Model Pelayanan Rehabilitasi Narkotika

Rebalitasi narkotika adalah sebuah kebutuhan, dan sangat diharapkan keberasaannya, baik oleh pemerintah, keluarga dan pemakai sendiri yang ingin bebas dan cengkeraman narkotika.
Saat ini terdapat banyak model pelayanan rehabilitasi narkotika yang ada. Model-model pelayanan rehabilitas narkotika ini berasal dari sudut pandang rahabilitasi dan kelimuan yang berbeda.
Model-model pelayanan rehabilitasi narkotika adalah sebagai berikut:
Model Pelayanan dan Rehabilitasi Medis
  1. Metadon --- Metadon adalah zat opioid sintetik berbentuk cair yang diberikan lewat mulut. Metadon merupakan obat yang paling sering digunakan untuk terapi substitusi bagi ketergantungan opioid. Bentuk terapi ini telah diteliti secara luas sebagai terapi modalitas. Terapi substitusi Metadon dari penelitian dan monitoring pelayanan, secara kuat terbukti efektif menurunkan penggunaan NAPZA jalur gelap, mortalitas, resiko penyebaran HIV, memperbaiki kesehatan mental dan fisik, memperbaiki fungsi sosial serta menurunkan kriminalitas. Pada klien dengan pengguna heroin yang memakai rehabilitasi dengan Metadon, maka dosis Metadon dosis tinggi dinilai lebih efektif daripada dosisnya rendah atau menengah. Dosis Metadon yang tinggi akan diturunkan secara bertahap. Terapi rumatan Metadon diikuti perbaikan kesehatan secara substansial dan insiden efek samping rendah. Hampir ¾ klien yang mengikuti terapi Metadon berespon baik (RSKO, 2005). Meski demikian, tidak semua pengguna dengan ketergantungn opioid dapat diberi terapi substitusi Metadon. Bagi mereka yang tidak dapat menggunakan metode ini, tersedia banyak pendekatan lainnya dan menggugah mereka tetap berada dalam terapi.
  2. Burprenorfin --- Burprenorfin adalah obat yang diberikan oleh dokter mellui resep. Aktifitas agonis opioid Burprenorfin lebih rendah dari Metadon. Burprenorfin tidak diabsorbsi dengan baik jika ditelan, karena itu cara penggunaannya adalah sublingual (diletakkan di bawah lidah).
Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Bimbingan Individu dan Kelompok
Terapi ini merupakan terapi konvensional untuk klien ketergantungan NAPZA yang tidak menjalani rawat inap dan dapat dilakukan secara individual maupun kelompok. Program ini didesain dengan kegiatan yang bervariasi seperti edukasi keterampilan, meningkatkan sosialisasi, pertemuan yang bersifat vokasional, edukasi moral dan spiritual, serta terapi 12 langkah (the 12 steps recopvery program).
Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Therapeutic Community
  1. Pengertian Therapeutic --- Community (TC) adalah sebuah kelompok yang terdiri dari individu dengan masalah yang sama, tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi, norma dan nilai, serta kultural yang disetujui, dipahami dan dianut bersama. Kesemuanya dijalankan demi pemulihan diri masing-masing.
  2. Tujuan TC --- Klien dapat mengolah subkultur yang dianut pengguna ke arah kultur masyarakat luas (mainstream society), menuju kehidupan yang sehat dan produktif, meskipun pengguna sendiri mempunyai beberapa nilai untuk mempertahankan pemulihannya.
  3. Cardinal Rules --- No Drugs, No Sex, and No Violence
  4. Filosofi TC --- Program TC berlandaskan pada filosofi dan slogan-slogan tertentu, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
Filosofi TC tertulis: “Saya berada di sini karena tiada lagi tempat berlindung, baik dari diri sendiri, hingga saya melihat diri saya di mata dan hati insan yang lain. Saya masih berlari, sehingga saya masih belum sanggup merasakan kepedihan dan menceritakan segala rahasia diri saya ini, saya tidak dapat mengenal diri saya sendiri dan yang lain, saya akan senantiasa sendiri. Dimana lagi kalau bukan di sini, dapatkah saya melihat cermin diri sendiri? Bukan kebesaran semu dalam mimpi atau si kerdil di dalam ketakutannya, tetapi seorang insan, bagian dari masyarakat yang penuh kepedulian. Di sini saya dapat tumbuh dan berakar, bukan lagi seseorang seperti dalam kematian tetapi dalam kehidupan yang nyata dan berharga baik untuk diri sendiri maupun orang lain.”
Filosofi tidak tertulis:
  • Honesty (kejujuran) Adalah nilai hakiki yang harus dijalankan para residen, setelah sekian lama mereka hidup dalam kebohongan.
  • No free lunch (di dunia ini tidak ada yang gratis) Tidak ada sesuatupun di dunia ini yang didapatkan tanpa usaha terlebih dahulu.
  • Trust your environment (percaya pada lingkunganmu) Percaya pada lingkungan rehabilitasi dan yakin bahwa lingkungan ini mampu membawa klien pada kehidupan yang positif.
  • Understand is rather than to be Understood (pahami lebih dulu orang lain sebelum kita minta dipahami)
  • Blind faith (keyakinan total pada lingkungan)
  • To be aware is to be alive (waspada adlah inti kehidupan)
  • Do your things right, everything else will follow (pekerjaan yang dilakukan dengan benar-benar akan memberikan hasil yang positif)
  • Be careful what ask to you, you might just get it (mulutmu harimaumu)
  • You can’t keep it unless you give it away (sebarkanlah ilmumu pada banyak orang)
  • What goes around, comes around (perbuatan baik akan berbuah baik)
  • Compensation is valid (selalu ada ganjaran bagi perilaku yang kita buat)
  • Act as if (bertindak sebagaimana mestinya)
  • Personal growth before vested status (kembangkanlah dirimu seoptimal mungkin)
Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Agama
Ada berbagai macam pusat rehabilitasi dengan pendekatan agama, misalnya Pondok Pesantren Suryalaya dan Pondok Pesantren Inaba di Jawa Barat dengan pendekatan nilai- nilai agama Islam dimana kegiatan utamanya adalah berdzikir.
Beda halnya di Thailand dimana para biksu Budha merawat klien yang mengalami ketergantungan opioida di kuil, antara lain kuil Budha Tan Kraborg. Di dalam kuil, setiap pagi klien diberi ramuan daun yang menyebabkan klien muntah dan sore harinya mendapat pelajaran agama Budha dalam lima hari pertama.
Setelah lima hari tidak ada lagi kegiatan terstruktur dan klien diberi kesempatan untuk memulihkan kesehatannya dari kelelahan. Para pendeta ini juga telah dilatih dalam memberi konseling kepada klien.
Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Narcotic Anonymus
Narcotic Anonymus adalah suatu program recovery yang dijalankan seorang pecandu berdasarkan prinsip 12 langkah. Langkah-langkah ini harus dijalankan lebih dari satu kali. Setelah selesai mengerjakan seluruh langkah yang ada, seorang pecandu harus menjalankan kembali langkah pertama. Karena banyak hal baru yang terjadi dan timbul sehingga seorang pecandu harus menjalankan recorvery-nya seumur hidup.
Twelve (12) steps Narcotic Anonymus, adalah:
  1. Kami mengakui bahwa kami tidak punya kekuatan untuk mengatasi kebiasaan menggunakan alkohol sehingga hidup kami menjadi tidak terkendali.
  2. Kami berkesimpulan bahwa suatu kekuatan yang lebih besar dari diri kami sendiri dapat memulihkan kami kepada hidup yang lebih sehat.
  3. Kami memutuskan untuk memalingkan kemauan dan hidup kami di bawah bimbingan Tuhan, sebagaimana kami memahaminya.
  4. Mencari dan tidak takut akan menemukan moral kami sendiri.
  5. Mengakui kepada Tuhan, kepada diri kami sendiri dan kepada orang lain, kesalahan- kesalahan kami yang bersifat alamiah.
  6. Siap secara bulat menerima Tuhan yang akan mengubah semua cacat watak.
  7. Dengan rendah hati memohon kepada-Nya untuk menghilangkan kekurangan kami.
  8. Membuat daftar-daftar orang yang telah kami rugikan, dan ingin berubah terhadap mereka.
  9. Berubah secara langsung kepada orang tersebut dimana mungkin, kecuali bila dengan berbuat demikian akan mencederai mereka atau orang lain.
  10. Terus menemukan diri kami sendiri dan bila terdapat kesalahan, segera mengakuinya.
  11. Melalui doa dan meditasi meningkatkan hubungan secara sadar dengan Tuhan, sebagaimana kami memahami-Nya, berdoa hanya untuk mengetahui akan kehendak- Nya atas diri kami dan kekuatan melaksanakannya.
  12. Dengan memiliki kesadaran spiritual sebagai hasil dari langkah ini, kami akan mencoba untuk menyampaikan kabar ini kepada pecandu alkohol, dan menerapkan prinsip ini dalam semua kehidupan kami.
Model Pelayanan dan Rehabilitasi dengan Pendekatan Terpadu
Suatu pelayanan rehabilitasi dengan memadukan konsep dari berbagai pendekatan dan bidang ilmu yang mendukung sehingga dapat memfasilitasi korban NAPZA dalam mengatasi masalahnya dari aspek bio, psiko, sosial, dan spiritual.
Tahapan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi korban penyalahguna Narkoba dilaksanakan sesuai Standar Minimal dan Pedoman Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Penyalahgunaan Narkoba yang disusun BNN, meliputi:
  1. Pendekatan awal --- Pendekatan awal adalah kegiatan yang mengawali keseluruhan proses pelayanan dan rehabilitasi sosial yang dilaksanakan dengan penyampaian informasi program kepada masyarakat, instansi terkait, dan organisasi lain guna memperoleh dukungan dan data awal calon klien residen dengan persyaratan yang telah ditentukan.
  2. Penerimaan --- Pada tahap ini dilakukan kegiatan administrasi untuk menentukan apakah diterima atau tidak dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: (i) Pengurusan administrasi surat-menyurat yang diperlukan untuk persyaratan msuk panti (seperti surat keterangan medical check up, test urine negatif, dan sebagainya), (ii) Pengisisan formulir dan wawancara dan penentuan persyaratan menjadi residen, (iii) Pencatatan residen dalam buku registrasi
  3. Assessment --- Assessment merupakan kegiatan penelaahan dan pengungkapan masalah untuk mengetahui seluruh permasalahan residen, menetapkan rencana dan pelaksanaan intervensi. Kegiatan assessment meliputi: (i) Menelusuri dan mengungkapkan latar belakang dan keadaan residen (ii) Melaksanakan diagnosa permasalahan (iii) Menentukan langkah-langkah rehabilitasi (iv) Menentukan dukungan pelatihan yang diperlukan (v) Menempatkan residen dalam proses rehabilitasi
  4. Bimbingan fisik --- Kegiatan ini ditujukan untuk memulihkan kondisi fisik residen, meliputi pelayanan kesehatan, peningkatan gizi, baris-berbaris, dan olahraga.
  5. Bimbingan mental dan sosial Bimbingan mental dan sosial meliputi bidang keagamaan / spiritual, budi pekerti individual dan sosial / kelompok dan motivasi residen (psikologis).
  6. Bimbingan orang tua dan keluarga Bimbingan bagi orang tua / keluarga dimksudkan agar orang tua / keluarga dapat menerima keadaan residen, memberi dukungan, dan menerima residen kembali di rumah pada saat rehabilitasi telah selesai.
  7. Bimbingan keterampilan Bimbingan keterampilan berupa pelatihan vokalisasi dan keterampilan usaha (survival skill), sesuai dengan kebutuhan residen.
  8. Resosialisasi / reintegrasi --- Kegiatan ini merupakan komponen pelayanan dan rehabilitasi yang diarahkan untuk menyiapkan kondisi residen yang akan kembali kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini meliputi: (i) Pendekatan kepada residen untuk kesiapan kembali ke lingkungan keluarga dan masyarakat tempat tinggalnya, (ii) Menghubungi dan memotivasi keluarga residen serta lingkungan masyarakat untuk menerima kembali residen, (iii) Menghubungi lembaga pendidikan bagi klien yang akan melanjutkan sekolah
  9. Penyaluran dan bimbingan lanjut (aftercare) --- Dalam penyaluran dilakukan pemulangan residen kepada orang tua / wali, disalurkan ke sekolah maupun instansi / perusahaan dalam rangka penempatan kerja. Bimbingan lanjut dilakukan secara berkala dalam rangka pencegahan kambuh / relapse dengan kegiatan konseling, kelompok, dan sebagainya.
  10. Terminasi --- Kegiatan ini berupa pengakhiran / pemutusan program pelayanan dan rehabilitasi bagi residen yang telah mencapai target program (clean and sober).
Berdasarkan KEPMENKES No.996/MENKES/SK/VIII/2002, komponen kegiatan yang ada pada rehabilitasi narkotika meliputi:
  1. Memperbaiki gizi dengan makanan yang bermutu dalam jumlah memadai
  2. Memulihkan kebugaran jasmani dengan senam dan olahraga
  3. Melatih penyalahguna NAPZA mengatasi ketegangan otot dan mental bila mengatasi stress melalui terapi relaksasi
  4. Meningkatkan konsep diri melalui psikoterapi kognitif behavioral
  5. Membangkitkan kembali kepercayaan diri dan sikap optimis melalui psikoterapi supeortif
  6. Meningkatkan sikap tegas untuk mampu menolak segala macam bujukan atau ajakan yang bersifat negatif melalui psikoterapi asertif
  7. Meningkatkan kterampilan komunikasi interpersonal melalui dinamika kelompok, konseling
  8. Memperbaiki disfungsi keluarga melalui terpi keluarga
  9. Melakukan konseling keluarga bagi semua anggota keluarga agar dapat mendukung proses pemulihan
  10. Melatih tanggung jawab melalui kegiatan sehari-hari
  11. Mempelajari suatu keterampilan sesuai minat
  12. Mengikutkan penyalahguna NAPZA dalam pekerjaan sehari-hari
  13. Pembinaan spiritual dan agama sesuai kepercayaan dan keyakinan masing-masing
  14. Mewaspadai komplikasi medik
  15. Memahami kemungkinan dual diagnosis (gangguan mental lain)
  16. Rekreasi di dalam maupun di luar sarana rehabilitasi
  17. Kegiatan lain yang disesuaikan dengan metode yang digunakan

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال