Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas

Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas biasa juga disebut dengan ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder) adalah sebuah gangguan yang sering di alami oleh anak-anak. Tetapi gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas bisa saja berlanjut hingga dewasa, walaupun intensitasnya akan mulai berkurang. Seorang anak yang selalu begerak, mengetuk-ketukkan jari, mengoyang-goyangkan kaki, mendorong tubuh anak lain tanpa alasan yang jelas, berbicara tanpa henti, dan bergerak gelisah sering kali disebut hiperaktif. Anak-anak tersebut sulit untuk berkonsentrasi pada tugas yang dikerjakan dalam waktu tertentu yang wajar.
Diagnosis ADHD tidak tepat untuk anak-anak yang ribut, aktif, atau agak mudah teralih perhatiannya karena di tahun-tahun awal sekolah anak-anak sering berperilaku demikian (Whalen, 1983). Anak dengan ADHD mengalami kesulitan mengendalikan aktifitas dalam berbagai situasi yang menghendaki mereka duduk tenang. Mereka terdisorganisasi, eratik, tidak berperasaan, kerasa kepala, dan bossy. Banyak anak ADHD mengalami kesulitan besar untuk bermain dengan anak seusia mereka dan menjalin persahabatan (Hinshaw & Melnick, 1995; Whalen & Henker, 1985), hal ini mungkin karena mereka cenderung agresif saat bermain sehingga membuat teman-temannya merasa tidak nyaman.
Anak ADHD bermain agresif dengan tujuan mencari sensasi sedang anak normal malakukan hal tersebut dangan tujuan untuk bermain sportif. Anak ADHD mengetahui tindakan yang dibenarkan secara sosial dalam berbagai situasi hipotesis, namun tidak mampu mempraktekan pengetahuan tersebut dalam perilaku interaksi sosialnya (Whalen & Henker, 1985, 1999).
Karena simtom-simtom ADHD bervariasai, DSM-IV-TR mencantumkan tiga subkategori, yaitu:
  1. Tipe predominan inatentif: anak-anak yang masalah utamanya adalah rendahnya konsentrasi.
  2. Tipe predominan Hiperaktif-Impulsif: anak-anak yang masalah utamanya diakibatkan oleh perilaku hiperaktif-impulsif.
  3. Tipe kombinasi: anak-anak yang mengalami kedua rangkaian masalah diatas.
Anak-anak yang mengalami masalah atensi, namun memiliki tingkat aktivitas yang sesuai dengan tahap perkembangannya, tampak sulit memfokuskan perhatian atau lebih lambat dalam memproses informasi (Barkley, Grodzinsky, & DuPaul,1992), mungkin berhubungan dengna masalah pada daerah frontal atau striatal otak (Tannock,1998). Gangguan ADHD, lebih berhubungan dengan perilaku tidak mengerjakan tugas di sekolah, kelemahan kognitif, rendahnya prestasi, dan prognosis jangka panjangnya lebih baik. Berbeda dengan anak yang mengalami gangguan tingkah laku, mereka bertingkah disekolah dan dimana pun, dan kemungkinan jauh lebih agresif, serta mungkin memiliki orang tua yang antisosial.
ADHD ini banyak terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak yang mengalami ADHD, menunjukkan aktivitas yang berlebihan, perilaku temperamental, rasa ingin tahu yang berlebihan, serta sangat energik dalam bermain.
PENYEBAB ADHD
Teori Biologi ADHD
Kemunculan ADHD disinyalir karena adanya faktor biologi yang mempengaruhi sistem saraf. Gangguan ini seperti gangguan genetic, proses pra dan post kelahiran, maupun terpapar bahan-bahan kimia dari lingkungan.
Faktor genetik
Penelitian menunjukan bahwa predisposisi genetika terhadap ADHD kemungkinan berperan. Bila orang tua menderita ADHD, kemungkinan sebagian anaknya akan mengalami gangguan tersebut (Biederman, dkk, 1995). Mengenai apa yang diturunkan dalam keluarga sampai saat ini belum ditemukan, namun studi baru-baru ini menunjukan bahwa ada perbedaan ungsi dan struktur otak pada anak ADHD dan anak yang tidak ADHD. Frontal lobe pada anak ADHD kurang responsif terhadap stimulasi (Rubia dkk,1999 ; tannock, 1998), aliran darah cerebral berkurang (Sieg dkk, 1995). Terlebih lagi beberapa bagian otak (frontal lobe, nucleus, kaudat, globus pallidus) pada anak ADHD lebih kecil dari ukuran normal (Castellanos dkk, 1996; Filipek dkk, 1997; Hynd dkk, 1993).
Faktor perinatal dan prenatal
Berbagai hal yang berhubungan dengan masa-masa kelahiran, serta berbagai zat yang dikonsumsi ibu saat kehamilan, merupakan prediktor simtom-simtom ADHD.
Racun lingkungan
Teori pada tahu 1970-an menyangkut peran racun dalam terjadinya hiperaktifitas. Zat-zat adiktif pada makanan mempengaruhi kerja system saraf pusat pada anak-anak hiperaktif. Nikotin, merupakan racun lingkungan yang dapat berperan dalam terjadinya ADHD.
Teori Psikologis ADHD
Bruno Bettelheim (1973), mengemukakan teori diathesis-stres mengenai ADHD, yaitu hiperaktifitas terjadi bila suatu predisposisi terhadap gangguan dipasangkan dengan pola asuh orang tua yang otoritarian. Pembelajaran juga dapat berperan dalam ADHD, seperti yang dikemukakan Ross dan Ross (1982), hiperaktivitas dapat merupakan peniruan perilaku orang tua dan saudara-saudara kandung. Dalam hubungan orang tua-anak sangat kurang bersifat dua arah dan lebih mungkin merupakan “rantai asosiasi kompleks” (Hinshaw dkk, 1997). Seperti halnya orang tua anak yang hiperaktif mungkin memberi lebih banyak perintah dan memiliki interaksi negatif dengan mereka (a.l.,Anderson, Hinshaw, & Simmel, 1994; Heller dkk, 1996), demikian juga anak-anak hiperaktivitas diketahui kurang patuh dan memiliki interaksi yang lebih negative dengna orang tua mereka (Barkley, Karlsson & Pollar; Tallmadge & Barkley, 1983).
PENANGANAN ADHD
Pemberian Obat Stimulan
Metilfenidat, atau Ritalin, telah diresepkan bagi ADHD sejak awal tahun 1960-an (Sprague & Gadow, 1976), termasuk amfetamin, atau Adderall, dan Pemolin atau Cylert. Obat-obatan ini digunakan untuk mengurangi perilaku menganggu dan meningkatkan konsentrasi. Namun, penelitian lain mengindikasikan bahwa obat-obatan tersebut tidak dapat meningkatkan prestasi akademik untuk waktu lama. Efek samping dari obat-obatan ini adalah hilangnya nafsu makan untuk sementara dan masalah tidur.
Penanganan Psikologis
Selain pemberian obat, penanganan yang paling menjanjikan bagi anak-anak ADHD mencakup pelatihan bagi orang tua dan perubahan menajemen kelas berdasarkan prinsip-prinsip pengondisian operant. Program ini mampu untuk memperbaiki perilaku sosial dan akademik. Pada penanganan ini perilaku anak dipantau dan di rumah dan di sekolah, dan mereka diberi penguatan untuk berperilaku sesuai dengan harapan.
Fokus program operant ini adalah meningkatkan karya akademik, menyelesaikan tugas-tugas rumah, atau belajar keterampilan sosial spesifik, dan bukan untuk mengurangi tanda-tanda hiperaktivitas, seperti berlari ke sana kemari dan menggoyang-goyangkan kaki. Berbagai intervensi di sekolah bagi anak ADHD, mencakup pelatihan bagi para guru untuk memahami kebutuhan unik anak-anak tersebut dan menerapkan teknik-teknik operant tersebut di kelas (Welsh dkk, 1997), pembimbingan oleh teman sebaya dalam keterampilan akademik (DuPaul & Henningson,1993), meminta guru-guru untuk memberikan laporan harian kepada orang tua mengenai perilaku anak di sekolah, yang ditindaklanjuti dengan hadiah dan konsekuensi di rumah (Kelly, 1990).

Referensi:
Davison, Gerald C dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Nevid, Jeffrey S dkk. 2006. Psikologi Abnormal. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال