CINTA DAN BENCI MENURUT PANDANGAN PSIKOLOGI

CINTA
Pengertian Cinta
Menurut Sternberg, cinta adalah sebuah kisah, kisah yang ditulis oleh setiap orang. Kisah tersebut merefleksikan kepribadian, minat dan perasaan seseorang terhadap suatu hubungan. Ada kisah tentang perang memperebutkan kekuasaan, misteri, permainan, dsb. Kisah pada setiap orang berasal dari “skenario” yang sudah dikenalnya, apakah dari orang tua, pengalaman, cerita, dsb. Kisah ini biasanya mempengaruhi orang bagaimana ia bersikap dan bertindak dalam sebuah hubungan.
Daniel Goleman (2002 : 411) mengemukakan cinta adalah salah satu dari macam emosi yang berupa: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, dan kemesraan.
Teori-Teori tentang Cinta
a. Penjelasan dari Teori PEA
Ada beberapa tokoh yang menyatakan pendapatnya, yaitu;
Menurut Helen Fischer, seorang antropologi dari Amerika serikat, yang melakukan penelitian selama bertahun-tahun yang menyatakan bahwa “Cinta itu tidak adadi!”. Disini ia mengungkapkan dan meneliti cinta yang dilihat dari hubungan antara jenis pasangan terutama yang sedang dilanda asmara, fenomena cinta sebenarnya tidak terlalu sulit untuk dirasakan. Nah, ketika mata bertemu pandang yang berlanjut pada persentuhan tangan, biasanya orang akan merasakan gejala yang sama:- darah mengalir lebih cepat, semburat merah muncul di pipi, peluh dingin membasahi telapak tangan, bahkan menghela napas pun jadi terasa berat. Dalam situasi seperti inilah hati bagaikan bergolak, disesaki oleh gelora cinta.
Menurut Helen Fischer seorang “peneliti cinta” di Universiti Boston, Amerika Syarikat ini lagi, reaksi romantik seperti itu timbul kerana kerja sejumlah hormon yang ada dalam tubuh, khususnya hormon yang diproduksi otak. Gelora cinta manusia yang meluap-luap tidak jauh berbedanya dengan reaksi kimia. Malangnya, senyawa antara hormon ini sangat dekat. Dan, berdasarkan teori Four Years Itch yang diumumkannya, daya tahan gelora cinta itu hanya mencapai empat tahun saja. Setelah itu, hancur tanpa kesan lagi.
Sebagaimana yang terjadi pada sebuah reaksi kimia, wujudnya tidak akan pernah kembali seperti semula. Sesungguhnya pula, perasaan yang menghanyutkan dalam masa jatuh cinta tadi boleh dianalisis secara kimia. Jadi, prosesnya dimulakan pada saat mata saling bertemu. Tangan yang bersentuhan bagaikan dialiri arus eletrik. Fenomena ini sudah pasti kerana tindakbalas hormon tertentu yang ada di otak, mengalir ke seluruh saraf hingga ke pembuluh darah yang terkecil sekalipun. Inilah yang membuat wajah memerah, dan timbul perasaan “melayang”. Aliran darah yang demikian cepat membuat bernafas pun menjadi berat.
Ia menentukan beberapa fase kerja hormon dalam otak ketika seseorang sedang jatuh cinta, yaitu sebagai berikut:
· Fase pertama:
Dapat dijelaskan sebagai berikut, Ketika hubungan mata sedang berlangsung, tertanam suatu `kesan’. Pada fase ini otak bekerja bagaikan komputer yang menyediakan sejumlah data, dan menserasikannya dengan sejumlah data yang pernah dirakam sebelumnya. Ia mencari apa yang membuat pesona itu muncul. Kalau sudah begini, bau yang ditimbulkan oleh lawan jenis pun boleh menjadi pemicu timbulnya rasa romantik.
· Fasa kedua:
yaitu munculnya hormon phenylethylamine (PEA) yang diproduksi otak. Inilah sebabnya ketika terkesan oleh seseorang, secara automatik senyum pun dilontarkan. Spontan, kilang PEA pun aktif bekerja ketika “wisel” mula dibunyikan. Hormon dopamine dan norepinephrine yang juga terdapat dalam saraf manusia, turut mendampingi. Hormon-hormon inilah yang menjadi pemicu timbulya gelora cinta. Setelah dua tiga tahun, efektiviti hormon-hormon ini mula berkurang.
· Fasa ketiga:
yaitu ketika gelora cinta sudah reda. Yang tersisa hanyalah kasih sayang. Hormon endorphins , senyawa kimia yang identik dengan morfin, mengalir ke otak. Sebagaimana efek yang ditimbulkan dadah dan sebagainya, saat inilah tubuh merasa nyaman, damai, dan tenang. Ada hormon lain yang akhir-akhir ini dihubungkan dengan cinta. Diproduksi oleh otak, hormon ini membuat saraf menjadi sensitif. Saat itulah tubuh akan didorong untuk merasakan sensasi cinta. Hormon ini pulalah yang diduga boleh mendorong terjadinya proses orgasme ketika bercinta atau melakukan hubungan seksual.
Ada juga teori cinta dengan pendekatan bioneurologi yang melihat, membandingkan, dan mengamati struktur otak orang gila misalnya, atau psikologi dan fisiologi yang mempelajari kaitan antara perilaku manusia dan pengaruh hormon pada tubuhnya. Cinta sebenarya sama dengan emosi. Kalau emosi seringkali ditentukan oleh sejumlah hormon (terutama dalam siklus menstruasi), maka hal yang sama juga berlaku dalam proses jatuh cinta.
Menurut Diane Lie seorang psikologi sekaligus peneliti rambang pada sebuah Universiti di Beijing membentangkan teorinya, meskipun urusan cinta boleh dijelaskan secara kimia, namun kecamuk cinta tidak semata-mata hanya ditentukan oleh aktiviti hormon, dan manusia tidak berdaya mengatasinya. Juga tidak selalu berarti bila kadar hormon berkurang, berarti getarannya pun berkurang.
Memang, pemacu semburan cinta (PEA) tadi, memiliki pengaruh kerja yang tidak tahan lama. Hormon yang secara ilmiah memiliki kesamaan dengan amfetamin ini, hanya efektif bekerja selama 2-3 tahun saja. Lama kelamaan, tubuh pun bagaikan imun, `kebal’ terhadap si pemicu gelora.
Masih menurut Diane, proses jatuh cinta itu tidak semata-mata hanya dipengaruhi hormon dengan reaksi kimianya. Apalagi dalam proses orang bercinta hingga menikah, banyak faktor sosial lainnya yang menentukan. Contohnya proses jatuh cinta yang dalam bahasa jawa dipanggil versi Tresno Jalaran Soko Kulino” yang bermaksud datangnya cinta kerana pertemuan yang berulang-ulang “. Demikian pula ketika kita marah dan ingin memaki orang lain, hormon memang punya pengaruh khusus, namun tetap ada faktor lain yang ikut menentukanya.
Manusia merupakan makhluk yang paling kompleks. Jika proses reaksi kimia terjadi pada haiwan, barulah teori rendahnya daya tahan PEA ini boleh dipercayai. Jadi, teori Helen Fiscer yang disebut Four Years Itch juga boleh dipatahkan. Pendeknya, teori PEA dilandaskan pada pendekatan ilmu eksakta, sedangkan teori Four Years Itch oleh Fischer yang lingkaran penelitiannya mencakup 62 jenis kultur ini, lebih menggunakan pendekatan sosial. Fischer, yang juga penulis buku ” Anatomy of Love “, menemukan betapa kes perceraian mencapai puncaknya ketika usia perkawinan mencapai usia empat tahun. Kalaupun masa empat tahun itu telah dilalui, katanya, kemungkinan itu berkat hadirnya anak kedua. Kondisi ini membuat perkawinan mereka boleh bertahan hingga empat tahun lebih.
Menurut pandangan Diane, dalam hubungan suami istri atau bercinta, selain cinta, ada hubungan lain yang sifatnya friendship, (persahabatan). Kalau setelah beberapa waktu cinta itu menipis - mungkin kerana tersisihkan hal-hal lain, misalnya kerana rutin yang dilakukan adalah hal-hal yang sama juga setiap hari, lalu segalanya jadi terasa membosankan.
Sternberg terkenal dengan teorinya tentang “Segitiga Cinta” Segitiga cinta itu mengandung komponen :
1) Keintiman (Intimacy)
Keintiman adalah elemen emosi, yang didalamnya terdapat kehangatan, kepercayaan (trust), dan keinginan untuk membina hubungan. Ciri-cirinya antara lain seseorang akan merasa dekat dengan seseorang, senang bercakap-cakap dengannya sampai waktu yang lama, merasa rindu bila lama tidak bertemu.
2) Gairah (Passion)
Gairah adalah elemen motivasional yang didasari oleh dorongan dari dalam diri yang bersifat seksual.
3) Komitmen
Komitmen adalah elemen kognitif, berupa keputusan untuk secara sinambung dan tetap menjalankan suatu kehidupan bersama.
Menurut Sternberg, setiap komponen itu pada tiap-tiap orang berbeda derajatnya. Ada yang hanya tinggi di gairah, tapi rendah pada komitmen. Sedangkan cinta yang ideal adalah apabila ketiga komitmen itu berada dalam proporsi yang sesuai pada suatu waktu tertentu. Misalnya pada tahap awal hubungan, yang paling besar adalah komponen keintiman. Setelah keintiman berlanjut pada gairah yang lebih besar (dalam beberapa budaya) harus disertai dengan komitmen yang lebih besar, misalnya melalui perkawinan.
Seperti telah diuraikan sebelumnya, pada hubungn cinta seseorang sangat ditentukan oleh pengalamannya sendiri mulai dari masa kanak-kanak. Bagaimana orang tuanya saling mengekspresikan perasaan cinta mereka. Hubungan awal dengan teman-teman dekat, kisah-kisah romantis sampai yang horor, dsb. akan membekas dan mempengaruhi seseorang dalam berhubungan. Karenanya setiap orang disarankan untuk menyadari kisah cinta yang ditulis untuk dirinya sendiri.
b. Penjelasan evolusioner/etologis mengenai cinta
Seorang jurnalis inggris Woodrow Wyatt (1981) mengatakan,’seorang pria jatuh cinta melalui matanya,seorang wanita melalui telinganya,”artinya seorang pria tertarik dari kecantikan wanita namun seorang wanita tertarik dari apa yang ia dengar mengenai status seorang pria.
c. Penjelasan psikoanalitik mengenai cinta
Freud memandang cinta sebagai sesuatu yang mincul dari insting seksual.selama perkembangan terhadap oral,ibu menyediakan kenikmatan erotik yang pertama pemuasan oral, sebagai akibatnya, ibu menjadi objek cinta anak pertamanya. Beberapa waktu kemudian, selama tahap genital, individu belajar bahwa kepuasan seksual dapat diberikan oleh seorang fartner seksual.
d. Penjelasan neo-analitik menngenai cinta
Erik Erikson (1963) berfokus pada keenam tahap perkembangan psikoseksual, ketika individu mencapai segitar dua puluh tahun keatas yaitu pada saat cinta yang matang berkembang.menurut Erikson, hanya mereka yang telah menemukan identitasnyalah yang akan melakukan intimasi dan cinta yang sebenarnya, sementara mereka yang identitas egonya tidak lengkap akan tetap terisolasi atau terlibat dalam relasi yang keliru seperti melakukan sex bebas atau hubungan yang dangkal.dengan demikian, Erikson memandang cinta sebagai hasil dari perkembangan yang sehat dan normal.
e. Pendekatan kognitif terhadap cinta
Pendekatan kognitif mengenai cinta berusaha mengklasifikasikan sebagai tipe yang berbeda mengenai cinta; mereka juga membedakan gairah kita dari pikiran kita.
Cinta tidak mungkin dipilah-pilahkan kedalam suatu skema yang sederhana. Kebanyakan pendekatan membuat perbedaan antara menyukai dan menghormati dengan cinta dan nafsu. Ada juga yang membedakan antara cinta yang penuh respek dan penuh persahabatan dengan kesetiaan yang emosional.
f. Perspektif humanistik / eksistensi cinta
ü Abraham Maslow Menempatkan kebutuhan cinta sebagai urutan ketiga dalam piramida kebutuhannya. Menurut Maslow hanya setelah kebutuhan fisiologis, seseorang dapat bekerja secara nyaman dalam memenuhi kebutuhan cinta dan afiliasi.
Maslow (1968) mendiskripsikan cinta dalam dua tipe, being love dan defisiensi love
§ deficiency love:bersifat memikirkan diri sendiri dan tergantung.
§ being love:bersifat tidak mementingkan diri sendiri dan peduli terhadap kebutuhan orang lain.orang dengan B_love lebih teraktualisasi –diri dan membantu fartnernya mencapai aktualisasi diri.
ü Erich Fromm mengkombinasikan perspektif humanistik/eksistensial dan psikoanalitik kedalam teorinya mengenai cinta.cinta merupakan hasil fositif dari perjuanngan individu untuk bergabung dengan individu lain.
ü Rallo May mendiskripsikan berbagai tipe cinta
Seks : peredaan ketegangan,nafsu
Ero : cinta prokreatif_pengalaman yang enak
Filia : cinta persaudaraan
Agape : pengabdian pada kesejahteraan yang lain
Cinta otentik : menggabungkan tipe-tipe cinta lain
May juga mengungkapkan pendapatnya tentang Cinta dan kehendak. Sebagai seorang eksistensialis,May menekankan pentingnya kehendak.ia mencatat bahwa cinta dan kehendak terjalin satu dengan yang lain­_yakni bahwa cita membutuhkan kehendak(usaha,kemauan) agar dapat bertahan dan bermakna.
g. Perbedaan budaya yang terkait cinta
Cinta tidak hanya sekadar fenomena biologis atau instingtual, ataupun konsep berdasarkan keluarga, cinta juga terkait dalam konteks budaya yang mempengaruhi perilaku agresif.
Diberbagai budaya dan berbagai masa di sepanjang sejarah, perkawinan diatur oleh orang tua penganten pria dan wanita.berbagai faktor ekonomi, religius, dan sosial memainkan peranan pentang.dari pada memilih pasangan hanya berdasarkan perasaan tertarik sesaat secara seksual sekadar hanya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak dewasa,lebih baik agen perjodohan.
h. Trait dan Pendekatan Interaksionis:kesepian
Seorang yang kesepian memiliki kesulitan untuk membentuk relasi, mempercayai orang lain, dan karib. Mereka sulit untuk membicarakan dirinya sendiri, membuka perasaannya terhadap orang lain, dan sulit merasa nyaman dalam berinteraksi sosial (Berg & Pepleu,1982;Pepleu & Caldwell,1978). Dalam istilah Traith, mereka barang kali rendah dalam sifat ekstropet dan stabilitas emosional. Para teoris kepribadian dari pendekatan kognitif menyatakan bahwa orang yanng kesepian sering kali memiliki gaya menjelaskan yang bersifat negatif, mereka melihat berbagai hal sebagai suatu yang berada diluar kontrol mereka dan cendrung memandang orang lain secara negatif (snodgrass,1987).
Cara pandang ini menyatakan kesepian dapat diatasi dengan mengnembangkan keterampilan dan mengubah lingkungan.kesepian tidak dapat dianggap hanya sebagai suatu trait kepribadian:para interaksionis berpandangan bahwa situsionis perlu ikut dipertimbangkan sepenuhnya (Rook,1988;1991). Kesepian terjadi ketika terdapat ketidaksesuaian antara relasi seseorang sebenarnya dengan relasi yang dibutuhkan (Parlmen &Peplau,1998).
Cinta yang salah arah
Banyak peneliti yang tertarik dalam menentukan relasi antara kepribadian dan perilaku seksual_khususnya,antara kepribadian dan seks yang tidak aman. yang paling mendasar, orang ekstrovert lebih berpetualang secara seksual karna mereka mencari stimulus ekstra. Orang-orang ekstrovert cendrung lebih banyak melakukan “french kissing” dan terlilbat dalam berbagai aktivitas seksual yang luas (Barnes,Malamuth, & check,1984;fontaine,1994). Fontain (1994) menggunakan Eysenk personality Questioneire untuk menelaah kepribadian dan aktifitas seksual dari para pria yang berusia 18 hingga 35 tahun.ia menemukan bahwa skors yang tunggi dalam dimensi psichotism berkaitan dengan praktik-praktik seksual yang beresiko seperti hubungan seks tanpa perllindungan dengan partner biseksual, penggunan obat terlarang melalui intravena,atau berganti-ganti pasangan.
Skala seperti attraction to sexual Agression scale (Malamuth,1989) mampu mengidentifikasi pria yang memiliki kecendrungan untuk melakukan kejahatan seksual terhadapWanita. Para pria seperti ini lebih mempercayai mitos mengenai perkosaan, mereka memiliki kebutuhan mendominasi yang kuat.mereka mempuyai sikap positif terhadap agresi seksual. Dalam pandangan Freud, jelas bahwa pria semacam itu tidak menyelesaikan kompleks Oedipal-nya ataupun mengembangkan super egonya secara memadai; dan bagi para neo_analis,jelas bahwa pria semacam itu menngalami defisiensi dalam pengasuhannya.dari sudut pandang kognitif pria seperti itu kurang memahami sisi manusiawi dari orang lain, dari sudut pandang trait, mereka kurang memiliki kemampuan berempati dan lupa berbagai aturan yang ditentukan masyarakat. Bagi seorang humanistik, mereka makhluk yang tidak bermoral.meski demikian, terdapat banyak bukti yang memperlihatkan bahwa cinta dapat tumbuh dari sebuah persahabatan yang bermakna. Banyak psikolog yang bijaksana menekankan cinta yang sebenarnya, cinta yang tahan lama, dan paling berhasil bila merupakan bagian dari kepedulian yang matang dan tanpa pamrih terhadap yang lain.
Intinya cinta yang salah adalah cinta yang mengarah pada hubungan seksual yang belum boleh dilakukan atau tidak ada hubungan pernikahan.
BENCI
Pengertian Benci
Kebencian merupakan sebuah emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya. Kadangkala kebencian dideskripsikan sebagai lawan daripada cinta atau persahabatan; tetapi banyak orang yang menganggap bahwa lawan daripada cinta adalah ketidakpedulian. (sumber : Dikutip dari : id.wikipedia.org/wiki ). Benci (hate) adalah salah satu bagian dari sifat-sifat manusia.
Dalam ilmu psikologi, Dr. Sigmund Freud mendefinisikan benci sebagai pernyataan ego (ke-akuan) yang ingin menghancurkan sumber-sumber ketidak bahagiaannya.
Definisi benci yang lebih baru menurut Penguin Dictionary of Psychology (Wikipedia) adalah “emosi yang dalam dan bertahan kuat, yang mengekspresikan permusuhan dan kemarahan terhadap seseorang, kelompok, atau objek tertentu”.
Teori-teori tentang Benci
a. Penjelasan biologis mengenai benci
Agresi beserta manifestasi internalnya sebagai sisi kemanusiaan yang memiliki dasar biologis dan bersifat alamiah; artinya, secara biologis kita memiliki predisposisi yang bersifat bawaan genetis untuk membenci.
Penjelasan Etologis
Etolog konrad lorenz (1967) dan Eibl-Eibesfeldt (1971,1979) mengatakan bahwa agresi merupakan produk dari proses evolusioner yang bersifat adaptif. Menurut pendapat ini, kebencian bersifat terberi karena agresi bersifat adaptif bagi evolusi spesies kita.
Para teori etologi ini juga mengatakan bahwa berbagai tendensi agresif alamiah dapat saja terdistorsi dan kadangkala diekpresikan secara tidak tepat.sebagai contoh, karena masyarakat modern kita mengekang berbagai tindakan agresif ,maka prustasi berawal dari agresi alamiah ini dapat menghasilkan suatu bentuk penumpukan agresi yang memerlukan tindakan untuk mengekspresikan atau melampiaskan agresi itu.
Berbagai solusi etologis terhadap agresi sering kali terbukti tidak afektif. Penjelasan etologis umumnya memberikan kesan bahwa agresi tidak dapat dihindari. Jika hal itu terkait dengan gen kita, maka hal itu tidak dapat dihentikan (Silverberg & Gray,1992,Stoff & Cairns,1996).
Gangguan Otak
Kepribadian agresif dan penuh kebencian melibatkan gangguan struktur dan gangguan otak yang disebabkan oleh obat. Berdasarkan sejumlah eksprimen yang dilakukan di dalam laboratorium hewan diketahui bahwa stimulasi terhadap sejumlah pusat di otak dapat menghasilkan kemarahan yang intens dan tak kunjung padam (Adams dkk,1993).Memang,beberapa orang yang terbukti memiliki kecenderungan untuk berang dan menaruh kebencian yang hebat ditemukan memiliki struktur otak yang abnormal serta cedera pada dan dekat hipotalamus dan amigdala (lobus temporal).
Gangguan otak biasanya diasosiasikan dengan kemarahan mendadak dan tidak terkontrol alih-alih dengan rencana untuk membunuh jutaan orang yang dilakukan secara dingin, penuh perhitungan dan perencanaan.
Berbagai studi yang menggunakan positron emission tomography (PET) scan memperlihatkan bahwa orang dengan kepadatan dari reseptor dopamin yang rendah (reseptor-reseptor D2) yang terletak diarea basal ganglia dari otak, cenderung memiliki kepribadian yang menjaga jarak dan dingin (Farde,Gustavsson,Josson,1997). Dopamin,sebuah neurotransmiter (pembawa pesan kimiawi) penting berkaitan dengan suasana hati (mood) dan berbagai defiseinsi neurotransmiter sebagian ditentukan secara genetis (Hendricks dkk,2003).
b. Pendekatan psikoanalitik mengenai benci
Freud membuat dalil mengenai eksistensi insting atau dorongan agresif. Pada kenyataannya,ia berteori bahwa semua manusia memiliki insting kematian. Thanatos yang merupakan dorongan yang terarah pada kematian dan prilaku meruusak nilai (self-destructive), yang namanya diambil dari dewa kematian Yunani.Meskipun demikian, prilaku merusak diri tidak diterima didalam masyarakat modern (Weiningger,1996). Seperti hal nya impuls-impuls seksual yang tidak dapat diterima secara sosial, energi ini harus dilepaskan atau disalurkan dengan cara-cara yang secara sosial tepat.
Salah satu mekanisme yang dilibatkan dapat berupa memproyeksikan impuls-impuls kematian ke objek yang dibenci , yakni dengan mengatribusikan kebencian keorang lain. Sebagai contoh, mereka mungkain melihat orang lain sebagai sosok yang agresif, penuh kebencian, dan berbahaya.
c. Pandangan Neo-Analitik mengenai benci
Jung berhipotesis mengenai sejumlah elemen yang umum disemua kepribadian manusia, arketip, salah satu arketip khusus , yang disebut shadow, adalah tempat insting-insting hewan dan primitif berada. Dengan demikian, menurut Jung ekpresi shadow yang tidak sesuai atau terkontrol dapat mengakibatkan kebencian dan agresi yang amat kuat seperti yang terjadi kepada Hitler, selain itu, ingatlah bahwa Jung menjelaskan tipe-tipe psikologis yang didasarkan pada kedudukan individu dalam tipologi.
Alfred Adler dan Karen Horney juga berkeyakinan (seperti Freud dan Jung) bahwa kepribadian yang bermusuhan dan penuh kebencian berkembang pada masa kanak-kanak,namun para ahli neu-analitik ini tidak menyatakan bahwa kepribadian seperti itu ditimbulkan secara langsung dari insting atau dorongan biologis.
Karen Horney yang juga memandang masa kanak-kanak sebagai sesuatu masa kehidupan dimana seorang individu dapat menjadi penuh kebencian,menyatakan bahwa anak-anak harus merasa aman ketika kanak-kanak agar dapat berkembang sebagaimana semestinya.
Horney menyajikan cara-cara pertahanan diri yang dapat dipakai anak-anak yang menjadikorban kekerasan.Salah satu mekanisme ini adalah meraih kekuasaan dan superioritas terhadap yang lain,yang melawan perasaan bahwa seorang tidak berdaya atau diperlukan secara salah.
Menurut Erikson,tahap-tahap psikososial yang tidak diselesaikansecara berhasil akan menghasilkan individu yang memilki sifat pemarah, bermusuhan, dan penuh kebencian:
1) Anak yang tidak mengembangkan kepercayaan yang memadai semasa bayi,cenderung mengembangkan pola untuk senantiasa curiga dalam kehidupan kelak.
2) Anak yang diperlukan deengan cara yang bermusuhan ketika dia didorong mencapai otonomi ddapat menjadi destruktif dan marah.
3) Akhirnya,jika inisiatif anak dihukum dan dihalangi alih-alih ditantang secara realistik,anak bisa gagal dalam mengembangkan superego yang memadai. Individu ini, yang orang tua nya kurang membekalinya dalam ketiga tahap perkembangan psikososial ini, cenderung menjadi orang dewasa yang penuh kebencian dan agresif.
d. Kebencian dan Otoritarianisme:Erich Fromm
Fromm menekankan iklim sosial seperti halnya sejarah pribadi individual sebagai sumber kemarahan dan kebencian. Fromm berteori bahwa individu merasa lebih sendiri dan terisolasi seiring dengan kemajuan peradaban dan seiring dengan meningkatnya kebebasan individual yang diperoleh orang-orang. Dalam rangka meniadakan perasaan kesepian dan alienasi, ia berteori beberapa orang meninggalkan kebebasannya, melepaskan individualitas dan prinsip-prinsipnya agar dapat menjadi bagian kelompok,berapapun harganya.
Dengan demikian, Fromm memadukan determinan biologis dan non biologis yang menghasikan kapasitas untuk melakukan kekerasan, dan ia menerima bahwa kanalisasi secara tidak tepat dari dorongan-dorongan ketika kanak-kanak dapat menciptakan berbagai masalah sepanjang hidup,namun ia meletakkan kesalahan terbesar pada kegagalan dalam menemukan makna didalam sebuah masyarakat yang kosong.Dengan demikian ia menggabungkan elemen-elemen dari pandangan eksistansial dan humanistik dalam memandang kebencian.
e. Pendekatan humanistik menngenai kebencian
Mereka menggaris bawahi pentingnya moralitas, keadilan, komitmen, yang melibatkan pemikiran yang kompleks dan kesadaran diri.kontras dengan para psikoanalis dan neo-analis, para psikolog humanistik lebih banyak berfokus pada individu-individu yang matang dan mencapai aktualisasi diri dibandingkan berfokus pada individu yang penuh kebencian yang banyak sekali jumlahnya. Mereka lebih melihat aspek-aspek yang mengarah pada sisi positif, dari apa yang dikelliru dalam pengasuhan.meskipun demikian, penjelasan humanistik mengenai kebencian individu dapat diturunkan dari teori-teorinya.
Psikolog humanistik carl rogers berkeyakinan bahwa emosi negatif berasal dari kurangnya penghargaan positif dalam kehidupan individu,khususnnya yang diberikan oleh orang tua selama masa kanak-kanak.
Abraham maslow(1968)juga memperlihatkan bahwa berbagai ketakutan keraguan kita mengenai diri sendiri berakar dari ketidak matangan dan kebencian.ia berfokus pada berbagai kebutuhan akan keamanan yang tidak terpenuhi sebagai penyebab terjadinya orang dewasa yang neurotik. Seperti rogers maslow bersikeras berpendapat bahwa kejahatan dan kebencian bukan lah sisi mendasar dari kepribadian seseorang melainkan merupakan akibat dari defisiensi lingkungan.
f. Kebencian sebagai suatu trait
Bagi para teoris trait , trait-trait seperti agresif merupakan bagian dari organisasi dinamik kepribadian, bagian-bagian kepribadian yang menggiring individu untuk bertindak dengan cara-cara tertentu. Raymond cattel menggunakan analisis faktor untuk menyaring trait-trait manusia yang umum, mengisolasi trait-trait tertentu, yang bila menggejala secara kuat membentuk trait-trait dari seorang pembunuh.
Bagi Hans Eysenck, dimensi kepribadin yang paling relevan dengan kebencian adalah psikotism. Seorang yang tinggi dalam dimensi ini memiliki sifat impulsif, kejam, keras hati, dan antisosial.
Dalam riset terapan mengenai agresi, psikolog seymaur feshbach (1971) memandang kemarahan sebagai suatu reaksi emosional yang mencapai puncaknya dalam bentuk perilaku yang penuh kebencian. Feshbach menemukan bahwa berbagai respon emosional lainnya seprti empati dan altruisme dapat melawan agresi. Artinya, feshbach mengatakan bahwa empati dapat menghambat respon seseorang terhadap konteks sosial yang membangkitkan berbagai perasaan dan perilaku agresif.
g. Pendekatan kognitif terhadap benci
Mereka justru menekankan bahwa bukan pengalaman riil individu,namun cara seseorang menginterpretasikan atau memahami berbagai relasi dan pengalamannyalah yang menentukan tindakan-tindakannya.menurut pandangan ini,kebencian dan agresif tergantung pada bagai mana cara kita belajar menjelaskan dunia.
George Kelly sebagai contoh,melihat pemahaman personal menngenai orang lain.ia menemukan bahwa beberapa orang tidak membuat banyak pembedaan diantara orang lain mereka cendrung lebih melihat oranng lain sebagai sama satu sama lain.orang yang lebih otoritarian seperti ini,memperlihatkan apa yang oleh kelly(1963) disebut kognitif simplicity.hal iini memungkinkan seseorang menganggap seluruh kelompok orang sebagai musuh-musuhnya.
h. Teori belajar:kebencian sebagai perilaku yang dipelajari
Berbagai teori belajar menyatakan bahwa agresip diperoleh melalui berbagai mekanisme yanng sama seperti semua perilaku. Teori belajar klasik menyatakan bahwa emosi yang penuh kebencian merupakan respon – respon yang terkondi, sementara teori belajar operant menekankan peran dari pennguatan dan hukuman dalam membentuk agresivitas yang dipelajari. Teori belajar sosial menggabungkannya dengan menyatakan bahwa perilaku benci merupakan hasil dari modeling, obserpasi, imitasi, dan vicariously reinforced (sangat dibesarkan).
Memang benar bahwa jika perilaku benci memperoleh penguatan, entah karna itu dapat menarik perhatian, entah karena membangkitkan pujian dari orang lain, atau karna menguntungkan material, maka orang itu akan terus bertindak dengan cara bermusuhan. Pada kenyataan, sebenarnya agresi dapat semakin kuat.
i. Perbedaan budaya yang terkait kebencian
Beberapa masyarakat tergolong bersifat sangat agresif, sedang yang lain hanya memperlilhatkan sedikit permusuhan dalam relasi antarpersonal. Rupanya, ada sesuatu dalam tatanan sosial yang terkait dengan fakta ini.
Bahwa diperbatasan Amerika Serikat, ditemukan bahwa perbedaan budaya memprediksikan perbedaan taraf permusuhan.Nisbett dan Cohen (1996) yang membandingkan bahwa dinegara-negara bagian utara AS dengan negara bagian selatan,menemukan bahwa rata-rata pembunuhan yang lebih tinggi diselatan.
Benci yang salah arah
Dari pengertian dan penjelasan tentang benci diatas kami mengambil kesimpulan bahwa benci yang salah adalah benci yang berlebihan yang menyebabkan orang lain menderita. Contoh: teroris. Dan benci kepada kebenaran.

Ardi al-Maqassary

"Aku melihat, diujung sana, ada setitik cahaya yang terang benderang. Akan kuraih cahaya itu, dan membagikannya kepada seluruh manusia!!!"

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال