Penelitian Lintas Budaya Tentang Perkembangan Moral

Perkembangan moral merupakan salah satu bentuk kajian dalam psikologi. Para ahli berpendapat bahwa, perkembangan moral sangat di pengaruhi oleh budaya dimana individu tersebut tinggal. Karena moral adalah nilai (values) sebuah budaya, sehingga kemungkinan sebuah budaya mengganggap sebuah tindakan bermoral, tetapi budaya lain menggap itu sebaliknya.
Teori dominan tentang penalaran moral dalam psikologi perkembangan adalah teori yang diajukan oleh Kohlberg (1976,1984) ia melihat bahwa ada tiga tahap dalam perkembangan keterampilan penalaran moral.
Menurut Kohlberg, tahap permbangan moral itu adalah sebagai berikut:
  1. Moralitas prakonvensional, dengan penekanan pada kepatuhan terhadap aturan untuk menghindari hukuman dan mendapat hadiah.
  2. Moralitas konvensional, dengan penekanan pada konformitas pada aturan yang ditentukan oleh persetujuan orang lain atau aturan-aturan masyarakat.
  3. Moralitas pascakonvensional, dengan penekanan pada penalaran moral menurut prinsip-prinsip dan hati nurani individu.
Kajian yang lain (Gillian,1982) menentang teori perkembangan moral Kholberg tersebut, dengan alasan mengandung bias terhadap cara pandang khas laki-laki, yang dibedakan dengan cara pandang perempuan, dalam memandang hubungan. Menurut Gillian, dikaitkan dengan keadilan, sedangkan penalaran moral perempuan dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab. Meski perdebatan ini berlangsung sengit, ulasan-ulasan terhadap berbagai penelitian tampaknya menunjukkan tidak adanya perbedaan penalaran moral antar jenis kelamin(walker,1984).
Salah satu asumsi yang mendasari teori Kholberg adalah bahwa penalaran moral menurut prinsip dan nurani individual, terlepas dari hukum-hukum sosial atau kebiasaan budaya, merupakan tingkat penalaran moral yang tertinggi. Filosofi ini amat terkait dengan budaya dimana Kholberg mengembangkan teorinya, yang berakar pada penelitian terhadap laki-laki Amerika barat –tengah di tahun 1950-1960an. Meski konsep-konsep demokratis seperti individualisme dan nurani personal yang mungkin tepat untuk menggambarkan sampel penelitianya diwaktu dan tempat pada saat itu, tetapi tidak jelas apakah konsep itu sama juga mewakili prinsip moral universal yang bisa diterapkan pada semua orang di semua budaya.
Beberapa penelitian mengkritik teori Kholberg karena memuat bias-bias kultural tersebut. Miller dan Breshoff (1992) contohnya, membandingkan bagaimana para subjek di India dan Amerika merespon suatu tugas penilaian moral. Penelitian ini menjelaskan bahwa subjek di India, anak-anak maupun dewasa lebih menganggap tindakan tidak menolong seseorang sebagai suatu pelanggaran moral dibandingkan subjek Amerika, terlepas dari apakah situasinya mengancam nyawa ataupun apakah orang yang butuh pertolongan itu merupakan sanak keluarga. Para peneliti kemudian menafsirkan bahwa perbedaan kultural ini terkait dengan nilai-nilai afiliasi dan keadilan, yang menunjukan bahwa orang India memiliki rasa tanggung jawab sosial yang lebih luas - tanggung jawab individu individual untuk menolong orang yang membutuhkan.
Isu mengenai tingkat responsifitas interpersonal yang diajukan oleh Miller dan Breshoff (1992) ini terkait dengan klain Gilleger(1982) tentang bias gender dalam kajian-kajian Amerika tentang hal ini, sangat mungkin bahwa temuan Giller juga dipengaruhi oleh perbedaan budaya maupun gender.
Snarey (1985) melakukan penelitian tentang penalaran moral yang melibatkan subjek dari dua puluh tujuh negara, menyimpulkan bahwa penalaran moral jauh lebih khas budaya dari pada yang diajukan oleh Kholberg, serta metodologi skoring tahapan moral berdasarkan penalaran verbal mungkin tidak dapat melihat adanya tingkatan-tingkatan moralitas yang lebih tinggi di budaya-budaya lain.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال