiris, intervensi psikologislah yang paling menjanjikan.
Masalah Khusus dalam Menangani Anak dengan Autis
Ada beberapa karakteristik yang dimiliki anak autis yang membuat mereka sulit untuk ditangani, antara lain :
  • Mereka tidak dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan rutinitas dan karakteristik serta tujuan utama penanganan mencakup perubahan.
  • Pengisolasian diri dan gerakan stimulasi diri yang mereka lakukan dapat menghambat pengajaran yang efektif.
  • Sangat sulit menemukan cara untuk memotivasi anak dengan autis. Penguat harus eksplisit, konkret dan sangat menonjol.
  • Selektivitas yang berlebihan dalam mengarahkan perhatian. Jika mereka sudah terfokus pada satu hal atau benda, yang lain akan terabaikan sama sekali.
Penanganan Behavioral Untuk Anak dengan Autis
Dengan Modelling dan Pengondisian Operant, para terapis perilaku mengajari anak-anak autis untuk berbicara, mengubah bicara ekolalik mereka, mendorong mereka untuk bermain dengan anak lain, dan membantu mereka secara umum menjadi lebih responsif kepada orang dewasa.
Ivar Lovaas menjalankan programoperant intensif bagi anak autis yang sangat muda ( di bawah usia 4 tahun). Terapi mencakup semua aspek kehidupan anak selama lebih dari 40 jam seminggu dalam waktu lebih dari 2 tahun. Para orang tua diberi pelatihan ekstensif sehingga penanganan dapat terus dilakukan hampir selama waktu terjaga anak-anak tersebut. Semua anak diberi hadiah bila berperilaku kurang agresif, lebih patuh, dan lebih berperilaku pantas secara sosial, misalnya berbicara dan bermain dengan anak lain. Tujuan program ini adalah membaurkan anak-anak tersebut dengan asumsi bahwa anak autis seiring membaiknya kondisi mereka, akan lebih memperolah manfaat bila berbaur bersama anak normal. Pendidikan yang diberika oleh orang tua bagi anak dari pada penanganan berbasis klinik atau rumah sakit. Koegel dan para koleganya (1982) menunjukkan bahwa 25 hingga 30 jam pelatihan bagi orang tua sama efektifnya dengan 200 jam penanganan langsung di klinik dalam hal memperbaiki perilaku anak autis. Namun Koegel berpendapat bahwa dari pada mengajari para orang tua untuk memfokuskan pada mengubah perilaku bermasalah yang ditargetkan secara individual dengan cara berurutan, orang tua akan lebih efktif bila diajari untuk terfokus pada meningkatkan motivasi dan responsivitas umum anak autis mereka. Misalnya, mengjinkan anak memilih bahan pengajaran, memberi penguat alami (pujian, bermain) dari pada pengaut berupa makanan, dan menguatkan upaya merespon serta memperbaiki respon dapat meningkatkan interaksi dan komunikasi keluarga. Salah satu intervensi berbasis komunitas yang berupaya melibatkan orang tua dalam proses penanganan adalah Treatment and Education of Autistic and related Communication Handicapped Children (TEACHC).
Penanganan Psikodinamik bagi Anak-Anak Autis
Menurut Bruno Bettelheim (1967, 1974), atmosfer yang hangat dan penuh kasih sayang harus diciptakan untuk mendorong si anak memasuki dunia. Kesabaran sebagai penerimaan positif tanpa syarat diyakini merupakan hal yang perlu dilakukan oleh anak autis untuk memulai mempercayai orang lain dan untuk mengambil kesempatan dalam membangun hubungan dengan orang lain.
Penanganan dengan Obat-Obatan
Obat yang paling umum digunakan adalah haloperidol, suatu obat antipsikotik yang sering digunakan untuk menangani skizofrenia. Beberapa studi menunjukkan bahwa obat ini mengurangi penarikan diri dari kehidupan sosial, perilaku motorik stereotipik, dan perilaku maladaptif, seperti melukai diri sendiri dan agresi.namun, obat ini tidak menunjukkan efek positif untuk aspek-aspek lain gangguan autistik, seperti hubungan interpersonal yang abnormal dan hendaya bahasa.
Para peneliti meneliti suatu antagonis reseptor opioid, neltrakson, dan menemukan bahwa obat ini mengurangi hiperaktivitas pada anak anak autis dan cukup meningkatkan perilaku memulai interaksi sosial. Selain itu juga menunjukkan sedikit peningkatan dalam perilaku memulai komunikasi. Namun obat tersebut tampaknya tidak berpengaru pada simtom-simtom utama autisme, dan beberapa bulti menunjukkan bahwa dalam dosis tertentu obat tersebut dapat meningkatkan perilaku melukai diri sendiri (Anderson dkk, 1997).

Referensi:
Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال