Faktor-faktor Penyebab Perilaku Agresi

Perilaku agresi tidak muncul begitu saja, tetapi ada faktor penyebabnya. Perilaku agresi merupakan respon terhadap sebuah stimulus. Ada beberapa penyebab, sehingga perilaku agresi muncul.
Beberapa faktor penyebab perilaku agresi menurut Davidoff (1991), yaitu:
Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan adanya kesalahan, yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin juga tidak dan saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan timbul pikiran yang kejam.
Faktor Biologis
Faktor biologis, bahwa ada tiga faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresi, yaitu:
  1. Gen berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi.
  2. Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. Orang yang berorientasi pada kenikmatan akan sedikit melakukan agresi dibandingkan dengan orang yang tidak pernah mengalami kesenangan dan kegembiraan.
  3. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. Wanita yang sedang mengalami masa haid, kadar hormon kewanitaan yaitu estrogen dan progesterone menurun jumlahnya akibatnya banyak wanita mudah tersinggung, gelisah, tegang dan bermusuhan.
Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara remaja dengan orangtuanya, dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orangtua dan remaja diyakini sebagai penyebab timbulnya perilaku agresi pada remaja.
Faktor Lingkungan
Lingkungan, bahwa ada tiga faktor lingkungan yang mempengaruhi perilaku agresi yaitu:
  1. Kemiskinan, bila seorang remaja dibesarkan dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan.
  2. Anonimitas, bahwa terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal. Setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identitas diri) dan bila seseorang merasa anonim ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak lagi terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati pada orang lain.
  3. Suhu udara yang panas, tawuran yang terjadi di Jakarta seringkali terjadi pada siang hari diterik panas matahari, tapi bila musim hujan relative tidak ada peristiwa tersebut. Aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. Hal ini sesuai dengan pandangan bahwa suhu suatu lingkungan yang tinggi memiliki dampak terhadap perilaku sosial berupa peningkatan perilaku agresi.
Peran belajar model kekerasan
Anak-anak dan remaja banyak belajar menyaksikan adegan kekerasan melalui televisi dan juga “games”, ataupun mainan yang bertema kekerasan.
Frustrasi
Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustrasi yang berhubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai sehingga mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.
Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain.
Menurut Kartono (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku agresi pada remaja meliputi:
  1. Kondisi pribadi remaja yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.
  2. Lingkungan rumah dan keluarga yang kurang memberikan kasih sayang dan perhatian orang tua sehingga remaja mencarinya dalam kelompok sebayanya, kurangnya komunikasi sesama anggota keluarga, status ekonomi keluarga yang rendah, ada penolakan dari ayah maupun ibu, serta keluarga yang kurang harmonis.
  3. Lingkungan masyarakat yang kurang sehat, keterbelakangan pendidikan pada masyarakat, kurangnya pengawasan terhadap remaja serta pengaruh norma-norma baru yang ada diluar.
  4. Lingkungan sekolah, seperti kurangnya fasilitas pendidikan sebagai tempat penyaluran bakat dan minat remaja, kurangnya perhatian guru, tata cara disiplin yang terlalu kaku atau norma-norma pendidikan yang kurang diterapkan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال