Sopir Angkot dan Kriminalitas, Telaah Psikologis

Sopir angkot dan kriminalitas, sebuah judul yang menghubungkan antara sebuah profesi dengan tindak criminal. Mungkin, profesi yang seharusnya berhubungan adalah perampok dengan tindak kriminal, atau pemerkosa dengan tidak asusila. Bagaimana seorang profesi seperti sopir angkot bisa dihubungkan dengan tindak kriminal? Seakan akan mengatakan bahwa sopir angkot adalah pelaku kriminal.
Saya sendiri sebenarnya tidak setuju akan hal itu. Sopir khususnya sopir angkot adalah sebuah profesi dalam pelayanan jasa, sehingga seharusnya memberikan service yang terbaik bagi penumpangnya. Tetapi kenyataan yang terjadi sebaliknya, pelayanan jasa yang diberikan oleh seorang sopir angkot kadang sangat mengecewakan, merugikan, bahkan penumpangnya bisa menjadi korban karenanya.
Tindakan criminal sopir angkot sangat berbahaya bagi pengguna jasa transportasi. Sopir angkot yang ugal-ugalan dijalan raya, yang menganggap jalan raya adalah miliknya, dan pengendara lain harus minggir jika ada angkot lewat, kata-kata yang kasar yang merupakan gaya komunikasinya tiap hari, dan penampilan yang urakan dan terkesan menakutkan. Bagaimana bisa, seorang penjual jasa seperti sopir angkot melakukan pelayanan seperti itu? Jika dilihat dari kacamata pemasaran, ini adalah tindakan bodoh. Apakah karena memang kehidupan dijalan raya itu keras. Tetapi kerasnya hati manusia tergantung dengan kepribadian orangnya. Pada kenyataannya dilapangan, sebagian besar sopir angkot seperti yang disebutkan diatas.
Apa penyebab sehingga seorang sopir angkot dekat dengan tindakan kriminal? Untuk menjawabnya, kita harus mengetahui asal-usul seseorang menjadi sopir angkot.
Pada mulanya, tidak ada seorangpun yang berniat menjadi sopir angkot, tetapi karena tidak ada pekerjaan lain dan tuntutan ekonomi, sehingga pekerjaan inipun harus digeluti. Sebagian besar sopir angkot tidak menyelesaikan masa sekolah hingga SMA, bahkan kebanyakan kabur dari sekolah, dan besar dijalan. Mulanya hanya ikut-ikutan menjadi kenet, belajar menyetir, dan akhirnya terampil. Dan dikemudian hari merekapun menjadi sopir angkot. Mereka belajar menyetir dari pengalaman, dan tidak ada lisensi khusus untuk itu. Soal etika berkendara, hanyalah kebiasaan belaka. Jika lampu merah harus berhenti, apalagi ada polisi, bahkan kalau tidak ada polisi, lampu merah pun semuanya hijau baginya.
Mereka tidak pernah belajar khusus tentang pelayanan penumpang, yang ada hanyalah bagaimana mengejar target setoran tiap hari. Soal keamanan dan kenyamanan penumpang bukan hal prioritas.
Hal inilah yang menyebabkan sopir angkot berhubungan dekat dengan tindakan criminal. Pengetahuan yang kurang dan kerasnya pengaruh kehidupan dijalan raya menjadi dua penyebab utama. Identifikasi (imitasi) perilaku dari teman-teman yang berperilaku sama, menyebabkan tindakan ini seakan akan dimiliki oleh seluruh sopir angkot. Latar belakang ekonomi yang menuntut, dan pendidikan yang kurang memberikan pondasi pada tahap perkembangan dimasa remajanya (usia sekolah) menjadi dasarnya.
Hal ini bisa menyebabkan akibat fatal bagi pengguna transportasi khususnya pengguna angkot. Keselamatannya diserahkan kepada orang yang tidak bertanggungjawab.

3 Komentar

  1. Semoga bagi pihak yang berwenang dapat melakukan tindakan dalam hal pencegahan. Karena dunia tranportasi merupakan tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam mengatur dan memberikan pelayanan umum masyarakat yang aman dan nyaman.

    Sukses selalu
    Salam
    Ejawantah's Blog

    BalasHapus
  2. "Pengetahuan yang kurang dan kerasnya pengaruh kehidupan dijalan raya menjadi dua penyebab utama" saya agak kurang sependapat dg argumentasi itu. kita jgn dulu menjustifikasi soal pengetahuan orang, bisa jadi mereka lbh berpengethuan dr kita. sy pikir ini soal kontrol pemerintah, terutama dalam memfilter tayangan media yg masif ttg kekerasan. pun soal perkembangan teknologi informasi, terutama internet, yg kian bebas

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال