Hubungan Seksual Selama Kehamilan

Hubungan seksual selama kehabisan, saat ini oleh budaya timur masih dianggap sebagai hal yang abu-abu, apakah merugikan atau tidak. Sebelum membahas lebih jauh mengenai hubungan seksual selama kehamilan, maka alangkah baiknya kita membahas tentang ilmu seks itu sendiri.
Seksologi adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek seksualitas, bukan hanya sekadar informasi yang enak didengar dan bersifat erotik, yang dapat disimpulkan oleh setiap orang tanpa dasar ilmiah. Seksologi mempelajari berbagai aspek seksualitas, seperti aspek sosiobudaya, biologis, klinis, psikososial, dan perilaku. Walaupun terdiri atas berbagai aspek, didalam kehidupan seksual manusia, aspek-aspek tersebut tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Jadi, pada saat kita membicarakan kehidupan seksual dari segi biologis atau klinis, aspek lain seperti sosiobudaya dan psikososial tidak boleh diabaikan. Seksualitas merupakan bagian dari kehidupan manusia, baik pria maupun perempuan. Seperti tubuh dan jiwa yang berkembang, seksualitas juga berkembang sejak masa kanak-kanak, remaja, sampai dewasa. Seksualitas diekspresikan dalam bentuk perilaku seksual, yang didalamnya tercakup fungsi seksual (Prawirohardjo, 2005).
Mitos hubungan seksual saat hamil
Menurut Tino (2009, p.65-69) mitos hubungan seksual selama hamil adalah:
Banyak berhubungan seks bayi sehat
Mitos tersebut tidaklah benar. Pernyataan tersebut sering beredar dalam masyarakat dengan alasan bahwa pada saat melakukan hubungan seksual bayi di dalam rahim akan mendapatkan siraman pertama sperma sehingga bayi menjadi subur. Kesuburan dan kesehatan bayi tidak ditentukan oleh siraman sperma pada saat berhubungan seksual. Akan tetapi, kualitas kesehatan dan kesuburan bayi dipengaruhi oleh kualitas spermatozoa yang telah berhasil membuahi sel telur dan kualitas makanan yang dikonsumsi ibu.
Bayi cepat lahir
Berhubungan seks pada saat bayi dalam kandungan sudah berumur diindikasikan dapat mengakibatkan kontraksi rahim. Adanya kontraksi rahim bisa memicu kelahiran bayi yang sudah berumur, namun jika umur bayi dalam kandungan belum cukup, maka berhubungan seks tidak akan mengakibatkan bayi cepat lahir. Kontraksi rahim tersebut disebabkan oleh hormon prostaglandin yang terdapat pada cairan semen yang dikeluarkan suami pada saat ejakulasi.
Berhubungan seks menganggu bayi
Hubungan seks tidak akan menganggu perkembangan bayi. Akan tetapi, perlu diingat kondisi kehamilannya juga perlu tetap dijaga. Selama hamil tidak dilarang untuk berhubungan seks. Melakukan hubungan seksual tidak akan bermasalah karena janin terlindung oleh selaput dan cairan ketuban. Dengan catatan hubungan seks yang wajar atau dengan kata lain tidak terlalu ekstrem.
Libido tinggi
Keinginan berhubungan seks yang tinggi antara ibu hamil yang satu dengan yang lainnya sangatlah berbeda. Hal tersebut dipengaruhi banyak faktor, seperti faktor hormonal, psikologis, dan lain-lain. Tinggi atau tidaknya libido seks ketika hamil merupakan hal wajar yang sering dialami. Hubungan yang harmonis dengan suami juga sangat memungkinkan libido seks ibu hamil tinggi. Hal terpenting adalah saling pengertian dan komunikasi dengan pasangan anda sehingga sama-sama terpuaskan ketika berhubungan seks.
Posisi menentukan jenis kelamin bayi
Banyak yang mengatakan bahwa jika posisi seorang pria dimulai dari kiri dan diakhiri di sebelah kanan, maka bayi yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki. Namun, jika dimulai dari sebelah kanan dan diakhiri sebelah kiri, maka bayi yang dilahirkan berjenis kelamin perempuan. Seorang laki-laki memiliki dua tipe kromosom dalam spermatozoa. Kedua kromosom tersebut adalah kromosom X dan Y. Jika yang membuahi sel telur adalah kromosom Y, maka bayi yang dilahirkan adalah laki-laki. Namun, jika yang membuahi sel telur adalah kromosom X, maka bayi yang dilahirkan adalah perempuan.
Posisi terbaik berhubungan seks
Pada dasarnya posisi hubungan seks sewaktu hamil banyak macamnya, seperti posisi duduk, posisi menyamping, posisi wanita di atas, dan posisinya lainnya. Hal terpenting adalah sama-sama nyaman. Jangan sampai suami meletakkan berat badannya di bagian perut. Jika meletakkan berat badannya di bagian perut, maka akan membahayakan bayi dalam kandungan karena bayi tertekan.
Hubungan seksual dari tiap trimester kehamilan
Hubungan seksual dari tiap trimester kehamilan menurut Suryoprajogo (2008) adalah:
Hubungan Seksual pada Trimester Pertama
Meskipun terdapat bermacam-macam variasi dari masing- masing pasangan, pola ketertarikan seksual pada trimester pertama kehamilan tetaplah umum. Tidak mengherankan jika pada awal kehamilan terjadi penurunan minat terhadap seks. Survey mengatakan bahwa 54% wanita mengalami penurunan libido pada trimester pertama.
Semua gejala yang dialami calon ibu pada trimester pertama membuatnya merasa seolah bukan pasangan ideal bagi suami. Rasa mual membuat calon ibu merasa tidak bergairah melakukan apa pun – termasuk berhubungan seksual. Mulut yang pahit membuat calon ibu tidak ingin berciuman dengan pasangan. Selain itu, payudara yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh membuat ibu enggan diraba. Bahkan yang lebih parah, sensitif terhadap bau-bauan dan rasa ”benci” terhadap pasangan membuat calon ibu tidak mau tidur sekamar – apalagi berhubungan sek. Fluktuasi hormon, kelelahan, dan rasa eneg mengisap semua keinginan untuk ”berkegiatan”. Ketakutan akan menyakiti janin juga menjadi salah satu faktor utama yang menyebabkan keinginan untuk bermesraan menghilang.
Akan tetapi, pada wanita yang kehamilan trimester pertamanya sangat nyaman, hasrat seksual yang muncul kemungkinan sama atau bahkan meningkat dengan kondisi sebelum kehamilan terjadi. Sebagian kecil wanita bahkan merasakan perubahan yang sangat signifikan terhadap kehidupan seksualnya. Hal tersebut sering kali disebabkan oleh perubahan hormon pada awal kehamilan yang membuat organ vulva lebih sensitif dan payudara yang lebih berisi sehingga meningkatkan kepekaan terhadap sentuhan.
Hubungan Seksual pada Trimester Kedua
Meski tidak selalu, minat untuk berhubungan seks umumnya mulai meningkat pada trimester kedua ini. Pada masa ini, secara fisik dan psikologi istri dan pasangan sudah lebih dapat menyesuaikan diri pada berbagai perubahan yang terjadi karena kehamilan.
Tubuh calon ibu yang telah dapat menerima dan terbiasa dengan kondisi kehamilan membuatnya dapat menikmati aktivitas dengan muntah dan segala rasa tidak enak biasanya sudah jauh berkurang dan tubuh terasa tidak nyaman. Selain itu, pada masa ini kehamilan juga belum terasa besar serta memberatkan seperti pada trimester ketiga dan suasana hati yang jauh lebih baik dari trimester pertama membuat gairah lebih meningkat.
Setelah pada trimester pertama istri dan pasangan melakukan ”diet” dan ”puasa”, bercinta di trimester kedua ini dapat terasa jauh lebih menyenangkan. Hal ini dikarenakan meningkatnya hormon estrogen dan volume darah di tubuh sehingga lebih banyak darah yang mengalir ke panggul dan organ kelamin. Istri akan lebih mudah mengalami orgasme. Seperti pada beberapa wanita yang sudah mengalami pada trimester pertama, umumnya pada trimester kedua ini sebagian besar wanita mengalami pembesaran bibit vagina dan klitoris sehingga ujung-ujung saraf menjadi semakin sensitif. Akan tetapi banyaknya aliran darah ke vagina juga menyebabkan perubahan suasana vagina.
Bagi para suami, di masa ini pasangan mereka terlihat lebih menarik dibanding sebelumnya. Kepercayaan diri yang meningkat membuat calon ibu terlihat lebih cantik, ditunjang dengan kulit dan rambut yang semakin ”bercahaya” karena pengaruh hormon kehamilan. Namun, ada juga suami yang mengalami penurunan gairah karena khawatir berhubungan intim dapat menganggu kesehatan ibu hamil atau janin, perasaan cemas bakal segera menjadi ayah, atau bahkan perasaan tidak enak karena merasa si janin ”menyaksikan” acara bercinta tersebut.
Hubungan Seksual pada Trimester Ketiga
Saat persalinan semakin dekat, umumnya hasrat libido kembali menurun, terkadang bahkan lebih drastis dibandingkan dengan saat trimester pertama. Perut yang kian membuncit membatasi gerakan dan posisi nyaman saat berhubungan intim. Rasa nyaman sudah jauh berkurang. Pegal di punggung dan pinggul, tubuh bertambah berat dengan cepat, nafas lebih sesak (karena besarnya janin mendesak dada dan lambung), dan kembali merasa mual menyebabkan menurunnya minat seksual. Selain itu, perut yang besar, kaki bengkak, dan wajah sembap membuat calon ibu merasa tidak hot lagi di mata pasangan. Perasaan itu pun semakin kuat jika suami juga enggan untuk berhubungan seks, meski hal itu sebenarnya karena ia merasa tidak tega atau khawatir melukai calon ibu dan janin.
Selain hal fisik, turunnya libido juga berkaitan dengan : kecemasan dan kekhawatiran yang meningkat menjelang persalinan. Secara medis, sebenarnya tidak ada yang perlu dirisaukan jika kehamilan tidak disertai faktor penyulit, dengan kata lain, kehamilan sedang dalam kondisi yang sehat. Namun demikian, satu hal wajar apabila saat ini frekuensi bercinta tidak sesering pada trimester kedua. Hubungan seks sebaiknya lebih diutamakan untuk menjaga kedekatan emosional daripada rekreasi fisik karena pada trimester terakhir ini, dapat terjadi kontraksi kuat pada wanita hamil yang diakibatkan karena orgasme. Hal tersebut dapat berlangsung biasanya sekitar 30 menit hingga terasa tidak nyaman. Jika kontraksi berlangsung lebih lama, menyakitkan, menjadi lebih kuat, atau ada indikasi lain yang menandakan bahwa proses kelahiran akan mulai.
Posisi hubungan seksual selama hamil
Berhubungan intim selama hamil umumnya aman. Bahkan kehidupan seks yang sehat sangat bermanfaat. Sebab, selain menjaga hubungan suami istri, seks juga membantu meredakan stress dan mengingatkan bahwa istri juga seorang wanita sensual selain seorang calon ibu. Hubungan intim juga bisa menjadi olahraga yang baik, dan tak akan menyakiti bayi yang aman terlindung oleh kantung ketuban di dalam rahim. Penetrasi yang dalam pun tidak akan berbahaya.
Beberapa posisi yang aman dalam melakukan hubungan seksual selama kehamilan menurut Lees (2003) adalah:
Wanita diatas
Posisi ini mudah dilakukan sejak trimester kedua hingga seterusnya. Pada akhir kehamilan, istri bisa mencoba posisi ini dengan berjongkok diatas pasangan, bukan merebahkan tubuh diatasnya.
Bersampingan
Suami berbaring miring dan istri berbaring terlentang dengan kaki ditekuk ke atas badan pasangannya. Posisi ini tidak hanya membuat istri bisa saling menatap saat berhubungan intim, tapi juga membuat perut istri tidak tertekan. Posisi ini juga mempermudah foreplay / permainan pendahuluan.
Posisi misionari diubah sedikit
Pada posisi ini, pasangan (suami) berbaring di atas tapi menopang tubuhnya sendiri sehingga beratnya tak bertumpu pada perut istri. Posisi ini bisa dilakukan selama beberapa bulan hingga perut istri belum terlalu besar.
Posisi duduk
Istri duduk menghadap suami dipangkuannya. Posisi ini bisa dilakukan dan menyenangkan bagi istri dan pasangan bila perut belum terlalu besar, karena istri bisa merasakan penetrasi yang dalam. Saat perut sudah terlalu besar, masih bisa melakukannya tetapi dengan membelakanginya.
Penetrasi dari belakang
Istri telungkup dan menopang tubuh dengan kedua tangan dan kaki. Suami berlutut dan melakukan penetrasi dari belakang. Pada posisi ini perut istri tidak akan tertekan dan suami juga bisa meraba payudara, klitoris dan perut anda.
Dampak seks terhadap kehamilan
Menurut Suryoprajogo (2008, p. 53-55) dampak seks terhadap kehamilan adalah:
Keguguran
Keguguran (early miscarriage) biasanya berhubungan dengan ketidaknormalan kromosom, kelainan genetik lain pada embrio, atau masalah lain yang dialami janin yang sedang berkembang. Dalam banyak kasus, hal itu dipicu oleh embrio atau janin yang telah mati. Hal tersebut juga dapat disebabkan oleh kegagalan tubuh ibu untuk memproduksi suplai hormon yang cukup.
Menyakiti janin
Kontak seksual tidak akan menjangkau atau menganggu janin karena terlindung oleh selaput dan cairan ketuban. Cairan ketuban merupakan peredam kejut yang sangat baik, sehingga gerakan saat senggama maupun kontraksi rahim saat orgasme akan teredam sehingga tidak menganggu janin.
Orgasme memicu kelahiran prematur
Orgasme dapat memicu kontraksi rahim. Namun, kontraksi ini berbeda dengan kontraksi yang dirasakan menjelang saat melahirkan. Penelitian mengindikasikan bahwa jika menjalani kehamilan yang normal, orgasme yang terjadi dengan atau tanpa melakukan hubungan intim, tidak memicu kelahiran prematur.
Pertumbuhan janin terganggu
Meskipun janin turut bergoyang dan berayun saat bercinta dengan pasangan, pertumbuhannya tidak akan terganggu. Reaksi janin (gerakan yang melambat saat bercinta kemudian kembali aktif menendang dan jantung berdetak lebih cepat saat mengalami orgasme) bukan reaksi terhadap aktivitas seksual, melainkan reakasinya terhadap hormon yang meningkat dan aktivitas usus (uterine).
Penetrasi dapat menyebabkan infeksi
Asalkan pasangan tidak menderita penyakit menular seksual, penetrasi tidak akan menyebabkan infeksi, baik pada vagina atau janin. Kantong ketuban melindungi janin dari segala macam organisme penyebab infeksi.
Khawatir berlebihan
Jika memiliki sindrom pramenstruasi, besar kemungkinannya akan mengalami mood swing yang lebih parah saat hamil. Ini tidak saja berpengaruh terhadap hasrat seksual, tetapi juga kekhawatiran yang cenderung berlebih pada dampaknya.
Komplikasi yang dapat menghalangi hubungan seks
Komplikasi yang terjadi pada ibu hamil dapat menimbulkan larangan melakukan hubungan seks. Menurut Westheimer (2002, p. 152- 156), komplikasi yang dapat menghalangi hubungan seks adalah:
Placenta previa
Wanita hamil dengan kondisi placenta previa sering diminta untuk membatasi aktivitas fisik dan tidak boleh melakukan hubungan seks karena keduanya dapat menganggu placenta dan potensial menimbulkan pendarahan dan kelahiran prematur. Jika posisi placenta tidak berubah hingga trimester ketiga, bayi akan dilahirkan dengan operasi caesar.
Afasmen dan dilasi awal pada cervix
Penetrasi ke dalam vagina secara teori dapat menimbulkan infeksi, pecahnya kantung amniotik, atau bahkan persalinan. Namun, jika istri telah memiliki satu anak atau lebih sebelumnya, bukan hal yang aneh jika cervix sedikit terbuka saat hamil.
Sejarah kelahiran prematur dan keguguran
Jika sebelumnya istri melahirkan bayi prematur atau jika pernah keguguran pada trimester kedua, salah satunya adalah melarang hubungan seks.
Cervix lemah
Wanita dengan cerviks yang lemah dapat mengalami dilatasi cerviks tanpa rasa sakit, biasanya pada awal trimester kedua. Wanita yang telah didiagnosa memiliki kandungan yang lemah membutuhkan operasi, yang disebut stitch atau cerclage (jahitan), untuk menutup cervix dan menguatkannya agar dapat menahan janin hingga saat dilahirkan.
Multi janin
Multi janin, yaitu kembar dua, tiga, atau lebih akan memperbesar resiko kelahiran bayi prematur. Larangan hubungan seks dapat ditetapkan antara minggu ke-20 dan 37, ketika kelahiran bayi memiliki resiko tinggi.
Pendarahan
Perdarahan ketika hamil selalu menimbulkan kekhawatiran. Perdarahan dapat diklasifikasikan tergantung pada waktu keluarnya apakah pada awal atau akhir kehamilan. Jika pendarahanya banyak dan atau berlangsung lama, bisa merupakan tanda awal keguguran. Jika perdarahan atau bercak disertau dengan rasa dakit, segera memberitahu ke dokter karena ini bisa saja kehamilan ektopik. Pendarahan pada akhir kehamilan bisa diakibatkan oleh komplikasi serius seperti kelahiran prematur dan dilatasi cervix, placenta previa (placenta menutup cervix), abruptio placente (placenta robek), dan kemungkinan lainnya, seperti cedera pada vagina dan cervix. Jika pendarahan terjadi khususnya setelah hubungan seks, disarankan untuk sama sekali tidak berhubungan seks.
Cairan amniotik bocor atau ketuban pecah
Selaput atau ketuban yang mengelilingi fetus berfungsi sebagai kulit pelindung yang memisahkan cairan amniotik steril dari isi vagina. Jika ketuban pecah, kelahiran prematur atau keguguran dapat terjadi dan jika ini terjadi pada tahap kehamilan, bayi harus dikeluarkan dengan segera.
Frekuensi Hubungan Seksual
Pada umunya frekuensi hubungan seksual selama kehamilan menurun.
Menurut Irianto (2010, membagi frekuensi seksual menjadi 3 yaitu:
  1. Sering ( > 2 kali / minggu)
  2. Kadang-kadang (1-2 kali / minggu)
  3. Tidak melakukan (0 kali / minggu)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Frekuensi Hubungan Seksual
Menurut Notoatmodjo (2003; p. 13-14), faktor yang mempengaruhi perilaku manusia pada tingkat kesehatan yaitu:
Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor ini mencakup: pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi
Faktor-faktor pendukung (enabling faktor)
Faktor pendukung merupakan faktor pemungkin. Faktor ini bisa sekaligus menjadi penghambat atau mempermudah niat suatu perubahan perilaku dan perubahan lingkungan yang baik. Faktor pendukung (enabling factor) mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas. Sarana dan fasilitas ini pada hakekatnya. mendukung atau memungkinkan terwujudnya suatu perilaku, sehingga disebut sebagai faktor pendukung atau faktor pemungkin.
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) merupakan penguat terhadap timbulnya sikap dan niat untuk melakukan sesuatu atau berperilaku. Suatu pujian, sanjungan dan penilaian yang baik akan memotivasi, sebaliknya hukuman dan pandangan negatif seseorang akan menjadi hambatan proses terbentuknya perilaku.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال