PANDANGAN TEORITIS TERHADAP GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN

Terdapat beberapa teori yang menjelaskan dan memberikan pandangan mengapa Gangguan Kepribadian Dependen dapat muncul pada seseorang menjadi sebuah gangguan. Berikut teori-teori yang dapat menjelaskan munculnya Gangguan Kepribadian Dependen.
PSIKODINAMIK
Menurut teori psikoanalitik, gangguan ini timbul karena adanya regresi atau fiksasi pada fase oral perkembangan psikoseksual. Hal itu karena orang tua yang sangat melindungi (over protecting) atau orang tua yang mengikuti apa yang dibutuhkan penderita di masa kecil, atau menuntut perilaku dependen dari penderita sebagai imbalan dari pengasuhan. Dengan selalu terpenuhinya kemauan pada waktu kecil, maka orang ini menjadi kebiasaan bahwa dia harus selalu dipenuhi kemauannya. Akan tetapi orang ini menjadi tidak mandiri, oleh karena itu orang ini akan mencari orang lain untuk menjadi tempat bergantung.
PERSPEKTIF  INTERPERSONAL
Orang tua memainkan peran yang dominan dalam menciptakan patologi dependen, tapi keluarga lainnya dan pengalaman kelompok sebaya sering berkontribusi juga. Formulasi interpersonal dari pengembangan kepribadian dependen menekankan pada perlindungan yang berlebihan (overprotection), perhatian berlebihan (overconcern), pengasuhan yang berlebihan (overnurturance), dan pematahan semangat akan kemandirian dari orang tua, sebagai jalan utama perkembangan. Secara alami anak akan berkembang dan mengeksplorasi lingkungannya sesuai dengan tuntutan perkembangannya. Dari segala kebutuhan yang sebelumnya dipenuhi (dependen) bergerak ke arah yang independent. Yang sebelumnya harus ada rasa aman dan jaminan dari ibu atau pengasuh, hingga anak menentang otoritas (ibu atau pengasuh) dengan kata “tidak”. Jika seorang anak sudah memiliki preferensi diri “tidak” anak sudah mengembangkan kepribadian independent, ingin lepas dari pengaruh otoritas. Tetapi kebanyak orang tua, merasa takut, jika akan lepas kendali, sehingga tidak dibiarkan berkembang dan mencari jatidirinya sesuai dengan tingkatan perkembangannya. Akibatnya, anak akan merasa ketergantungan (dependen) dengan yang memiliki otoritas terhadapnya.
THE COGNITIVE PERSPECTIVE
Sebagian besar individu dependen, yang kehidupannya diatur oleh figure otoritas sejak masa bayi, tidak pernah mengembangkan potensi untuk membuat penilaian kualitatif yang canggih. Orang lain entah menganganggap individu dependen tidak mampu, atau secara alamiah mengontrol dirinya sendiri dan mengambil keputusan, untuk setiap masalah hidup, hasil terbaik apa yang akan keluar dan bagaimana mencapainya.
Dalam Beck (1990), Fleming menyatakan sejumlah distorsi kognitif yang membuat gangguan tetap bertahan. Ada dua yang sepertinya penting: Pertama, individu dependen melihat dirinya sebagai “secara alamiah tidak mampu dan tidak berdaya”; kedua, kekurangan-kekurangan yang mereka rasa ada pada dirinya (self-perceived shortcomings) mengarahkan mereka untuk menyimpulkan bahwa mereka harus mencari seseorang yang bisa mengatasi kesulitan hidup dalam dunia yang berbahaya. Hal tersebut sebenarnya hanya merupakan pengulangan dari apa yang telah mereka pelajari. Namun antara premis dan kesimpulan terdapat beberapa kesalahan logis yang menyimpangkan kenyataan (Fleming, 1990) dan kemudian membatalkan semua argumen. Yang paling penting dari hal tersebut adalah pemikiran dikotomus, suatu gaya pemikiran yang membagi dunia menjadi kutub yang saling bertolak belakang, tanpa terdapat daerah abu-abu di antara keduanya. Jika individu dependen tidak diperhatikan, mereka melihat diri mereka sendiri sebagai seseorang yang benar-benar sendirian di dunia ini. Dengan cara yang sama, jika mereka sama sekali tidak yakin bagaimana melakukan sesuatu, tentunya masalah tersebut pasti tidak dapat teratasi, paling tidak bagi mereka. Pemikiran dikotomus tidak dapat dihindari mengarah pada distorsi ketiga: individu dependen cenderung untuk menganggap sesuatu sebagai malapetaka.
PERSPEKTIF EVOLUTIONARY-NEURODEVELOPMENTAL
Pendekatan ini menganggap bahwa faktor bawaan biologis seorang individu mungkin menyebabkannya untuk melihat dan bereaksi pada pengalaman dengan suatu cara tertentu yang pada akhirnya menghasilkan gaya tingkah laku pasif dan dependen. Dependensi itu tidak diwariskan, tapi tipe genetic tertentu memiliki kemungkinan yang tinggi untuk berkembang di bawah pengalaman hidup “normal”, menjadi pola kepribadian dependen.
Semua bayi tidak berdaya dan sepenuhnya bergantung pada pengasuhnya untuk perlindungan dan perawatan. Selama beberapa bulan pertamanya, anak memperoleh pengertian yang samar dimana objek di sekitar mereka terasosiasi dengan peningkatan rasa nyaman dan kepuasan; mereka menjadi “terikat” pada objek-objek tersebut karena objek tersebut memberikan penguatan positif (positive reinforcement). Semua hal tersebut alamiah. Namun kesulitan muncul jika keterikatan yang mereka pelajari terlalu terbatasi dengan sempit atau terakar dalam sehingga sampai menghalangi perkembangan kompetensi dimana mereka bisa mendapatkan penguatan dengan sendirinya.

Sumber :
Millon, Theodore, dkk. 2004. Personality Disorder in Modern Life – Second Edition. Jhon Wiley & Sons. New Jersey.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال