Mengenal Gangguan Epilepsi (Ayan)

Epilepsi termasuk dari gangguan psikosis, yang ditandai dengan gangguan yang berulang-ulang terjadi pada kegiatan otak, yang tampak pada gabungan simpton-simpton, yaitu melemahnya kesadaran, gangguan saraf otonom, gerakan-gerakan konvulsif, dan gangguan psikis.
Penyakit ini sudah dikenal sejak dahulu kala, dan telah dicatat dalam catatan-catatan bangsa Persia kuno dan Mesir. Kata epilepsy adalah istilah Yunani yang berarti “diserang”. Tetapi dikemudian hari diberi bermacam-macam nama, dan beberapa diantaranya adalah “jatuh sakit”, “serangan mendadak”, “konvulsi”, “penyakit suci (sacred disease)”, di Indonesia sendiri dikalangan orang awam dikenal dengan nama penyakit “ayan”.
Penyakit ini tidak hanya menyerang orang-orang yang bermental terbelakang, tetapi juga orang-orang yang berintelegensi normal atau bahkan superior seperti Julius Caesar, Napoleon, Lord Byron, Alfred Agung, Algernon Charles Swinburne, Guy de Maupassant, dan Pagagini.
Dalam sebagian besar kasus, serangan-serangan epilepsy kelihatannya tidak merusak kemampuan intelektual, hanya sebagian kecil saja yang menyebabkan kerusakan proses mental. Dengan kata lain, kebanyakan orang yang diserang oleh epilepsy tetap mampu menjalani kehidupannya secara normal. Secara klinis, epilepsy bisa diketahui dan dapat dipulihkan berkat perkembangan electroencephalography (hasil rekaman fluktuasi kekuatan listrik pada otak). Diagnosisi positif dapat ditetapkan berdasarkan gelombang-gelombang yang terbentuk khas epileptic. Berkat kemajuan sarana kemoterapi, berat dan fluktuasi serangan epilepsy dapat dikurangi.
Gejala-gejala Epilepsi
Ada empat gejala utama epilepsy (kehilangan kesadaran, reaksi otomatis, gerakan-gerakan konvulsif, dan gangguan-gangguan psikis) mungkin terjadi dengan intensitas yang berbeda-beda untuk setiap individu, atau antara serangan-serangan dalam individu yang sama. Serangan-serangan epilepsy mungkin terjadi dalam bentuk yang begitu ringan sehingga individu yang mendapat serangan itu tidak menyadarinya.
Ada tiga bentuk epilepsy yang diketahui, yakni Grand mal, petit mal, dan Serangan psikomotor (psychic-equivalent seizure). Kira-kira 90% dari para penderita epileptis mengalami serangan grand mal dengan tipe-tipe lain, 50% hanya mengalami serangan grand mal saja, dan 1% mengalami serangan psikomotor.
Serangan Grand Mal (Grand Mal Seizure)
Pada kira-kira separo dari kasus-kasus ini, serangan didahului oleh aura, atau peringan berupa pusing-pusing, badan merasa tidak enak, atau merasa gelenyar atau mati rasa pada kaki dan tangan, dan akhirnya pendirita menjadi kejang. Napasnya terhenti, mulut bergetar dan merut-merut, lalu rahangnya terkatup, dengan disertai kehilangan kesadaran. Ciri utama penyakit ini adalah konvulsi otot yang keras dan kehilangan kesadaran. Fase permulaan kaku (tonic phase) disusul dengan keringat berhenti lalu disusul dengan reaksi-reaksi otot yang tersentak-sentak (clinic phase). Pasien menggigit lidahnyadan mungkin disertai buang air besar atau kecil. Serangan ini berlangsung beberapa menit, dan setelah itu sedikit demi sedikit pasien menjadi sadar kembali. Dalam kasus-kasus yang berat, pasien setelah pulih dari serangan itu mungkin akan mengalami sakit kepala, rasa mual dan depresi.
Salah satu variasi dari serangan grand mal ialah Jacksonisme (serangan Jackson), ialah serangan yang dimulai pada salah satu tangan atau kaki, dan kemudian menjalar ke bagian badan dengan disertai kekejangan pada otot atau gangguan indera, serta merasa bingung, tidak mendengar apa-apa, merasa dingin atau panas, dan lain-lain. Gangguan otot atau indera itu kemudian meluas ke seluruh tubuh. Pada permulaan kejadian tersebut, pasien sering masih sadar, tetapi bila serangan sudah mulai meluas, maka ia tidak akan menyadari apa-apa. Pasien menjadi pingsan dan dibarengi dengan kejang-kejang. Jika kekejangan-kekejangan tersebut jarang terjadi, maka fungsi inteleknya tidak akan terganggu. Akan tetapi, jika kekejangan-kekejangan tersebut selalu terjadi, maka hal ini akan menghambat fungsi intelek dan melemahkan fungsi-fungsi psikis lainnya. Pada orang-orang yang mempunyai kecenderungan herediter (keturunan), tegangan-tegangan atau konflik-konflik psikis dapat menimbulkan epilepsy Jacksonisme dalam dirinya.
Frekuensi dari serangan grand mal berbeda-beda antara sesame pasien dan antara waktu yang satu dengan waktu yang lainnya, dan mungkin terjadi tanpa kehilangan kesadaran sepenuhnya. Variasi frekuensi serangan berkisar setiap tahun atau beberapa tahun dan berlangsung selama satu hari saja. Apabila serangan terjadi dengan cepat dan berurutan seperti rantai, maka kondisi tersebut dinamakan status epilepticus.
Serangan Petit Mal (Petit Mal Seizure)
Salah satunya gejela dari tipe ini adalah kehilangan kesadaran sejenak dan berlangsung beberapa detik sampai satu menit. Serangan tidak menimbulkan konfusi mental atau deteriorasi mental. Pada waktu munculnya serangan, pasien berhenti sebentar, memandang kosong kedepan atau memandang kearah lantai, lalu bekerja kembali. Sering mendapat gerakan-gerakan pada kening dan alisnya, atau gerak-gerak ritmis pada kelopak mata, dekat telinga, bibir dan hidungnya. Mungkin barang yang sedang dipegangnya bisa terjatuh.
Serangan petit mal mungkin sering terjadi selama sehari. Munculnya petit mal paling sering terlihat pada masa remaja, dan lebih sering terjadi pada anak perempuan daripada anak laki-laki.
Serangan Psikomotor (Psychic-Equivalent Seizure)
Tipe ini merupakan tipe yang sangat kompleks dari reaksi-reaksi epilepsy. Meskipun kesadaran hilang, tetapi kegiatan tetap berjalan dan pasien tetap mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan yang jelas tujuannya. Akan tetapi, kegiatan itu tidak dikontrol oleh kemauan atau tunduk kepada pengarahan orang lain, dapat berupa tingkah laku destruktif atau bahkan kejahatan. Kesadaran sepenuhnya hilang (amnesia) pada waktu terjadi serangan. Serangan-serangan psikomotor berlangsung selama beberapa detik dan bisa berkepanjangan sampai beberapa hari. Ciri konvulsif dari grand mal tidak ada. Berbagai sumber menganggap bahwa kejadian gangguan ini rendah dan tidak begitu meluas. Pandangan ini mungki disebabkan karena tipe reaksi ini yang tidak dapat didiagnosis dan memanifestasikan diri dalam bentuk-bentuk lain dari gangguan tingkah laku.
Ciri destruktif dan kejahatan yang menonjol pada pasien yang mengalami reaksi ini ialah waktu ia mendapat serangan ia menjadi buas dan melakukan kekerasan-kekerasan. Ia mengamuk dan menyerang orang-orang yang ada disekitarnya. Ia menjadi rebut sekali sambil mengeluarkan kata-kata atau bahasa yang kotor. Ia berlari kesana kemari, sambil berusaha memecahkan barang-barang dan kaca yang ada disekitarnya, juga pintu-pintu dan jendela-jendela. Semua ini dilakukannya dalam keadaan tidak sadar. Kalau ia sudah sadar kembali, ia merasa menyesal terhadap apa yang sudah dilakukannya. Namun ada kesempatan lain, peristiwa semacam ini bisa diulanginya kembali. Pasien dengan reaksi semacam ini yang sangat berbahaya bagi orang lain harus dirawat di asylum atau Rumah Sakit dan mendapat pengawasan ketat, biasanya dimasukkan pada kamar berterali besi.
Penyebab
Sebab-sebab epilepsy yang jelas sampai sekarang belum diketahui. Seperti dalam kasus-kasus psikosis organic, epilepsy mungkin diklasifikasikan menurut faktor-faktor yang menyebabkannya, yakitu epilepsy ideopatis atau esensial, epilepsy yang berkaitan dengan waktu lahir, epilepsy karena keracunan, epilepsy yang disebabkan oleh tumor otak, dan serangan-serangan epilepsy psikogenik. Apabila masalah ini didekati dari segi pandang kelompok-kelompok jenis faktor yang pada umumnya menyebabkan penyakit-penyakit mental, maka faktor-faktor herediter, faktor-faktor lingkungan atau biologis, dan faktor-faktor psikologis mungkin bisa dipertimbangkan.
Faktor Herediter
Epilepsi yang terjadi dikalangan sanak saudara dekat dari pasien epileptic. Lima kali lebih banyak daripada kalangan penduduk pada umumnya. Lagipula gelombang-gelombang otak yang khas pada pasien epilepsy selama serangan lebih sering terdapat dikalangan sanak saudara daripada di kalangan penduduk pada umumnya. Dalam pola hubungan keluarga ini, serangan-serangan epilepsy lebih banyak terjadi pada pasien-pasien di awal kehidupannya. Sebaliknya, kurang dari seperlima pasien memiliki sejarah epilepsy dalam keluarga. Kesimpulan yang ditarik oleh Lennox, seorang ahli terkemuka di bidang ini, menyatakan bahwa epilepsy entah itu genetic atau di peroleh, tetapi penyebabnya merupakan campuran. Herediter mungkin tidak lebih daripada salah satu faktor penyebab kecenderungan pada reaksi-reaksi serangan yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi lingkungan (biologis).
Faktor Fisiologis lain
Serangan-serangan epilepsy, terutama pada orang yang memiliki kecenderungan epilepsy, dapat ditimbulkan oleh luka yang terjadi pada otak terutama waktu berada dalam kandungan, atau luka pada waktu lahir, asfiksia. Pemakaian obat-obatan penenang yang berlebihan, infeksi pada otak, trauma, atau tumor otak. Apabila serangan-serangan dosebabkan luka pada otak, inilah yang disebut “teori gangguan (irritation theory)” yang menjelaskan bahwa serangan adalah akibat langsung dari perangsangan atau gangguan didalam selaput otak (cerebral cortex) yang karena luka dibiarkan, maka akan terjadi sangat peka terhadap setiap perangsangan. Juga dikatakan bahwa otak akan mengadakan reaksi-reaski serangan karena zat-zat perangsang yang dibawa ke otak sebagai akibat dari gangguan metabolis tertentu yang menimbulkan kadar gula rendah, atau juga karena gangguan endokrin tertentu yang mengakibatkan konsentrasi kalsium tidak cukup.
Faktor Psikologis
Diketahui bahwa luapan emosi dapat membangkitkan serangan pada orang yang sudah mengidap epileptic. Ada juga spekulasi bahwa kejang-kejang epileptic merupakan akibat dari faktor-faktor dinamik yang tidak disadari di mana fungsi dari serangan-serangan dilhat sebagai mekanisme mereduksi tegangan. Tetapi laporan yang sedikit jumlahnya mengenai psikoterapi yang berhasil baik pada pasien epilepsy menunjukkan bahwa teori tersebut tidak begitu meyakinkan.
Penangan
Meskipun psikoterapi diadakan untuk membantu pasien dalam memahami sekaligus menerima penyakitnya serta membantunya mengatur faktor-faktor lingkungan supaya akibat dari serangan-serangan itu dapat dikurangi, namun tetap dubutuhkan adanya perawatan medis. Obat-obat fenoborbital, dan dilantin yang digunakan belakangan ini ternyata sangat efektif dalam mereduksikan atau menghilangkan serangan-serangan grand mal dan serangan-serangan psikomotor. Tridon digunakan dengan hasil yang memuaskan untuk mengobati serangan-serangan petit mal.
Agar pengobatan bisa efektif, maka upaya itu harus terus dilakukan selam individu hidup. Menimbulkan keadaan asidosis (kelebihan asam) dengan mengatur makanan secara cermat atau dehidrasi ternyata sangat berguna untuk mengurangi serangan-serangan. Sekurang-kurangnya ada satu laporan yang mengatakan bahwa sebaiknya serangan-serangan dikendalikan dengan konvulsi-konvulsi shock listrik. Jarang ada laporan menangani epilepsy dengan psikoterapi.

Referensi:
Samiun. Yustinus. 2006. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Kanisius
Durand & Barlow. 2007. Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ardi al-Maqassary

"Aku melihat, diujung sana, ada setitik cahaya yang terang benderang. Akan kuraih cahaya itu, dan membagikannya kepada seluruh manusia!!!"

1 Komentar

  1. Wah, artikel yang aku suka nih....Thanks ya udah sharing dan kayaknya cukup lengkap juga dibahas di artikel ini...:)

    Visit My Site: http://www.djadoelpost.tk

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال