Gejala Hiperemesis Gravidarum

Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1) hiperemesis gravidarum tingkat pertama, dengan gejala muntah berlangsung terus, makan berkurang, berat badan menurun, kulit dehidrasi, tonus kulit lemah, nyeri daerah epigastrium, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah kering, mata nampak cekung; (2) hiperemesis gravidarum tingkat dua, gejalanya penderita tampak lebih lemah, gejala dehidrasi makin nampak, mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor, tekanan darah turun dan nadi meningkat, berat badan makin menurun, mata ikterik, gejala hemokonsentrasi makin nampak, urine berkurang, badan aseton dalam urine meningkat, terjadinya gangguan buang air besar, mulai tampak gejala gangguan kesadaran (menjadi apatis), nafas berbau aseton; (3) hiperemesis gravidarum tingkat tiga, ditandai dengan gejala muntah berkurang, keadaan umum semakin menurun, tekanan darah turun, nadi meningkat, suhu naik, keadaan dehidrasi semakin jelas, gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus, gangguan kesadaran umum dalam bentuk, samnolen sampai koma, komplikasi susunan saraf pusat (enselofati Wernicke), nistagmus-perubahan ke arah bola mata, diplopia-gambar tampak ganda dan perubahan mental (Manuaba, 1998).
Penurunan nafsu badan yang dirasakan oleh wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar hormon pada arena posterma, suatu organ circumventricular pada bagian dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak darah (blood-brain barrier) (Whitehead, et al., 1992 dalam Wesson, 2002). Area ini biasa dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor (chemoreceptor trigger zone), yang tidak hanya mencakup muntah, tetapi juga perubahan selera makan, efek hilangnya selera makan (anorexic), keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989 dalam Wesson, 2002).
Pada minggu-minggu kehamilan pertama pada sebagian wanita hamil merasakan seperti memakan logam yang sudah lama, rasa ini akan merusak rasa makanan dan mengganggu bagi wanita yang mengalami gejala mual muntah sedang sampai berat (O’Brien & Naber, 1995 dalam Wesson, 2002). Salah satu partisipan dari penelitian yang dilakukan oleh O’Brien & Zhou (1992, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa ia merasa seperti mendapatkan rasa logam yang benar-benar ada dalam mulutnya dan  tidak bisa hilang sehingga bahkan membuat minum air menjadi sangat tidak menyenangkan. 
Ptyalisme, atau air liur yang berlebih sering menyertai hiperemesis gravidarum dan beberapa wanita membutuhkan tempat untuk menampung air liur mereka tersebut (Gardner, 1997). Ptyialisme (kelebihan ludah) pada ibu hamil terjadi sejak usia gestasi 8 minggu dan biasanya disebabkan oleh hormon kehamilan (Bennet & Brown, 1999). Prawihardjo (1997) menyatakan bahwa ptyalisme terjadi karena ketidaksanggupan wanita tersebut menelan air ludahnya sebagai akibat dari mual.
Pada awal kehamilan, tubuh akan memproduksi sejumlah progesteron dan estrogen yang cenderung melemaskan semua jaringan otot halus di seluruh tubuh, termasuk saluran pencernaan. Akibatnya kadang-kadang makanan berjalan lambat di dalam sistem pencernaan, sehingga perut terasa kembung dan panas. Rasa panas di perut akibat melemasnya cincin otot yang memisahkan kerongkongan dengan lambung. Akibatnya, makanan dan cairan yang keras serta asam dapat masuk ke kerongkongan dari lambung. Asam lambung ini merangsang dinding kerongkongan yang peka sehingga menyebabkan rasa panas. Untuk menghindarinya usahakan makan sedikit- sedikit tapi sering. Hindari posisi membungkuk dengan melekukkan pinggang (O’Brien & Naber 1992, dalam Tiran 2008).
Kaltenbach (1891, dalam Wesson, 2002) menyatakan bahwa para wanita yang mengalami penyakit kehamilan tingkat berat, yaitu hiperemeses gravidarum, secara tidak wajar dan secara simbolik mengalami atau mengungkapkan perasaan benci mereka terhadap kehamilan dan kebencian terhadap suami dan bayi yang mereka kandung dan menganggapnya sebagai suatu emosi yang kuat. Hal ini terjadi karena pergolakan hormon, hampir semua wanita hamil secara emosional labil dan cenderung goyah (Stoppard, 2007).
Williams (2006) menyatakan bahwa pada awal kehamilan, sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus menerus. Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan keempat kehamilan dan tidak memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin disebabkan oleh efek mengantuk yang ditimbulkan oleh progesterone. Wesson (2002) menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah yang paling tinggi adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.

1 Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال