Tapi Ilmu Psikologi Bukan Ilmu Dukun

Sebuah pernyataan yang sangat penting untuk di ulas. Bagi masyarakat kita, Ilmu psikologi adalah sebuah ilmu baru. Sebagian orang menganggap bahwa psikologi mempelajari jiwa, dan bisa meramalkan kondisi seseorang. Mungkin mereka menganggap bahwa ilmu psikologi itu adalah turunan dari ilmu santet.
Padahal jika kita merunuk pada sejarah perkembangan ilmu psikologi sendiri, kita akan mendapatkan bahwa ilmu psikologi adalah ilmu yang sangat tua, seumur manusia itu sendiri, bahkan lebih tua dari ilmu dukun. Apakah ilmu psikologi mempunyai hubungan dengan ilmu dukun? Atau ilmu psikologi merupakan turunan dari ilmu santet yang bisa meramalkan keadaan jiwa seseorang?
Ini adalah pernyataan dan anggapan masyarakat yang harus diluruskan. Setidaknya, sudah beberapa orang yang bertanya masalah ini kepada saya akhir-akhir ini. Rata-rata dari mereka adalah teman-teman yang bisa dianggap mempunyai background pendidikan cukup lumayan, tapi tetap saja ingin dirinya diramal oleh seorang sarjana psikologi seperti saya. Untuk tidak menyesatkan mereka lebih jauh, saya hanya memberikan jawaban singkat “ilmu psikologi bukan ilmu dukun”.
Apa yang menyebabkan anggapan masyarakat ini begitu jauh melenceng dari sasaran ilmu psikologi itu sendiri. Sampai saat ini saya mencatat ada 3 hal meyebabkan dispersepsi ini dikalangan masyarakat:
Pesatnya perkembangan ilmu psudoscience (ilmu-ilmu semu)
Ilmu-ilmu pseudoscience mungkin merupakan sebuah selubung yang menutupi ilmu psikologi, apalagi ilmu psikologi tidak terlalu berkembang dalam penelitian khususnya di Indonesia, sehingga gaung pseudoscience yang menganggap mereka mempelajari ilmu jiwa, jauh lebih besar. Pseudoscience adalah ilmu-ilmu semu (tidak bisa diuji kebenarannya), adalah ilmu yang berkembang tanpa prosedur ilmiah yang bisa dibuktikan dan dipercaya. Berbeda dengan ilmu psikologi, dimana perkembangannya di tunjang oleh penelitian itu sendiri.
Sebut saja contoh ilmu pseudoscience yang lebih populer dimasyarakat dan mengangap itu adalah ilmu psikologi seperti hypnosis, sulap, aktraktif, dan lain-lain.
Tingkat konsistensi sarjana psikologi
Konsistensi yang saya maksudkan disini adalah pemahaman dan penerapan ilmu psikologi oleh sarjanan psikologi itu sendiri. Kita bisa melihat beberapa sarjana psikologi justru menambah kekeliruan anggapan masyarakat, jika sarjana psikologi tersebut lebih mempraktekkan ilmu-ilmu pseudoscience. Bahkan sebagian sarjana psikologi menganggap bahwa ilmu-ilmu pseudoscience ini adalah bagian dari ilmu psikologi murni. Ini mungkin patut diluruskan, terlepas dari kegemaran kita mendalami ilmu pseudoscience tersebut.
Tidak ada struktur yang kuat yang bisa dijadikan acuan dalam masyarakat
Apakah ada organisasi yang menaungi dan bertanggungjawab terhadap penerapan dan pengembangan ilmu psikologi? Semua disiplin ilmu mempunyai payung organisasi, dan memiliki kode etik keilmuan, begitupun psikologi. HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), adalah payung organisasi itu. Tetapi patut disayangkan, gaung HIMPSI dimasyarakat tidak menggema bahkan seakan seperti hidup enggan matipun tak mau, di beberapa HIMPSI di daerah yang merupakan tonggak HIMPSI itu sendiri.
Anggapan masyarakat yang menganggap bahwa ilmu psikologi adalah ilmu yang mempelajari jiwa, membaca psikiran orang, bahkan ada sebagian yang merasa enggan bergaul dengan orang-orang psikologi, karena takut rahasianya terbongkar, adalah pekerjaan utama oleh praktisi psikologi menjawab fenomena di masyarakat ini.

Ardi al-Maqassary

"Aku melihat, diujung sana, ada setitik cahaya yang terang benderang. Akan kuraih cahaya itu, dan membagikannya kepada seluruh manusia!!!"

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال