Model Pelatihan yang Efektif

Model pelatihan yang efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pelatihan pada dasarnya adalah aktivitas manusia melalui proses pembelajaran yang diselenggarakan untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam mempelajari tugas sesuai dengan standar yang ditentukan. Untuk mencapai hasil itu maka program latihan hendaknya dirancang secara efektif.
Ciri-ciri rancangan program pelatihan yang efektif menurut Bambang Kussri yanto, (1991),meliputi:
  1. Mempunyai sasaran yang jelas, hasilnya sebagai tolak ukur 
  2. Diberikan oleh tenaga pengajar yang cakap menyampaikan ilmunya dan mampu memotivasi para penyelia 
  3. Isinya mendalam, sehingga tidak hanya menjadi bahan hafalan, melainkan mampu mengubah sikap dan meningkatkan prestasi kerja penyelia 
  4. Sesuai dengan latar belakang teknis, permasalahan, dan daya tangkap peserta 
  5. Menggunakan metode yang tepat guna, misalnya kelompok diskusi untuk sasaran tertentu dan demonstrasi sambil kerja (on the job) untuk sasaran lainnya 
  6. Meningkatkan keterlibatan aktif para peserta, sehingga mereka bukan hanya sekedar pendengar atau pencatat belaka 
  7. Disertai dengan desain penelitian, sejauhmana sasaran program tercapai demi prestasi dan produktivitas perusahaan.
Ciri-ciri dari rancangan program latihan di atas mencakup tiga hal pokok, yaitu berkenaan dengan:
  1. Materi yang harus disam paikan secara jelas, mendalam isinya dan sesuai dengan latar belakang teknis 
  2. Metode penyampaian pelatihan dan penyampaian materi dilakukan oleh pengajar yang cakap, serta melibatkan secara aktif peserta latihan 
  3. Evaluasi pelaksanaan pelatihan.
Soekidjo Notoatmodjo (1992) mengemukakan, dalam merancang dan mengembangkan program latihan yang efektif yaitu dengan mengikuti siklus yang dimulai dari:
  1. Analisis kebutuhan latihan 
  2. Menetapkan tujuan latihan 
  3. Pengembangan kurikulum (Materi) 
  4. Persiapan pelaksanaan latihan 
  5. Pelaksanaan latihan 
  6. Evaluasi pelaksanaan latihan.
Sedangkan Henry Simamora, (1997) memperhatikan bahwa program-program pelatihan harus disusun dan diimplementasikan tersaji, yang memperhatikan tiga tahap yang harus tercakup dalam pelatihan:
  1. Tahap Analisis Kebutuhan Pelatihan 
  2. Tahap Pelatihan dan Pengembangan 
  3. Tahap Evaluasi
Kegiatan pelatihan yang dilakukan harus menempuh langkah-langkah sebagai berikut;
Pertama, pelatihan harus didahului dengan menentukan kebutuhan nyata akan pelatihan. Keputusan penyelenggaraan pelatihan harus berdasarkan pada data terbaik yang dihimpun dengan melakukan suatu penilaian kebutuhan-kebutuhan (needs assesment). Penilaian kebutuhan dapat dilakukan dengan cara menganalisis masalah-masalah saat ini dan tantangan-tantangan dimasa yang akan dihadapi melalui pelatihan.
Penilaian-penilaian kebutuhan dilaksanakan pada tiga tingkat: (a) Organisasional, (b) Pekerjaan atau operasional, (c) Personalia.
  1. Analisis organisasional (Organizational Analysis) adalah pemeriksaan jenis-jenis permasalahan yang dialami organisasi. Analisis operasional mencoba menjawab pertanyaan dimana sebaiknya dilakukan titik bert pelatihan di dalam suatu organisasi dan faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pelatihan. Analisi kebutuhan organisasional hendaknya terpusat pada jumlah karyawan dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan pada setiap jenjang dari setiap bagian untuk periode waktu tetentu. Perubahan-perubahan dalam strategi organisasi, pasar, dan teknologi dapat menuntut karyawan agar memilki keahlian, pengetahuan, dan sikap-sikap yang baru atau berbeda. Sebagai contoh, organisasi memperkenalkan produk baru untuk menjawab suatu permintaan pasar yang baru. Pengenalan produk ini memerlukan keahlian-keahlian baru dari sejumlah karyawan, untuk itu beberpa pelatihan perlu diadakan untuk memampukan karyawan saat ini m engubah pekerjaan-pekerjaan sebagai upaya menghindari terjadinya terminasi (penghentian). Dengan demikian pada tingkat Analisis Organisasional tahap pertama yang paling kritis adalah menghubungkan penilaian kebutuhan dengan pencapaian tujuan-tujuan organisasional. Jika hubungan tersebut tidak ada, pelatihan memiliki kemungkinan besar tidak akan berguna/berhasil. 
  2. Analisis Operasional (Operational Analysis) adalah proses menentukan perilaku-perilaku yang dituntut dari pemegang jabatan dan standar-standar kinerja yang mesti dipenuhi. Analisis Operasional agak mirip dengan analisis pekerjaan. Analisis Operasional terpusat pada karyawan, bukan pada pekerjaan. Analisis ini terpusat pada apa yang harus dilakukan seorang karyawan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Nilai dari analisis Operasional adalah bahwa analisis ini tidak hanya menentukan sasaran-sasaran pelatihan saja, tetapi juga mengindikasikan apa yang akan menjadi kriteria untuk menilai efektivitas pelatihan. Henry Simamora, (1997) menjelaskan bahwa Analisis Operasional membutuhkan suatu pemeriksaan yang masakmengenai pekerjaan-pekerjaan yang akan dilaksanakan setelah pelatihan.Analisis ini meliputi: 1) Suatu pengumpulan secara sistematis informasi yang menggambarkan secara rinci bagaimana pekerjaan dilaksanakan sehingga; 2) Standar-standar kinerja untuk pekerjaan tersebut dapat ditentukan; 3) Bagaimana tugas-tugas akan dilaksanakan untuk mencapai standar tersebut; 4) Pengetahuan, keahlian, kemampuan, dan karakteristik lainnya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas yang efektif. Dijelaskannya pula bahwa Analisis pekerjaan, penilaian kinerja, wawancara dengan mana jemen yang lebih tinggi, analisis permasalahan-permasalahan operasi (pengendalian kualitas dan keluhan-keluhan pelanggan) dapat memberikan masukkan penting bagi kebutuhan pelatihan. 
  3. Analisis Personalia (Personnel Analysis), adalah mengidentifikasi kesenjangan antara kebutuhan-kebutuhan kerja dan organisasi yang teridentifikasi dengan karakteristik-karakteristik dari masing-masing karyawan. Perbedaann antara kinerja yang diharapkan dengan kinerja sesungguhnya adalah kebutuhan pelatihan individu. Standar kinerja yang ditentukan dalam tahan analisis operasional merupakan kinerja yang diinginkan/diharapkan. Data kinerja individu, nilai diagnostik karyawan oleh penyelia, catatan-catatan kinerja yang di simpan karyawan dalam formulir harian, survey sikap, wawancara, atau test dapat memberikan informasi actual setiap karyawan sebagai bahan bandingan dengan tolok ukur kinerja yang dikehendaki. Kesenjangan antara kinerja aktual dan yang diinginkan merupakan kebutuhan pelatihan. Fokus analisis personalia yaitu pada tugas-tugas, tanggungjawab pekerjaan, pengetahuan, keahlian-keahlian dan kemampuan-kemampuan dalam melakukan pekerjaan. Tujuan analisis personalia adalah memeriksa seberapa baik karyawan-karyawan melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya sesuai dengan standar kerja yang dikoreksi melalui pelatihan. Analisis personalia didasarkan pada suatu perbandingan kinerja aktual karyawan terhadap standar kinerja organisasional (penyimpangan kinerja), atau suatu perbandingan kebutuhan-kebutuhan keahlian karyawan yang diantisipasi dengan tingkat keahlian saat ini. Dengan penilaian kinerja dapat menentukan apakah dengan pelatihan sanggup memperbaiki kinerja yang tercermin dalam nilai-nilai (hasil kerja) tersebut.
Setelah tahap Analisis sebagai langkah selanjutnya adalah tahap Pelatihan dan Pengembangan, serta tahap Evaluasi. Model sistem pelatihan ini memperhatikan bagaimana program-program pelatihan harus di rancang dan diimplementasikan, yang memperlihatkan tiga tahap yang harus tercakup dalam pelatihan, yaitu: a. Tahap penilaian; b. Tahap Pelatihan dan Pengembangan; c. Tahap Evaluasi.
Tahap Penilaian Kebutuhan, merupakan tahap yang paling penting dalam proses pelatihan. Dari penilaian inilah seluruh proses akan mengalir. Jika suatu organisasi tidak secara akurat menentukan kebutuhannya, maka program pelatihan secara keseluruhan akan memiliki imbas/pengaruh kecil dalam mencapai apa yang diinginkannya. Tahap penilaian (Assesment phase) berguna sebagai fondasi bagi keseluruhan upaya pelatihan. Baik tahap Pelatihan maupun tahap Evaluasi yang kesemuanya sangat tergantung pada masukkan-masukkan dari tahap penilaian.
Sebagai bahan pertimbangan dalam tahap ini dapat dengan cara mengidentifikasi/menganalisis: a) Siapa yang harus dilatih, b) jenis pelatihan apa yang mereka butuhkan, jenis pelatihan yang bagaimana yang menguntungkan organisasi. Dari hasil analisis dapat dijadikan bahan dalam pengembangan program pelatihan maupun pada evaluasi selanjutnya.
Langkah selanjutnya adalah mempelajari opsi-opsi program dan menyeleksi kebutuhan terbaik dalam memenuhi kebutuhan karyawan, kemudian disusunlah kriteria-kriteria yang harus dicapai dari suatu program pelatihan.
  1. Tahap Pelatihan dan Pengembangan. Pada tahap inilah program pelatihan dirancang dan disajikan. Program pelatihan haruslah mengandung aktivitas-aktivitas dan pengalaman belajar yang akan memenuhi tujuan-tujuan pelatihan yang disusun dalam tahap penilaian. 
  2. Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi. Dampak Pelatihan dan Pengembangan terhadap kebutuhan-kebutuhan yang telah ditetapkan.
Langkah pertama dalam mengevaluasi keberhasilan program pelatihan adalah menetapkan kriteria-kriteria yang digunakan dalam mengukur tujuan pelatihan. Kriteria-kriteria tersebut haruslah didasarkan pada tujuan awal dari program pelatihan itu sendiri. Sebagai contoh, apakah tujuan pelatihan untuk menyebarkan informasi baru, mengubah prilaku tertentu, mendapatkan keahlian-keahlian baru, atau mengubah sikap tertentu? Jadi kriteria-kriteria yang dibuat juga harus dapat mengevaluasi apakah hasil belajar yang terjadi dalam proses pelatihan ditransfer ke dalam situasi pekerjaan yang sesungguhnya.
Penilaian efektivitas program pelatihan mencakup; pencapaian tujuan pelatihan, kinerja yang menanjak, dan pencapaian tujuan organisasional sesungguhnya bukan merupakan aktivitas yang serampangan. Haruskah ada cara yang sistematik untuk menentukan tingkat terhadapnya program telah melaksanakan apa yang direncanakan untuk dilaksanakan, (Henry Simamora, 1997). Evaluasi program pelatihan hendaknya bertalian secara langsung dengan tujuan program pelatihan itu sendiri. Hal ini jika Evaluasi tidak secara langsung menekankan pada tujuan pelatihan, maka evaluasi tidak akan memberikan informsi yang memadai dalam mengevaluasi program pelatihan.
Panah umpan balik, menekankan bahwa pelatian haruslah merupakan proses yang berkelanjutan. Artinya pelatihan tidaklah memiliki permulaan atau akhir yang pasti : pelatihan merupakan proses berkelanjutan dari penilaian kebutuhan-kebutuhan, penyajian program-program, dan evaluasi hasil-hasil untuk memutuskan apakah kebutuhan-kebutuhan organisasional telah terpenuhi. Karena pelatihan merupakan proses yang berkelanjutan, maka tingkat program pelatihan apakah telah memenuhi sasaran-sasaran sesungguhnya tidak dapat dinilai pada satu titik waktu tertentu. Sebaliknya imbas pelatihan sepatutnya dilihat dari segi implikasi-implikasi jangka pendek dan jangka panjang (Henry Simamora, 1997).

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال